Banyak di Belakang Meja, Mendikbud Dinilai Belum Jawab Kepercayaan Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sangat tinggi. Begitu pula sebaliknya, kepercayaan diri Nadiem terlalu tinggi untuk mampu bekerja dan membenahi ruang didik dan pendidikan di Indonesia, saat dilantik beberapa waktu lalu.
“Tapi ya, kepercayaan tinggi Jokowi kepada Nadiem dan kepercayaan diri Nadiem yang tinggi itu tak sebanding atau setara dengan apa yang dirasakan dalam dunia pendidikan kita, terutama masa pandemi ini. Nadiem lebih banyak di belakang meja daripada ke lapangan” ujar Direktur Eksekutif Indomedia Poll, David Krisna Alka, Jumat (3/7/2020). (Baca juga: Mendikbud: Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Akan Dipermanenkan)
Hal itu dia sampaikan saat Webinar yang diadakan Indomedia Poll, dengan tema “Refleksi Kebijakan Mendikbud: Mas Nadiem Bisa Apa?” Narasumbernya Guru Besar UIN Jakarta, Prof Azyumardi Azra, Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas, dan Retno Listyarti, Komisioner Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
David menyampaikan, ide dan inisiatif melakukan Webinar ini bermula dari “amarah” Presiden Jokowi kepada para menterinya tentang kerja yang kurang maksimal dan biasa-biasa aja yang dilakukan para menterinya di masa pandemi coronavirus (Covid-19). (Baca juga: Azyumardi Azra Nilai Raport Mendikbud Nadiem Makarim Merah)
“Dari sorotan riset media Indomedia Poll, beberapa kebijakan Mas Nadiem menuai kritik. Seperti belum adanya terobosan digitalisasi pendidikan. Padahal itu kan mandat presiden. Itu pula yang menjadi jualan keunggulan Nadiem diangkat Mendikbud. Apalagi masa pandemi, belum ada inovasi mengatasi pendidikan di era pandemi ini dari Nadiem” jelas David.
Selain itu, Nadiem juga jarang sekali turun ke lapangan. Padahal Jokowi selalu minta menterinya turun ke lapangan dan mendengar persoalan langsung. ”Bahkan, Jokowi pernah menyentil Nadiem; Mas Menteri, Indonesia bukan hanya Jakarta. Ada kesan, pendekatan Nadiem juga sangat elitis. Selain itu juga soal penyerapan anggaran rendah, salah satu tamengnya adalah sudah mendapat izin presiden. Ini kemunduran karena selama ini serapan anggaran Dikbud sangat baik,” kata David Krisna Alka. (Baca juga: Mendikbud Pastikan Relaksasi Pembayaran UKT di Seluruh PTN)
Senada, Darmaningtyas menyampaikan jauh-jauh hari sudah melontarkan kritik bahwa Nadiem tidak pantas menjadi Menteri Pendidikan. “Nadiem mungkin bisa mengurus ekonomi kreatif mungkin, namun tidak cocok untuk pendidikan. Dia menilai konsep Merdeka Belajar adalah konsep pendidikan orang-orang dahulu. Dia menceritakan dirinya dulu kuliah sambil berjualan. Isi dari panduan Merdeka Belajar kurang lebih sama dengan apa yang dijalani oleh orang-orang terdahulu” ungkap Darmaningtyas.
Begitu juga dengan Azyumardi Azra yang menyebut Mendikbud tidak memiliki pengalaman dalam bidang pendidikan. Pengalamannya adalah menjadi CEO Go-Jek yang merupakan startup unicorn. “Setelah 100 hari lebih menjabat sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan kinerja dalam Kemendikbud. Kemendikbud tidak mengurus pendidikan secara serius, terutama selama masa pandemi” tegas Azra.
Sementara, Retno Listyarti dalam webinar ini juga menyampaikan data dari KPAI. Menurutnya KPAI melakukan survei yang diikuti oleh 602 guru dan 1.700 siswa. “Hasil dari survei tersebut, di antaranya 56,9% responden tidak mengetahui adanya platform gratis Rumah Belajar dari Kemendikbud. Selain itu, korban dari pembelajaran jarak jauh bukan hanya siswa, melainkan juga guru. Dari survei ini, 17% guru tidak mendapatkan bimbingan apapun dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan. Sebanyak 79,9% responden siswa mengaku tidak ada interaksi dengan guru dan murid,” jelas Retno.
