Sempat Terpuruk, Mahasiswa UGM Tunanetra Ini Buktikan Bisa Jadi Wisudawan Terbaik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Giri Trisno Putra Sambada begitu bahagia sekaligus bangga berhasil menyandang gelar Sarjana dari Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Giri yang merupakan tunanetra mampu membuktikan keterbatasan fisik tak menjadi hambatan untuk menorehkan prestasi dengan IPK yang sangat memuaskan, yakni 3,43. Dia resmi diwisuda pada Rabu (23/2/2022).
Perjuangan Giri dalam meraih gelar tidak semudah yang dibayangkan. Awalnya ia memiliki penglihatan normal namun pada 2015 secara tiba-tiba kehilangan penglihatan. Hal itu pun sempat membuatnya terpuruk dah kehilangan motivasi.
"Saat masuk UGM masih bisa melihat, hingga semester dua, Allah mengambil pengelihatan saya secara total. Seolah runtuh semua cita-cita, hilang semua harapan, seperti tak mungkin lagi menjadi apa-apa," kata Giri seperti dilansir dari laman resmi UGM,Rabu (8/6/2022).
Giri mengisahkan fungsi penglihatannya mulai menurun saat mengikuti perkuliahan di kelas. Tanpa rasa sakit, tiba-tiba penglihatan samar dan berwarna putih. Ia pun didiagnosa mengalami peradangan saraf tanpa penyebab yang belum bisa diketahui.
Dia mengaku sedih kala itu karena sadar tidak bisa melihat seperti dulu. Bahkan, ia tak tahu bagaimana cara melanjutkan perkuliahan dengan kondisi tersebut hingga akhirnya memutuskan untuk cuti selama lima semester untuk pengobatan.
Penglihatannya justru semakin memburuk. Giri pun memotivasi diri sendiri bahwa keterbatasan tersebut tidak boleh menghalangi semua mimpinya untuk belajar di bangku perkuliahan.
“Saya berusaha untuk menunjukkan pada semua orang, meski penyandang disabilitas tapi bisa berprestasi yaitu dengan kembali kuliah,” ucapnya.
Dia mencoba untuk bangkit dan menerima kenyataan. Dengan semua keterbukaan dari UGM, Giri pun mengikuti pendidikan inklusif hingga dapat lulus.
"Dengan motivasi dan tekad yang tinggi serta keterbukaan UGM melayani pendidikan yang inklusif di hari ini saya bisa berada di wisuda ini bersama teman-teman,” sambung dia.
Semasa kuliah anak pertama dari pasangan Sutrisno (55) dan Ngersi Suprihatin (45) ini selalu berprestasi. Ia bahkan berhasil menerima beasiswa dari Tanoto Foundation saat S1 dan untuk S2 di FEB UGM. Saat ini, Giri telah resmi diterima di Magister Sains FEB UGM.
"Kondisi disabilitas merupakan sebuah keistimewaan yang menjadikannya sebagai ciri khas. Jadikanlah hal itu sebagai penyemangat untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin sehingga bisa menjadi juara di masyarakat," pesan dia.
Usai lulus menempuh pendidikan S2, Giri berencana turut ambil bagian dalam memajukan pendidikan di tanah air dengan menjadi dosen. Ia ingin berperan dalam mewujudkan Indonesia yang maju, terbuka, bertoleransi serta memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas melalui pendidikan sebagai pintu utamanya.
Sang Ibu Ngersi Suprihatin mengatakan puteranya merupakan sosok yang tekun, ulet dan memiliki semangat juang yang tinggi. Meski mengalami kehilangan pengelihatan secara tiba-tiba, Giri bangkit dan berusaha untuk menggapai impiannya.
“Dengan kondisi seperti itu biasanya anak akan merasa putus asa, tetapi Alhamdulillah Giri tidak patah semangat,” ujarnya.
Melihat pencapaian yang diraih Giri saat ini Ngersi tak henti-henti bersyukur. Ia sangat bangga pada putranya itu.
“Cukup bangga karena saya yang SD saja tidak lulus bisa memiliki anak yang lulus sarjana dengan kondisi ada keterbatasan fisik. Saya berharap apa yang diinginkan Giri bisa tercapai dan suatu saat ada keajaiban untuknya bisa melihat lagi,” katanya.
Perasan yang sama turut dirasakan oleh Sutrisno. Ia bahagia sekaligus bangga putranya dengan segala keterbatasan bisa terus berpretasi dan meraih gelar sarjana bahkan kini melanjutkan S2. Meski Sutrisno hanya mampu menempuh pendidikan hingga tingkat STM, namun ia berharap anak-anaknya bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya.
