Untung, Guru Honorer Tanpa Dua Tangan yang Banjir Penghargaan dari Daerah dan Pusat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terlahir dengan keterbatasan fisik tidak membuat Pak Guru Untung patah semangat meneruskan cita-citanya menjadi seorang guru. Pria kelahiran Desa Batang-batang Daya, Kecamatan Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Madura, itu merupakan guru madrasah tanpa dua tangan.
Meskipun menjadi guru madrasah dengan keterbatasan fisik, justru beberapa penghargaan telah diraihnya. Mulai dari penghargaan pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Di tingkat daerah, Guru Untung beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai guru inspiratif.
Di tingkat pusat, selain sering tampil di acara bersekala nasional, Guru Untung juga mendapat penghargaan Madrasah Award dan Apresiasi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (ADIKTIS) 2021 kategori Unsur Masyarakat Peduli Madrasah.
Penghargaan ini membuatnya sangat bahagia, terlebih perjuangannya selama ini sebagai guru madrasah di dua sekolah yaitu MI dan MTs Miftahul Ulim Sumenep, Madura ternyata diperhatikan oleh sejumlah pihak.
"Alhamdulillah, penghargaan ini membuat saya bahagia," katanya kepada MNC Portal usai menerima penghargaan Madrasah Award dan Apresiasi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Adiktis) 2021 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat ini, pria 51 tahun ini mengajar sekaligus menjadi wali kelas 6 MI Miftahul Ulim Sumenep, Madura. Sementara, di MTs dia mengajar mata pelajaran Alquran dan Bahasa Arab.
Untung mengaku dalam berbagai aktivitas, termasuk mengajar selama ini menggunakan kedua kakinya. Hal ini tak menghalangi semangatnya, walaupun terlahir dalam keadaan difabel.
Semangat meraih pendidikannya ini dia dapat sejak kecil. Mulanya sang ibu enggan memberikannya izin sekolah karena khawatir Untung diejek teman-temannya karena keadaannya."Dulu waktu saya kecil ibu saya melarang untuk sekolah. Tapi saya diam-diam pergi (sekolah) dengan kakak saya," ujarnya.
Akan tetapi di tengah keterbatasannya sebagai difabel, Untung tidak berputus asa. Dia terus menggali potensi dirinya dan guru adalah cita-cita mulianya. "Kalau omongan orang tentang saya (Difabel) itu sudah biasa. Cuma bagaimana caranya saya bisa seperti yang lain, punya pendidikan, pekerjaan, hingga menikah dan punya anak," tuturnya.
Ayah dua anak ini mengatakan, sebagai guru dia tidak mengharapkan lebih. Honor yang didapat perbulannya hanya Rp600 ribu, tapi itu semua tetap Untung jalani dan bersyukur. "Kalau dibilang kurang honor segitu nggak akan ada habisnya. Bersyukur saja yang penting kan berkahnya," ujarnya.
Berkah menjadi guru dia dapatkan dari berbagai pihak. Bukan hanya penghargaan dari Madrasah Award dan ADIKTIS 2021 saja, beberapa pihak telah membantu Untung dan keluarganya pergi umrah dan haji.
Untung berpesan, jika niatnya mengajar tulus dari hati. Apalagi dia ingin menginspirasi para difabel di seluruh Indonesia agar tidak berputus asa dan terus berkarya, meski memiliki keterbatasan."Kita mengajar untuk masa depan, bukan masa lalu. Saya selalu bilang sama teman-teman difabel, agar tidak berputus asa dan tetap semangat," tuturnya.
Sementara, Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Prof. Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, agar guru madrasah seperti Untung tidak mematahkan semangatnya. Selain itu, Untung juga menjadi motivasi bagi semua guru, sehingga tetap berinovasi dalam segala hal dan di situasi apapun.
Ramdhani mendorong lembaga pendidikan agar mengedepankan pola pendekatan inovasi. hal ini untuk memberikan yang terbaik pada anak negeri dengan tidak hanya berpikir out of the box tapi harus without the box.
"Untuk menjadi the best maka kita harus menggunakan pola-pola tersendiri. kita selalu menggunakan pola pendekatan inovasi untuk memberikan yang terbaik. Kita tidak cukup dengan out of box, tetapi harus bekerja without of box, untuk menghadirkan yang terbaik," kata Ramdhani.
Menurutnya, dunia saat ini adalah dunia yang penuh dengan kontestasi. Penyelenggara pendidikan harus memiliki kekuatan daya tanding dan daya saing dengan berbagai elemen lainnya.
Tangga capaian prestasi merupakan sebuah langkah panjang dari berbagai ikhtiar dan doa yang menghasilkan dua kelompok, yaitu pemenang atau the winner dan orang yang kalah atau the loser.
"Bagi mereka yang belum memperoleh anugerah, mari belajar kembali agar kemudian anugerah itu dapat menyapa lembaga atau individu kita bersama. sebab, perlu kita sadar, pembelajar sepanjang hayat merupakan hal yang esensial dalam hidup kita semua," katanya.
Menurutnya, salah satu kemampuan elementer manusia adalah ketika dia beradaptasi dalam dinamika kehidupan, di mana proses pembelajaran tidak boleh berhenti pada sebuah titik.
Bahkan, lanjut dia, Banyak filusuf yang mengingatkan bahwa orang terpelajar hanyalah pemilik masa lalu dan orang yang terus belajar yang akan menjadi pemilik masa depan.