“Tapi ya, kepercayaan tinggi Jokowi kepada Nadiem dan kepercayaan diri Nadiem yang tinggi itu tak sebanding atau setara dengan apa yang dirasakan dalam dunia pendidikan kita, terutama masa pandemi ini. Nadiem lebih banyak di belakang meja daripada ke lapangan” ujar Direktur Eksekutif Indomedia Poll, David Krisna Alka, Jumat (3/7/2020). (Baca juga: Mendikbud: Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Akan Dipermanenkan)
Hal itu dia sampaikan saat Webinar yang diadakan Indomedia Poll, dengan tema “Refleksi Kebijakan Mendikbud: Mas Nadiem Bisa Apa?” Narasumbernya Guru Besar UIN Jakarta, Prof Azyumardi Azra, Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas, dan Retno Listyarti, Komisioner Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
David menyampaikan, ide dan inisiatif melakukan Webinar ini bermula dari “amarah” Presiden Jokowi kepada para menterinya tentang kerja yang kurang maksimal dan biasa-biasa aja yang dilakukan para menterinya di masa pandemi coronavirus (Covid-19). (Baca juga: Azyumardi Azra Nilai Raport Mendikbud Nadiem Makarim Merah)
“Dari sorotan riset media Indomedia Poll, beberapa kebijakan Mas Nadiem menuai kritik. Seperti belum adanya terobosan digitalisasi pendidikan. Padahal itu kan mandat presiden. Itu pula yang menjadi jualan keunggulan Nadiem diangkat Mendikbud. Apalagi masa pandemi, belum ada inovasi mengatasi pendidikan di era pandemi ini dari Nadiem” jelas David.
Selain itu, Nadiem juga jarang sekali turun ke lapangan. Padahal Jokowi selalu minta menterinya turun ke lapangan dan mendengar persoalan langsung. ”Bahkan, Jokowi pernah menyentil Nadiem; Mas Menteri, Indonesia bukan hanya Jakarta. Ada kesan, pendekatan Nadiem juga sangat elitis. Selain itu juga soal penyerapan anggaran rendah, salah satu tamengnya adalah sudah mendapat izin presiden. Ini kemunduran karena selama ini serapan anggaran Dikbud sangat baik,” kata David Krisna Alka. (Baca juga: Mendikbud Pastikan Relaksasi Pembayaran UKT di Seluruh PTN)
Senada, Darmaningtyas menyampaikan jauh-jauh hari sudah melontarkan kritik bahwa Nadiem tidak pantas menjadi Menteri Pendidikan. “Nadiem mungkin bisa mengurus ekonomi kreatif mungkin, namun tidak cocok untuk pendidikan. Dia menilai konsep Merdeka Belajar adalah konsep pendidikan orang-orang dahulu. Dia menceritakan dirinya dulu kuliah sambil berjualan. Isi dari panduan Merdeka Belajar kurang lebih sama dengan apa yang dijalani oleh orang-orang terdahulu” ungkap Darmaningtyas.
Begitu juga dengan Azyumardi Azra yang menyebut Mendikbud tidak memiliki pengalaman dalam bidang pendidikan. Pengalamannya adalah menjadi CEO Go-Jek yang merupakan startup unicorn. “Setelah 100 hari lebih menjabat sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan kinerja dalam Kemendikbud. Kemendikbud tidak mengurus pendidikan secara serius, terutama selama masa pandemi” tegas Azra.
Sementara, Retno Listyarti dalam webinar ini juga menyampaikan data dari KPAI. Menurutnya KPAI melakukan survei yang diikuti oleh 602 guru dan 1.700 siswa. “Hasil dari survei tersebut, di antaranya 56,9% responden tidak mengetahui adanya platform gratis Rumah Belajar dari Kemendikbud. Selain itu, korban dari pembelajaran jarak jauh bukan hanya siswa, melainkan juga guru. Dari survei ini, 17% guru tidak mendapatkan bimbingan apapun dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan. Sebanyak 79,9% responden siswa mengaku tidak ada interaksi dengan guru dan murid,” jelas Retno.
(cip)