Guru Besar ITS Kembali Masuk Top 2% Scientist in the World 2022
loading...
A
A
A
Alumnus doktoral University of New Brunswick, Kanada tahun 1992 itu mengungkapkan, penelitian yang dilakukannya tidak hanya sebatas publikasi semata. Namun, Riyan senantiasa hadir dalam mewujudkan hilirisasi hasil riset untuk diproduksi teknologi secara massal, sehingga bisa dimanfaatkan lebih luas oleh masyarakat. “Saya melakukan penelitian dasar, terapan, hingga pengembangan untuk mewujudkan produksi hasil inovasi sehingga tidak terbatas pada tulisan saja,” tandasnya.
Adapun dalam melakukan hilirisasi teknologi, Riyan menekankan mengenai pentingnya Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) dalam riset. Menyambung pernyataan sebelumnya, dosen kelahiran 1959 tersebut menjelaskan bahwa TKT memiliki sembilan tingkatan. Tingkat pertama hingga ketiga berupa penelitian dasar untuk publikasi, tingkat keempat hingga keenam berupa penelitian terapan untuk menghasilkan prototipe, dan tingkat ketujuh hingga kesembilan berupa hilirisasi hasil riset.
Sebagai ilmuwan yang lebih dari tiga dekade berkecimpung dalam riset, Riyan menilai bahwa riset merupakan kegiatan yang vital karena melahirkan penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kontribusi keilmuan baru dapat digunakan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam segala aspek kehidupan. “Setiap ada pengembangan ilmu baru, kita usahakan untuk membuat prototipe yang mengandung kebaruan dari riset dasar,” terangnya.
Demi mendorong kemajuan iklim riset, lelaki berkacamata ini berharap agar generasi-generasi muda di Indonesia bersedia terlibat langsung dalam penelitian, terutama demi kontinuitas peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang terus berganti. Ia juga berpesan bahwa mahasiswa pascasarjana merupakan motor penggerak riset di ITS, sehingga ide dan kreativitas harus menyatu untuk menghasilkan berbagai inovasi baru.
Sebagai publikasi tahunan, Top 2% Scientist in the World: Single Year Impact 2021-2022 versi keempat dapat diakses melalui laman resmi Elsevier melalui elsevier.digitalcommonsdata.com/datasets/btchxktzyw/4. Sebelumnya, Elsevier sudah menerbitkan versi pertama pada Juli 2019, versi kedua pada Oktober 2020, dan versi ketiga pada Oktober 2021.
Adapun dalam melakukan hilirisasi teknologi, Riyan menekankan mengenai pentingnya Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) dalam riset. Menyambung pernyataan sebelumnya, dosen kelahiran 1959 tersebut menjelaskan bahwa TKT memiliki sembilan tingkatan. Tingkat pertama hingga ketiga berupa penelitian dasar untuk publikasi, tingkat keempat hingga keenam berupa penelitian terapan untuk menghasilkan prototipe, dan tingkat ketujuh hingga kesembilan berupa hilirisasi hasil riset.
Sebagai ilmuwan yang lebih dari tiga dekade berkecimpung dalam riset, Riyan menilai bahwa riset merupakan kegiatan yang vital karena melahirkan penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kontribusi keilmuan baru dapat digunakan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam segala aspek kehidupan. “Setiap ada pengembangan ilmu baru, kita usahakan untuk membuat prototipe yang mengandung kebaruan dari riset dasar,” terangnya.
Demi mendorong kemajuan iklim riset, lelaki berkacamata ini berharap agar generasi-generasi muda di Indonesia bersedia terlibat langsung dalam penelitian, terutama demi kontinuitas peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang terus berganti. Ia juga berpesan bahwa mahasiswa pascasarjana merupakan motor penggerak riset di ITS, sehingga ide dan kreativitas harus menyatu untuk menghasilkan berbagai inovasi baru.
Sebagai publikasi tahunan, Top 2% Scientist in the World: Single Year Impact 2021-2022 versi keempat dapat diakses melalui laman resmi Elsevier melalui elsevier.digitalcommonsdata.com/datasets/btchxktzyw/4. Sebelumnya, Elsevier sudah menerbitkan versi pertama pada Juli 2019, versi kedua pada Oktober 2020, dan versi ketiga pada Oktober 2021.
(nnz)