Dosen IPB University Kembangkan Produk dari Lintah Laut dan Rumput Laut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dosen IPB University Prof Nurjanah membuat inovasi minuman fungsional dari lintah laut yang dicampur dengan temulawak dan rossela. Selain itu juga dia juga mengolah rumput laut sebagai bahan baku kosmetik.
Dalam kesempatan menjadi narasumber di Estuary Speaks Series #7 dosen dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) membahas tema mengenai “Aquatic Product Technology Innovations: From Laboratory towards Maritime Industry 4.0 for Society”.
Menurutnya, program studi THP mempelajari berbagai teknologi yang mutakhir dan tepat guna dalam mengolah berbagai macam hasil perairan hingga menjadi produk unggulan yang dapat dikomersialisasikan.
“Kalau bicara THP ini, peluangnya sangat luar biasa. Mulai dari preparasi, transportasi sampai end product. Untuk meningkatkan nilai tambah, hanya perlu sentuhan sedikit saja dan sudah menghasilkan sesuatu,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu (13/10/2021).
Ia menambahkan, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya alam, seperti biota hasil perairan, yang belum semuanya teridentifikasi. Hingga diapun melakukan penelitian S3nya tentang lintah laut sebagai antioksidan dan antikolesterol.
“Saya membuat inovasi sebagai minuman fungsional dari lintah laut yang dicampur dengan temulawak dan rossela. Rasanya enak dan membuat segar badan. Begitu dipublikasi, banyak yang menghubungi saya, salah satunya dari RRI (Radio Republik Indonesia). Tapi kita tahu bahwa lintah laut ini belum ada yang membudidayakan,” jelasnya.
Selain itu, Prof Nurjanah juga mengembangkan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik yang menggunakan sistem zero waste (tidak menghasilkan limbah).
Ia memaparkan, salah satu mahasiswa bimbingannya sudah mengembangkan produk-produk tersebut di Rumah Rumput Laut (RRL). Ada produk lotion, krim muka, masker, pomade dan lip balm.
Produk-produk tersebut sudah diajukan paten, sebagian sudah mendapat paten, sudah mendapat izin Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), sehingga bisa dipasarkan.
Dosen yang termasuk tim perumus Standar Nasional Indonesia (SNI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini juga mulai mengembangkan garam rumput laut.
Residu dari pembuatan garam tersebut dijadikan sebagai bahan kosmetik scrub untuk mengatasi masalah penggunaan mikroplastik. Rumput laut yang digunakan adalah rumput laut yang tidak terpakai dari jenis rumput laut merah, cokelat, maupun hijau.
“Kita (Indonesia) ini memiliki spesies yang banyak dan campur-campur. Coba kita pergi ke laut, numpuk-numpuk itu ada biota yang di bawahnya nempel rumput laut. Makanya perlu kita perjuangkan bagaimana kombinasi atau pengembangan teknologi yang memanfaatkan seluruhnya secara continue,” katanya.
“Kita agak sulit untuk single species, nanti akan kesulitan bahan baku karena budidaya kita belum berhasil. Sebagian besar masih dari hasil tangkap,” tambahnya.
Prof Nurjanah senang dengan adanya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Ia berharap mahasiswa yang baru mengawali belajar mengenai ilmu perikanan bisa menggali secara fokus sampai ke hilir atau komersialisasi.
“Marine is our future. Tinggal mau mengoptimalkan atau tidak. Hasil perikanan adalah sumber bahan baku yang sangat baik untuk meningkatkan imunitas. Mulai dari protein/asam amino yang sangat baik, komponen bioaktif, vitamin dan mineral yang sangat lengkap bahkan kandungan seratnya. Bisnis di bidang perikanan ini peluangnya sangat banyak dan menjanjikan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan menjadi narasumber di Estuary Speaks Series #7 dosen dari Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) membahas tema mengenai “Aquatic Product Technology Innovations: From Laboratory towards Maritime Industry 4.0 for Society”.
Menurutnya, program studi THP mempelajari berbagai teknologi yang mutakhir dan tepat guna dalam mengolah berbagai macam hasil perairan hingga menjadi produk unggulan yang dapat dikomersialisasikan.
“Kalau bicara THP ini, peluangnya sangat luar biasa. Mulai dari preparasi, transportasi sampai end product. Untuk meningkatkan nilai tambah, hanya perlu sentuhan sedikit saja dan sudah menghasilkan sesuatu,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu (13/10/2021).
Ia menambahkan, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya alam, seperti biota hasil perairan, yang belum semuanya teridentifikasi. Hingga diapun melakukan penelitian S3nya tentang lintah laut sebagai antioksidan dan antikolesterol.
“Saya membuat inovasi sebagai minuman fungsional dari lintah laut yang dicampur dengan temulawak dan rossela. Rasanya enak dan membuat segar badan. Begitu dipublikasi, banyak yang menghubungi saya, salah satunya dari RRI (Radio Republik Indonesia). Tapi kita tahu bahwa lintah laut ini belum ada yang membudidayakan,” jelasnya.
Selain itu, Prof Nurjanah juga mengembangkan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik yang menggunakan sistem zero waste (tidak menghasilkan limbah).
Ia memaparkan, salah satu mahasiswa bimbingannya sudah mengembangkan produk-produk tersebut di Rumah Rumput Laut (RRL). Ada produk lotion, krim muka, masker, pomade dan lip balm.
Produk-produk tersebut sudah diajukan paten, sebagian sudah mendapat paten, sudah mendapat izin Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), sehingga bisa dipasarkan.
Dosen yang termasuk tim perumus Standar Nasional Indonesia (SNI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini juga mulai mengembangkan garam rumput laut.
Residu dari pembuatan garam tersebut dijadikan sebagai bahan kosmetik scrub untuk mengatasi masalah penggunaan mikroplastik. Rumput laut yang digunakan adalah rumput laut yang tidak terpakai dari jenis rumput laut merah, cokelat, maupun hijau.
“Kita (Indonesia) ini memiliki spesies yang banyak dan campur-campur. Coba kita pergi ke laut, numpuk-numpuk itu ada biota yang di bawahnya nempel rumput laut. Makanya perlu kita perjuangkan bagaimana kombinasi atau pengembangan teknologi yang memanfaatkan seluruhnya secara continue,” katanya.
“Kita agak sulit untuk single species, nanti akan kesulitan bahan baku karena budidaya kita belum berhasil. Sebagian besar masih dari hasil tangkap,” tambahnya.
Prof Nurjanah senang dengan adanya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Ia berharap mahasiswa yang baru mengawali belajar mengenai ilmu perikanan bisa menggali secara fokus sampai ke hilir atau komersialisasi.
“Marine is our future. Tinggal mau mengoptimalkan atau tidak. Hasil perikanan adalah sumber bahan baku yang sangat baik untuk meningkatkan imunitas. Mulai dari protein/asam amino yang sangat baik, komponen bioaktif, vitamin dan mineral yang sangat lengkap bahkan kandungan seratnya. Bisnis di bidang perikanan ini peluangnya sangat banyak dan menjanjikan,” pungkasnya.
(mpw)