IPB Lahirkan Varietas Bawang Merah Unggul, Ini Keunggulannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim peneliti bawang merah dari IPB University telah mengembangkan varietas bawang merah untuk mengatasi tantangan penyediaan bawang merah di Indonesia. Mereka berhasil mengembangkan varietas bawang merah Tajuk dan SS Sakato.
Tim peneliti tersebut terdiri dari Dr Awang Maharijaya, Prof Sobir, Prof MA Chozin dan Dr Heri Harti. Tim peneliti tersebut berasal dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University.
Baca juga: Kisah Desita, Anak Penjual Lauk Pauk Wisudawan UNY Peraih IPK Tertinggi 3,93
Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditi hortikultura strategis di Indonesia. Sebagai komoditas hortikultura, bawang merah memiliki arti penting bagi Indonesia karena merupakan bahan baku pangan dan industri. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan bawang merah akan terus meningkat.
Menurut Dr Awang, titik kritis yang mempengaruhi kegiatan agribisnis bawang merah adalah penyediaan varietas unggul dan benih bermutu dari varietas unggul tersebut. Diperlukan teknik produksi yang lebih ramah lingkungan melalui pembenah tanah, irigasi dan pengendalian hama dan penyakit, serta penanganan pascapanen yang sesuai.
“Saat ini produktivitas bawang merah nasional hanya sekitar 9.8 ton per hektar. Kondisi tersebut menyebabkan bisnis bawang tidak lagi terlalu menggiurkan bagi petani dikarenakan hasil yang tidak tinggi, padahal risiko kegagalan sangat tinggi,” ujar Dr Awang, melalui siaran pers, Rabu (31/8/2022).
Selain dari produktivitas, lanjutnya, masalah utamanya adalah terlalu bergantungnya pasokan bawang merah nasional dari Jawa Tengah (Brebes dan sekitarnya). Hal ini mengakibatkan sering terjadi kelangkaan bawang pada periode tertentu yang menyebabkan fluktuasi harga bawang merah. Oleh karena itu perlu diperkuat sentra-sentra baru yang mampu berproduksi, terutama di luar musim panen di daerah Brebes dan sekitarnya untuk meningkatkan stabilitas produksi.
Dr Awang Maharijaya, peneliti sekaligus Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) menyebutkan bahwa pengembangan varietas bawang merah dilaksanakan berdasarkan roadmap pengembangan bawang merah. Termasuk roadmap pemuliaan yang telah didisain sebelumnya.
“Kebetulan kami (PKHT) juga diminta membantu Kementerian Pertanian untuk menyusun roadmap pengembangan bawang merah di Indonesia. Salah satu program pengembangan bawang merah di Indonesia pada waktu itu adalah menyebar sentra produksi termasuk di luar Pulau Jawa untuk mengurangi ketergantungan yang terlalu tinggi (sekitar 89 persen) dari wilayah Pantai Utara (Pantura). Pada saat pengembangan inilah terlihat banyak daerah yang sangat strategis untuk mengembangkan bawang merah, namun sayangnya belum ada varietas terdaftar yang cocok dikembangkan di daerah-daerah baru tersebut,” imbuhnya.
Baca juga: Diliputi Antusiasme Audiens, Kuliah Umum Menko Airlangga di Singapura Tuai Pujian
Tim peneliti tersebut terdiri dari Dr Awang Maharijaya, Prof Sobir, Prof MA Chozin dan Dr Heri Harti. Tim peneliti tersebut berasal dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University.
Baca juga: Kisah Desita, Anak Penjual Lauk Pauk Wisudawan UNY Peraih IPK Tertinggi 3,93
Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditi hortikultura strategis di Indonesia. Sebagai komoditas hortikultura, bawang merah memiliki arti penting bagi Indonesia karena merupakan bahan baku pangan dan industri. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan bawang merah akan terus meningkat.
Menurut Dr Awang, titik kritis yang mempengaruhi kegiatan agribisnis bawang merah adalah penyediaan varietas unggul dan benih bermutu dari varietas unggul tersebut. Diperlukan teknik produksi yang lebih ramah lingkungan melalui pembenah tanah, irigasi dan pengendalian hama dan penyakit, serta penanganan pascapanen yang sesuai.
“Saat ini produktivitas bawang merah nasional hanya sekitar 9.8 ton per hektar. Kondisi tersebut menyebabkan bisnis bawang tidak lagi terlalu menggiurkan bagi petani dikarenakan hasil yang tidak tinggi, padahal risiko kegagalan sangat tinggi,” ujar Dr Awang, melalui siaran pers, Rabu (31/8/2022).
Selain dari produktivitas, lanjutnya, masalah utamanya adalah terlalu bergantungnya pasokan bawang merah nasional dari Jawa Tengah (Brebes dan sekitarnya). Hal ini mengakibatkan sering terjadi kelangkaan bawang pada periode tertentu yang menyebabkan fluktuasi harga bawang merah. Oleh karena itu perlu diperkuat sentra-sentra baru yang mampu berproduksi, terutama di luar musim panen di daerah Brebes dan sekitarnya untuk meningkatkan stabilitas produksi.
Dr Awang Maharijaya, peneliti sekaligus Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) menyebutkan bahwa pengembangan varietas bawang merah dilaksanakan berdasarkan roadmap pengembangan bawang merah. Termasuk roadmap pemuliaan yang telah didisain sebelumnya.
“Kebetulan kami (PKHT) juga diminta membantu Kementerian Pertanian untuk menyusun roadmap pengembangan bawang merah di Indonesia. Salah satu program pengembangan bawang merah di Indonesia pada waktu itu adalah menyebar sentra produksi termasuk di luar Pulau Jawa untuk mengurangi ketergantungan yang terlalu tinggi (sekitar 89 persen) dari wilayah Pantai Utara (Pantura). Pada saat pengembangan inilah terlihat banyak daerah yang sangat strategis untuk mengembangkan bawang merah, namun sayangnya belum ada varietas terdaftar yang cocok dikembangkan di daerah-daerah baru tersebut,” imbuhnya.
Baca juga: Diliputi Antusiasme Audiens, Kuliah Umum Menko Airlangga di Singapura Tuai Pujian