“Wisuda Giri ini menjadi kado ulang tahun saya yang sangat membanggakan. Harapannya apa yang dicita-citakan menjadi dosen bisa tercapai seizin Allah,”pungkasnya.
Giri yang merupakan tunanetra mampu membuktikan keterbatasan fisik tak menjadi hambatan untuk menorehkan prestasi dengan IPK yang sangat memuaskan, yakni 3,43. Dia resmi diwisuda pada Rabu (23/2/2022).
Perjuangan Giri dalam meraih gelar tidak semudah yang dibayangkan. Awalnya ia memiliki penglihatan normal namun pada 2015 secara tiba-tiba kehilangan penglihatan. Hal itu pun sempat membuatnya terpuruk dah kehilangan motivasi.
"Saat masuk UGM masih bisa melihat, hingga semester dua, Allah mengambil pengelihatan saya secara total. Seolah runtuh semua cita-cita, hilang semua harapan, seperti tak mungkin lagi menjadi apa-apa," kata Giri seperti dilansir dari laman resmi UGM,Rabu (8/6/2022).
Giri mengisahkan fungsi penglihatannya mulai menurun saat mengikuti perkuliahan di kelas. Tanpa rasa sakit, tiba-tiba penglihatan samar dan berwarna putih. Ia pun didiagnosa mengalami peradangan saraf tanpa penyebab yang belum bisa diketahui.
Dia mengaku sedih kala itu karena sadar tidak bisa melihat seperti dulu. Bahkan, ia tak tahu bagaimana cara melanjutkan perkuliahan dengan kondisi tersebut hingga akhirnya memutuskan untuk cuti selama lima semester untuk pengobatan.
Penglihatannya justru semakin memburuk. Giri pun memotivasi diri sendiri bahwa keterbatasan tersebut tidak boleh menghalangi semua mimpinya untuk belajar di bangku perkuliahan.
“Saya berusaha untuk menunjukkan pada semua orang, meski penyandang disabilitas tapi bisa berprestasi yaitu dengan kembali kuliah,” ucapnya.
Dia mencoba untuk bangkit dan menerima kenyataan. Dengan semua keterbukaan dari UGM, Giri pun mengikuti pendidikan inklusif hingga dapat lulus.
"Dengan motivasi dan tekad yang tinggi serta keterbukaan UGM melayani pendidikan yang inklusif di hari ini saya bisa berada di wisuda ini bersama teman-teman,” sambung dia.
Semasa kuliah anak pertama dari pasangan Sutrisno (55) dan Ngersi Suprihatin (45) ini selalu berprestasi. Ia bahkan berhasil menerima beasiswa dari Tanoto Foundation saat S1 dan untuk S2 di FEB UGM. Saat ini, Giri telah resmi diterima di Magister Sains FEB UGM.
"Kondisi disabilitas merupakan sebuah keistimewaan yang menjadikannya sebagai ciri khas. Jadikanlah hal itu sebagai penyemangat untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin sehingga bisa menjadi juara di masyarakat," pesan dia.
Usai lulus menempuh pendidikan S2, Giri berencana turut ambil bagian dalam memajukan pendidikan di tanah air dengan menjadi dosen. Ia ingin berperan dalam mewujudkan Indonesia yang maju, terbuka, bertoleransi serta memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas melalui pendidikan sebagai pintu utamanya.
Sang Ibu Ngersi Suprihatin mengatakan puteranya merupakan sosok yang tekun, ulet dan memiliki semangat juang yang tinggi. Meski mengalami kehilangan pengelihatan secara tiba-tiba, Giri bangkit dan berusaha untuk menggapai impiannya.
“Dengan kondisi seperti itu biasanya anak akan merasa putus asa, tetapi Alhamdulillah Giri tidak patah semangat,” ujarnya.
Melihat pencapaian yang diraih Giri saat ini Ngersi tak henti-henti bersyukur. Ia sangat bangga pada putranya itu.
“Cukup bangga karena saya yang SD saja tidak lulus bisa memiliki anak yang lulus sarjana dengan kondisi ada keterbatasan fisik. Saya berharap apa yang diinginkan Giri bisa tercapai dan suatu saat ada keajaiban untuknya bisa melihat lagi,” katanya.
Perasan yang sama turut dirasakan oleh Sutrisno. Ia bahagia sekaligus bangga putranya dengan segala keterbatasan bisa terus berpretasi dan meraih gelar sarjana bahkan kini melanjutkan S2. Meski Sutrisno hanya mampu menempuh pendidikan hingga tingkat STM, namun ia berharap anak-anaknya bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya.
“Wisuda Giri ini menjadi kado ulang tahun saya yang sangat membanggakan. Harapannya apa yang dicita-citakan menjadi dosen bisa tercapai seizin Allah,”pungkasnya.
(mpw)