Rektor IPB University Berharap RUU Sisdiknas Punya Tiga Sifat Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - RUU Sisdiknas yang resmi diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2022 masih menjadi pembahasan banyak kalangan. Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria, MSC pun berharap draf dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) harus memiliki tiga sifat.
"Saya berharap RUU ini punya tiga sifat," kata Arif Satria saat menjadi pembicara di Webinar Partai Perindo bertajuk "Mengkaji RUU Sisdiknas” pada Jumat, (16/9/2022).
Baca juga: PB PGRI Beri Catatan Ini Terkait Tunjangan Profesi Guru di RUU Sisdiknas
Pertama, kata dia RUU Sisdiknas harus memiliki sifat antisipasi. Artinya, mampu mengantisipasi tren-tren yang akan muncul di masa depan.
"Sehingga ini bisa diatur dari sekarang, kemungkinan-kemungkinan dibuka ruang-ruang, kemungkinan-kemungkinan perkembangan seperti itu," ujarnya.
Kedua, adaptasi tren yang saat ini sudah ada. Salah satu hal yang perlu ditambahkan dalam RUU Sisdiknas soal digital university.
"(Digital university) yang belum disentuh dalam RUU ini. Dalam RUU ini nggak ada digital university," jelas Arif.
Ketiga, adalah koreksi, yakni dengan melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada di dalam ketiga Undang-Undang yang dianggap kurang relevan lagi. Ketiga UU tersebut, yakni UU Sisdiknas, UU Perguruan Tinggi, serta UU Guru dan Dosen.
Contohnya, lanjut Arif soal Wajib Belajar 9 tahun. Padahal, dalam partisipasi kasar pendidikan, Wajib Belajar 9 tahun saat ini sudah menjadi 90 persen.
Seharusnya, ketentuan wajib belajar 9 tahun harus ditingkatkan menjadi 12 tahun.
Karenanya, dia meminta perangkat dalam UU Wajib Belajar 12 tahun harus dipertegas di dalam RUU Sisdiknas. Bahwa, Wajib Belajar 12 tahun sebuah keniscayaan yang harus dilakukan melalui UU.
"Agar apa? Agar mengangkat, sehingga tidak ada lagi lulusan orang-orang Indonesia itu lulusan SMP lagi, semua lulusan SMA," jelasnya.
Baca juga: Unpad Dukung Perubahan Seleksi Masuk PTN, Simak 3 Alasannya
Ia menegaskan tiga hal tersebut dari koreksi, adaptasi, dan antipasi yang harus dilakukan pemerintah dan DPR dalam melakukan RUU Sisdiknas. Termasuk juga dengan otonomi perguruan tinggi yang harus diperkuat.
"Itulah beberapa poin yang kita dorong agar benar-benar disentuh dan diperkuat serta menyeluruh kepada otonomi, digital university, maupun Wajib Belajar," pungkasnya.
Diketahui, pembahasan RUU Sisdiknas yang dilakukan pemerintah dan DPR terus menuai polemik.
Pasalnya, RUU tersebut akan menghilangkan sertifikasi maupun tunjangan guru dan satus Perguruan Tinggi Negeri berubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Apalagi, RUU tersebut nantinya akan melebur UU Sisdiknas, UU Perguruan Tinggi serta UU Guru dan Dosen - dalam satu peraturan di Omnibus Law menjadi UU Sisdiknas yang baru.
"Saya berharap RUU ini punya tiga sifat," kata Arif Satria saat menjadi pembicara di Webinar Partai Perindo bertajuk "Mengkaji RUU Sisdiknas” pada Jumat, (16/9/2022).
Baca juga: PB PGRI Beri Catatan Ini Terkait Tunjangan Profesi Guru di RUU Sisdiknas
Pertama, kata dia RUU Sisdiknas harus memiliki sifat antisipasi. Artinya, mampu mengantisipasi tren-tren yang akan muncul di masa depan.
"Sehingga ini bisa diatur dari sekarang, kemungkinan-kemungkinan dibuka ruang-ruang, kemungkinan-kemungkinan perkembangan seperti itu," ujarnya.
Kedua, adaptasi tren yang saat ini sudah ada. Salah satu hal yang perlu ditambahkan dalam RUU Sisdiknas soal digital university.
"(Digital university) yang belum disentuh dalam RUU ini. Dalam RUU ini nggak ada digital university," jelas Arif.
Ketiga, adalah koreksi, yakni dengan melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada di dalam ketiga Undang-Undang yang dianggap kurang relevan lagi. Ketiga UU tersebut, yakni UU Sisdiknas, UU Perguruan Tinggi, serta UU Guru dan Dosen.
Contohnya, lanjut Arif soal Wajib Belajar 9 tahun. Padahal, dalam partisipasi kasar pendidikan, Wajib Belajar 9 tahun saat ini sudah menjadi 90 persen.
Seharusnya, ketentuan wajib belajar 9 tahun harus ditingkatkan menjadi 12 tahun.
Karenanya, dia meminta perangkat dalam UU Wajib Belajar 12 tahun harus dipertegas di dalam RUU Sisdiknas. Bahwa, Wajib Belajar 12 tahun sebuah keniscayaan yang harus dilakukan melalui UU.
"Agar apa? Agar mengangkat, sehingga tidak ada lagi lulusan orang-orang Indonesia itu lulusan SMP lagi, semua lulusan SMA," jelasnya.
Baca juga: Unpad Dukung Perubahan Seleksi Masuk PTN, Simak 3 Alasannya
Ia menegaskan tiga hal tersebut dari koreksi, adaptasi, dan antipasi yang harus dilakukan pemerintah dan DPR dalam melakukan RUU Sisdiknas. Termasuk juga dengan otonomi perguruan tinggi yang harus diperkuat.
"Itulah beberapa poin yang kita dorong agar benar-benar disentuh dan diperkuat serta menyeluruh kepada otonomi, digital university, maupun Wajib Belajar," pungkasnya.
Diketahui, pembahasan RUU Sisdiknas yang dilakukan pemerintah dan DPR terus menuai polemik.
Pasalnya, RUU tersebut akan menghilangkan sertifikasi maupun tunjangan guru dan satus Perguruan Tinggi Negeri berubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Apalagi, RUU tersebut nantinya akan melebur UU Sisdiknas, UU Perguruan Tinggi serta UU Guru dan Dosen - dalam satu peraturan di Omnibus Law menjadi UU Sisdiknas yang baru.
(nnz)