Mengenal Rachmah Ida, Profesor Pertama Studi Media di Indonesia yang Masuk Top 100 Scientist
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guru besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Dra Rachmah Ida MComms PhD mendapatkan penghargaan internasional membanggakan sebagai Top 100 Scientist Social Sciences versi AD Scientific Index (Alper-Doger Scientific Index) beberapa waktu yang lalu. Penghargaan tersebut diperoleh berkat kontribusi riset dan penelitiannya selama ini di bidang audience, gender, dan komunikasi politik.
Prof Ida dinobatkan sebagai Guru Besar Studi Media Pertama di Indonesia pada 2014. Dilansir dari laman Google Cendekia, Prof Rachmah Ida berhasil menghasilkan buku dan artikel ilmiah lebih dari 100 karya.
Buku Diterbitkan Silkworm Books, Jerman
Prof Ida juga mendalami kajian tentang media hingga menghasilkan karya buku yang diterbitkan oleh Silkworm Books Jerman di 2010. Buku Imaging Muslim Women in Indonesian Ramadan Soap Operas karya Prof Ida tersebut bahkan menjadi buku yang dijual di Amazon.
“Saat itu belum banyak buku yang ditulis orang Indonesia yang terbit dan membahas tentang audience,” terangnya, dilansir dari laman resmi Unair, Sabtu (16/4/2022).
Baca: Mahasiswa ITS Teliti Buah Butun untuk Anestesi Alami Ikan Kerapu
Prof Ida mencoba memberikan pandangan kritis tentang media massa di Indonesia. Pandangan tersebut mampu membuka mata peneliti komunikasi di Indonesia untuk melihat media massa dengan kritis.
Selama ini, kata Prof Ida, tradisi penelitian hanya melihat bagaimana TV bisa mempengaruhi perilaku penontonnya. Penelitiannya mencoba melihat hubungan yang sangat erat antara kepemilikan TV dan media massa dan perilaku kapitalisme media massa di Indonesia
“Pada akhirnya hal itulah yang merugikan penonton sehingga penonton hanya bisa pasif, tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dan seolah menjadi target pasar dari komoditas media massa,” jelasnya.
Baca juga: Mahasiswa, Ini Perbedaan UI dan UX Designer
485 Kali Sitasi
Pada 2014, Prof Ida kembali menulis buku Metode Penelitian : Studi Media dan Kajian Budaya untuk didedikasikan kepada mahasiswa. Prof Ida ingin mengajari mahasiswa cara meneliti yang benar dari kacamata pendekatan perspektif media dan kajian budaya.
Buku tersebut kemudian mempunyai sitasi yang sangat besar. Dilansir dari Google Cendekia, buku Metode Penelitian : Studi Media dan Kajian Budaya telah dikutip sebanyak 485 kali.
“Bagi saya kebahagiaan tersendiri karena ilmu itu akhirnya bisa sampai ke mahasiswa saya terutama dan masyarakat umum secara luas, scholars, dan akademisi di Indonesia,” tuturnya.
Menginspirasi Peneliti Luar Negeri
Di salah satu chapter dalam jurnal internasional Journal of The Humanities and Social Sciences of Southeast Asia and Oceania, karya Prof Ida berhasil memberikan dampak yang besar di dunia penelitian. Tulisan tersebut banyak menjadi sitasi dan menginspirasi beberapa peneliti asing di luar negeri.
Prof Ida menulis karya berjudul “Politics and The Media in Twenty-First Century Indonesia : Decade of Democracy. Jurnal tersebut merupakan jurnal hasil karangan Prof Krishna Sen dan David T Hill.
“Dalam salah satu chapter itu, saya menunjukkan bagaimana pemilik media bersekongkol dengan penguasa, yang disebut oligarki media,” jelasnya.
Tulisan itu membuka mata banyak peneliti luar negeri memahami bahwa pemilik media di Indonesia sangat dekat dengan penguasa. Hal tersebut terbukti dengan sejak zaman Orde Baru hingga sekarang kepemilikan media di indonesia tidak berubah. Hampir semua media dekat dengan kekuasaan.
Prof Ida dinobatkan sebagai Guru Besar Studi Media Pertama di Indonesia pada 2014. Dilansir dari laman Google Cendekia, Prof Rachmah Ida berhasil menghasilkan buku dan artikel ilmiah lebih dari 100 karya.
Buku Diterbitkan Silkworm Books, Jerman
Prof Ida juga mendalami kajian tentang media hingga menghasilkan karya buku yang diterbitkan oleh Silkworm Books Jerman di 2010. Buku Imaging Muslim Women in Indonesian Ramadan Soap Operas karya Prof Ida tersebut bahkan menjadi buku yang dijual di Amazon.
“Saat itu belum banyak buku yang ditulis orang Indonesia yang terbit dan membahas tentang audience,” terangnya, dilansir dari laman resmi Unair, Sabtu (16/4/2022).
Baca: Mahasiswa ITS Teliti Buah Butun untuk Anestesi Alami Ikan Kerapu
Prof Ida mencoba memberikan pandangan kritis tentang media massa di Indonesia. Pandangan tersebut mampu membuka mata peneliti komunikasi di Indonesia untuk melihat media massa dengan kritis.
Selama ini, kata Prof Ida, tradisi penelitian hanya melihat bagaimana TV bisa mempengaruhi perilaku penontonnya. Penelitiannya mencoba melihat hubungan yang sangat erat antara kepemilikan TV dan media massa dan perilaku kapitalisme media massa di Indonesia
“Pada akhirnya hal itulah yang merugikan penonton sehingga penonton hanya bisa pasif, tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dan seolah menjadi target pasar dari komoditas media massa,” jelasnya.
Baca juga: Mahasiswa, Ini Perbedaan UI dan UX Designer
485 Kali Sitasi
Pada 2014, Prof Ida kembali menulis buku Metode Penelitian : Studi Media dan Kajian Budaya untuk didedikasikan kepada mahasiswa. Prof Ida ingin mengajari mahasiswa cara meneliti yang benar dari kacamata pendekatan perspektif media dan kajian budaya.
Buku tersebut kemudian mempunyai sitasi yang sangat besar. Dilansir dari Google Cendekia, buku Metode Penelitian : Studi Media dan Kajian Budaya telah dikutip sebanyak 485 kali.
“Bagi saya kebahagiaan tersendiri karena ilmu itu akhirnya bisa sampai ke mahasiswa saya terutama dan masyarakat umum secara luas, scholars, dan akademisi di Indonesia,” tuturnya.
Menginspirasi Peneliti Luar Negeri
Di salah satu chapter dalam jurnal internasional Journal of The Humanities and Social Sciences of Southeast Asia and Oceania, karya Prof Ida berhasil memberikan dampak yang besar di dunia penelitian. Tulisan tersebut banyak menjadi sitasi dan menginspirasi beberapa peneliti asing di luar negeri.
Prof Ida menulis karya berjudul “Politics and The Media in Twenty-First Century Indonesia : Decade of Democracy. Jurnal tersebut merupakan jurnal hasil karangan Prof Krishna Sen dan David T Hill.
“Dalam salah satu chapter itu, saya menunjukkan bagaimana pemilik media bersekongkol dengan penguasa, yang disebut oligarki media,” jelasnya.
Tulisan itu membuka mata banyak peneliti luar negeri memahami bahwa pemilik media di Indonesia sangat dekat dengan penguasa. Hal tersebut terbukti dengan sejak zaman Orde Baru hingga sekarang kepemilikan media di indonesia tidak berubah. Hampir semua media dekat dengan kekuasaan.
(nz)