"Kalau kita hanya melakukan rata-rata maka kita akan habis tenggelam di telan masa. Hari ini kita harus melakukan upaya-upaya extra ordinary. Best practise itu penting, belajar dari institusi yang lebih maju penting, tapi kita harus menemukan practise-practise yang tidak sekedar best practise," harapnya.
Meskipun menjadi guru madrasah dengan keterbatasan fisik, justru beberapa penghargaan telah diraihnya. Mulai dari penghargaan pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Di tingkat daerah, Guru Untung beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai guru inspiratif.
Di tingkat pusat, selain sering tampil di acara bersekala nasional, Guru Untung juga mendapat penghargaan Madrasah Award dan Apresiasi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (ADIKTIS) 2021 kategori Unsur Masyarakat Peduli Madrasah.
Penghargaan ini membuatnya sangat bahagia, terlebih perjuangannya selama ini sebagai guru madrasah di dua sekolah yaitu MI dan MTs Miftahul Ulim Sumenep, Madura ternyata diperhatikan oleh sejumlah pihak.
"Alhamdulillah, penghargaan ini membuat saya bahagia," katanya kepada MNC Portal usai menerima penghargaan Madrasah Award dan Apresiasi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Adiktis) 2021 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Saat ini, pria 51 tahun ini mengajar sekaligus menjadi wali kelas 6 MI Miftahul Ulim Sumenep, Madura. Sementara, di MTs dia mengajar mata pelajaran Alquran dan Bahasa Arab.
Untung mengaku dalam berbagai aktivitas, termasuk mengajar selama ini menggunakan kedua kakinya. Hal ini tak menghalangi semangatnya, walaupun terlahir dalam keadaan difabel.
Semangat meraih pendidikannya ini dia dapat sejak kecil. Mulanya sang ibu enggan memberikannya izin sekolah karena khawatir Untung diejek teman-temannya karena keadaannya."Dulu waktu saya kecil ibu saya melarang untuk sekolah. Tapi saya diam-diam pergi (sekolah) dengan kakak saya," ujarnya.
Akan tetapi di tengah keterbatasannya sebagai difabel, Untung tidak berputus asa. Dia terus menggali potensi dirinya dan guru adalah cita-cita mulianya. "Kalau omongan orang tentang saya (Difabel) itu sudah biasa. Cuma bagaimana caranya saya bisa seperti yang lain, punya pendidikan, pekerjaan, hingga menikah dan punya anak," tuturnya.
Ayah dua anak ini mengatakan, sebagai guru dia tidak mengharapkan lebih. Honor yang didapat perbulannya hanya Rp600 ribu, tapi itu semua tetap Untung jalani dan bersyukur. "Kalau dibilang kurang honor segitu nggak akan ada habisnya. Bersyukur saja yang penting kan berkahnya," ujarnya.
Berkah menjadi guru dia dapatkan dari berbagai pihak. Bukan hanya penghargaan dari Madrasah Award dan ADIKTIS 2021 saja, beberapa pihak telah membantu Untung dan keluarganya pergi umrah dan haji.
Untung berpesan, jika niatnya mengajar tulus dari hati. Apalagi dia ingin menginspirasi para difabel di seluruh Indonesia agar tidak berputus asa dan terus berkarya, meski memiliki keterbatasan."Kita mengajar untuk masa depan, bukan masa lalu. Saya selalu bilang sama teman-teman difabel, agar tidak berputus asa dan tetap semangat," tuturnya.
Sementara, Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Prof. Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, agar guru madrasah seperti Untung tidak mematahkan semangatnya. Selain itu, Untung juga menjadi motivasi bagi semua guru, sehingga tetap berinovasi dalam segala hal dan di situasi apapun.
Ramdhani mendorong lembaga pendidikan agar mengedepankan pola pendekatan inovasi. hal ini untuk memberikan yang terbaik pada anak negeri dengan tidak hanya berpikir out of the box tapi harus without the box.
"Untuk menjadi the best maka kita harus menggunakan pola-pola tersendiri. kita selalu menggunakan pola pendekatan inovasi untuk memberikan yang terbaik. Kita tidak cukup dengan out of box, tetapi harus bekerja without of box, untuk menghadirkan yang terbaik," kata Ramdhani.
Menurutnya, dunia saat ini adalah dunia yang penuh dengan kontestasi. Penyelenggara pendidikan harus memiliki kekuatan daya tanding dan daya saing dengan berbagai elemen lainnya.
Tangga capaian prestasi merupakan sebuah langkah panjang dari berbagai ikhtiar dan doa yang menghasilkan dua kelompok, yaitu pemenang atau the winner dan orang yang kalah atau the loser.
"Bagi mereka yang belum memperoleh anugerah, mari belajar kembali agar kemudian anugerah itu dapat menyapa lembaga atau individu kita bersama. sebab, perlu kita sadar, pembelajar sepanjang hayat merupakan hal yang esensial dalam hidup kita semua," katanya.
Menurutnya, salah satu kemampuan elementer manusia adalah ketika dia beradaptasi dalam dinamika kehidupan, di mana proses pembelajaran tidak boleh berhenti pada sebuah titik.
Bahkan, lanjut dia, Banyak filusuf yang mengingatkan bahwa orang terpelajar hanyalah pemilik masa lalu dan orang yang terus belajar yang akan menjadi pemilik masa depan.
"Kalau kita hanya melakukan rata-rata maka kita akan habis tenggelam di telan masa. Hari ini kita harus melakukan upaya-upaya extra ordinary. Best practise itu penting, belajar dari institusi yang lebih maju penting, tapi kita harus menemukan practise-practise yang tidak sekedar best practise," harapnya.
(mpw)