Peneliti ITB-Universitas Jember Gali Potensi Alam di Kota Seribu Gumuk

Sabtu, 25 Desember 2021 - 21:01 WIB
loading...
A A A
“Melalui survei ini, dilakukan pula pengambilan sampel fragmen batuan yang diambil dari 13 lokasi yang diteliti di Laboratorium Mineralog, Mikroskopi, dan Geokimia FTTM ITB. Kemudian, sampel ini dianalisis petrografi untuk mengetahui jenis haman penyusun gumuk. Berdasarkan penelitian, ada dua jenis material penyusun gumuk ini, yaitu breksi tufaan dan pasir tufaan,” jelasnya seperti dilansir dari laman resmi ITB, Sabtu (25/12/2021).

Ia melanjutkan, menurut Peta Geologi Lembar Jember (1992), wilayah penelitian ini dibagi menjadi tiga formasi batuan, yaitu Formasi Bagor, Formasi Gunug Api Raung, dan Tufa Argopuro. Penelitian terkait penyebaran gumuk pernah dilkukan oleh NASA melalui citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) pada tahun 2000.

Analisis multitemporal berdasarkan citra ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) oleh NASA juga dilkukan untuk mengetahui perubahan penyebaran gumuk dari tahun 2000 hingga 2020. Analisis ini dapat memperkirakan jumlah gumuk yang ditambang beserta lokasinya sehingga dapat diketahui keberadaan gumuk di Kabupaten Jember saat ini.

“Penelitian tak terhenti pada April 2021 saja. Survei secara geofisika (geolistrik tahanan jenis) dilakukan pada 23 – 29 Agustus 2021. Berdasarkan survei tersebut, didapatkan pola sebaran material sirtu yang tersisa di permukaan,” kata lulusan Paris School of Mines, Prancis, itu.

Pengolahan Bahan Galian yang Bermanfaat tetapi Berwawasan Lingkungan
Heriawan mengatakan, hal-hal yang didapatkan melalui penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan untuk pemerintah daerah terkait penyusunan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan, potensi alam yang dimiliki ‘Kota Seribu Gumuk’ tidak hanya sirtu, tetapi juga bijih besi, batu kapur, mangan, dan emas.

Kajian prosedur pengolahan bahan galian perlu dilakukan agar penambangan tetap memperhatikan kelestarian alam. Pengolahan bahan galian yang tidak tepat dapat menjadi bumerang bagi masyarakat setempat. Wilayah-wilayah lainnya yang telah berhasil memanfaatkan lokasi bekas tambang dapat menjadi referensi. Namun, dalam hal ini diperlukan pengawasan dan pengarahan pemerintah daerah setempat.
(mpw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1348 seconds (0.1#10.140)