Edukasi Internet Hindarkan Anak dari Kejahatan Daring
loading...
A
A
A
Internet menjadi pintu untuk mencari beragam informasi secara luas, termasuk layanan edukasi bagi anak. Namun di sisi lain, ada dampak negatif bila pemanfaatannya tidak dibarengi dengan pengawasan ketat.
End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia mengungkapkan, banyak informasi mengenai internet yang terus update atau berkembang sehingga perlunya dilakukan edukasi berulang kali.
“Pada awal mula dibuat, internet memang tidak dirancang untuk pengguna anak. Maka perkembangan informasi dan pengetahuan tentang dampak internet harus diedukasikan oleh orang tua maupun sesama anak agar anak bisa menjaga diri dan terhindar dari risiko-risiko negatif dari internet serta bisa mengoptimalkan penggunaan internet dengan baik. Hal ini tidak bisa kita lakukan hanya sekali dua kali,” ujar Program Manager ECPAT Indonesia Andy Ardian dalam diskusi daring, Kamis (18/6/2020).
(Baca: Kritisi Kerja Sama Kemendikbud - Netflix, DPR: Libatkan Anak Bangsa)
Selain manfaat internet seperti untuk belajar dan sosialisasi, informasi terkait jejak digital juga perlu dikenali anak. Segala aktivitas di internet akan meninggalkan jejak digital yang dapat dilihat orang lain atau terdata di dalam database.
Menurut Andy, rekam jejak tersebut bisa berdampak buruk jika dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan digital, seperti penipuan, hacking atau pembajakan, kekerasan dan eksploitasi.
“Eksploitasi seksual anak online ini yang sangat perlu untuk diwaspadai. Bentuk-bentuknya bisa berupa materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi anak, grooming atau pedekate untuk tujuan seksual online, sexting, pemerasan seksual hingga live streaming atau siaran langsung untuk kekerasan seksual pada anak,” jelasnya.
Ia menilai eksploitasi seksual anak secara daring terindikasi semakin merebak di masa pandemi Covid-19. Hal itu merujuk pada laporan yang diterima NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children) pada April 2020. Ada sekitar 4,2 juta konten eksploitasi seksual anak yang didistribusikan atau diakses. Jumlah itu meningkat 2 juta dalam sebulan dibanding data pada Maret 2020.
(Baca: Kemendikbud: Kurikulum Tak Perlu Dipaksakan Tuntas)
Menanggapi itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan pentingnya upaya-upaya pencegahan bersama yang dilakukan oleh orang tua dan anak untuk menghindari dampak buruk internet. Menurutnya ada empat hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya perlindungan anak dari kejahatan daring.
End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia mengungkapkan, banyak informasi mengenai internet yang terus update atau berkembang sehingga perlunya dilakukan edukasi berulang kali.
“Pada awal mula dibuat, internet memang tidak dirancang untuk pengguna anak. Maka perkembangan informasi dan pengetahuan tentang dampak internet harus diedukasikan oleh orang tua maupun sesama anak agar anak bisa menjaga diri dan terhindar dari risiko-risiko negatif dari internet serta bisa mengoptimalkan penggunaan internet dengan baik. Hal ini tidak bisa kita lakukan hanya sekali dua kali,” ujar Program Manager ECPAT Indonesia Andy Ardian dalam diskusi daring, Kamis (18/6/2020).
(Baca: Kritisi Kerja Sama Kemendikbud - Netflix, DPR: Libatkan Anak Bangsa)
Selain manfaat internet seperti untuk belajar dan sosialisasi, informasi terkait jejak digital juga perlu dikenali anak. Segala aktivitas di internet akan meninggalkan jejak digital yang dapat dilihat orang lain atau terdata di dalam database.
Menurut Andy, rekam jejak tersebut bisa berdampak buruk jika dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan digital, seperti penipuan, hacking atau pembajakan, kekerasan dan eksploitasi.
“Eksploitasi seksual anak online ini yang sangat perlu untuk diwaspadai. Bentuk-bentuknya bisa berupa materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi anak, grooming atau pedekate untuk tujuan seksual online, sexting, pemerasan seksual hingga live streaming atau siaran langsung untuk kekerasan seksual pada anak,” jelasnya.
Ia menilai eksploitasi seksual anak secara daring terindikasi semakin merebak di masa pandemi Covid-19. Hal itu merujuk pada laporan yang diterima NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children) pada April 2020. Ada sekitar 4,2 juta konten eksploitasi seksual anak yang didistribusikan atau diakses. Jumlah itu meningkat 2 juta dalam sebulan dibanding data pada Maret 2020.
(Baca: Kemendikbud: Kurikulum Tak Perlu Dipaksakan Tuntas)
Menanggapi itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan pentingnya upaya-upaya pencegahan bersama yang dilakukan oleh orang tua dan anak untuk menghindari dampak buruk internet. Menurutnya ada empat hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya perlindungan anak dari kejahatan daring.