PSPP UMJ Teliti Polemik Mata Uang Asing di Perbatasan Sebatik

Sabtu, 03 September 2022 - 15:28 WIB
loading...
PSPP UMJ Teliti Polemik Mata Uang Asing di Perbatasan Sebatik
PSPP UMJ bersama BI melakukan penelitian mengenai Awareness Penggunaan Rupiah di daerah perbatasan. Foto/UMJ.
A A A
JAKARTA - Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir (PSPP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bersama Bank Indonesia (BI) melakukan penelitian mengenai Awareness Penggunaan Rupiah di daerah perbatasan Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara. Tim survei diketuai oleh Dr. Endang Rudiatin dengan multidispliner yaitu Dr. Meisanti, Dr. Sugiatmi, dan Mawar.

Riset dilatarbelakangi oleh potensi beredarnya mata uang asing sebagai alat pembayaran di kawasan perbatasan. Misalnya kasus di wilayah Sebatik, ada dua mata uang yaitu Rupiah Indonesia (Rp) dan Ringgit Malaysia (RM), yang akhirnya menimbulkan persaingan antara Rupiah dan Ringgit di perputaran ekonomi masyarakat lokal.

“Dari hasil penelitian ini masyarakat Sebatik dapat meneropong permasalahan Rupiah di kalangan mereka yang selama ini mereka abai dan dianggap sesuatu yang biasa saja. Mereka menemukan sendiri solusinya dengan bertekad untuk lebih Cinta Bangga Paham Rupiah,” ucap Endang Rudiatin, melalui keterangan resmi, Sabtu (3/9/2022).

Baca juga: Partai Perindo: Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandiri Harus Dipertahankan

Lebih lanjut, sesungguhnya penggunaan Rupiah telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 dan Surat Edaran (SE) No.17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Maret-April 2022 ini, didapatkan bahwa persepsi dan perilaku masyarakat terhadap Rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi ketergantungan ekonomi dengan negara Malaysia. Selanjutnya, hasil analisa pengetahuan masyarakat perbatasan tentang peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan mata uang selain Rupiah.

Ditemukan bahwa secara enkulturasi masyarakat lokal hanya mengetahui bahwa Ringgit dapat diperlakukan sama dengan Rupiah sebagai alat tukar dan berlaku dalam transaksi perdagangan. Bagi mereka ketiadaan larangan dari aparat pemerintah sama dengan mengizinkan membuat aturan sendiri tentang penggunaan Rupiah.

Endang Rudiatin dan timnya menjelaskan bagaimana penggunaan Rupiah di perbatasan sebagai alat pembayaran. Dari survei didapatkan fakta bahwa para pelintas batas terutama para pedagangnya baik kecil maupun besar, memiliki dwi identitas yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia dan Identity Card (IC) Malaysia, yang dipicu dari kesenjangan tingkat kesejahteraan di antara dua negara Indonesia-Malaysia.

Selain itu, banyaknya para pelintas batas memiliki kewarganegaraan ganda untuk kebutuhan kesejahteraan dan upaya melindungi hak asasi warga negara terhadap status kewarganegaraannya. Hal itu tentu tidak memungkinkan bagi Indonesia yang menganut satu kewarganegaraan.

Riset kualitatif tentang awareness terhadap penggunaan Rupiah masih sangat jarang, apalagi yg terkait gerakan Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah. Para peserta FGD pun memberikan validasi terhadap pemaparan hasil penelitian bahwa das Sollen das Sein penggunaan Rupiah terhadap mata uang asing di Sebatik masih belum seimbang. bahkan penegakkan hukum terhadap pengguna mata uang asing di Sebatik belum sepenuhnya dijalankan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1585 seconds (0.1#10.140)