Pakar IPB Ungkap Alasan Kenapa Chef Mayoritas Pria daripada Wanita

Jum'at, 24 Desember 2021 - 20:43 WIB
loading...
Pakar IPB Ungkap Alasan Kenapa Chef Mayoritas Pria daripada Wanita
Pakar IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Prof Dede Robiatul Adawiyah. Foto/Dok IPB University
A A A
JAKARTA - Juru masak profesional atau chef , kebanyakan dilakoni oleh laki-laki karena wanita dianggap tidak stabil secara sensori. Apakah ini fakta atau mitos?

Pakar IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Prof Dede Robiatul Adawiyah menampik hal itu. Ia menjelaskan, dalam risetnya yang menghitung nilai threshold sensori, ternyata ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.



“Perempuan ternyata lebih sensitif. Punya kemampuan mendeteksi rasa manis, pada konsentrasi yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan laki-laki. Tapi ada kelemahan pada perempuan. Yakni adanya siklus menstruasi maupun kehamilan yang mau tidak mau mempengaruhi sensitivitas seseorang. Sehingga di dalam pengujian sensori, ada ketentuan gender. Tidak boleh hanya laki-laki saja atau perempuan saja. Itu harus seimbang,” jelasnya dalam Konferensi Pers Pra Orasi Pengukuhan Guru Besar Tetap melalui siaran pers, Jumat (24/12/2021).

Itulah kenapa, lanjutnya, hanya laki-laki yang bisa menjadi chef adalah mitos. Kemampuan sensori tidak ditentukan oleh gender. Sehingga untuk memastikan apakah seseorang itu layak sebagai panelis (dalam riset sensori), yang diperlukan adalah konsistensi sensori.

“Seseorang dianggap punya performance yang baik dalam evaluasi sensori, ditentukan oleh beberapa ketentuan. Yakni mampu mendeteksi atau membedakan dan memiliki konsistensi atau bisa memberikan nilai yang sama dari waktu ke waktu dengan produk yang sama,” imbuhnya.



Menurutnya, laki-laki atau perempuan menjadi chef itu tidak ada ketentuan. Tapi memang diakui bahwa laki-laki itu lebih konsisten. Karena dia tidak terpengaruh dengan siklus metabolisme yang bervariasi.

“Untuk menghasilkan produk pangan yang sama dari hari ke hari itu perlu konsistensi. Itu yang mungkin bisa jadi kecenderungan kenapa banyak chef itu laki-laki,” terangnya.

Sementara itu, dalam materinya yang berjudul Peranan Ilmu Sensori dalam Pengembangan Produk di Industri Pangan, Prof Dede juga menjelaskan terkait ilmu sensori dan metode ujinya dalam industri pangan.

Menurutnya, saat ini sudah banyak metode uji sensori (lebih dari 30 metode). Dan metode-metode ini lebih banyak yang kuantitatif dibandingkan metode kualitatif.

“Pada beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran paradigma penggunaan instrumen uji sensori dari panel terlatih menjadi panel konsumen. Hal tersebut disukai oleh industri pangan, karena konsumen adalah pengguna akhir dari produk yang dihasilkan,” ujarnya.

Menurutnya, kemampuan industri untuk memahami posisi produk dalam perspektif sensori dari kategori produk yang ada di pasaran, termasuk produk kompetitor, menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan di pasaran.

Ia menambahkan bahwa penggunaan manusia sebagai instrumen ukur yang menjadi lingkup ilmu sensori akan terus digunakan dan berkembang di masa depan. Namun, tantangannya adalah pengontrolan terhadap manusia atau panel sensori yang digunakan.

“Teknik kalibrasi dan validasi panel sensori perlu ditetapkan dan distandarkan untuk meyakinkan hasil pengukuran sensori yang dihasilkan valid, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” jelasnya.

Ia menambahkan, adanya perbedaan kultur, kebiasaan makan di masing-masing negara menyebabkan perbedaan persepsi sensori. Memahami aspek perilaku konsumsi dan sosial di masing-masing negara menjadi kunci dalam bisnis global tersebut.

“Perkembangan ilmu dan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu sensori. Misalnya potensi aplikasi teknologi realitas virtual (VR) dan augmented (AR) dalam ilmu sensori. Bidang riset sensometrik dan biometrik juga akan menjadi fokus pengembangan ilmu sensori di masa datang dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan lain,” pungkasnya.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2204 seconds (0.1#10.140)