Sejarah STOVIA, Sekolah Kedokteran Zaman Belanda Penghasil Pahlawan Nasional Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) merupakan salah satu sekolah yang didirikan oleh Belanda untuk Pribumi. Dibangun sejak abad ke-19, sekolah yang dikenal sebagai Sekolah Dokter Djawa ini berada di Batavia zaman Hindia Belanda .
Dikutip dari ditsmp.kemdikbud.go.id, dibentuknya sekolah ini dikarenakan kala itu sedang terjadi wabah penyakit yang tersebar di Pulau Jawa yang membuat Pemerintah Belanda mengalami kesulitan.
Baca juga : Ini Alasan Stovia Akhirnya Harus Dibentuk Oleh Belanda
Untuk membawa tenaga dokter dari Eropa diperlukan biaya yang tidak sedikit. Ketimbang membawa tenaga kesehatan Pemerintah Belanda berpikir untuk mendirikan sekolah kedokteran.
Pemerintah Hindia Belanda lantas membentuk STOVIA dalam rangka membentuk pendidikan medis untuk pribumi agar dapat menghasilkan dokter yang cakap dalam bidang kesehatan.
Menurut Jurnal bertajuk Perkembangan Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia, Sekolah ini bertujuan untuk mendidik tenaga kesehatan tingkat rendah dengan syarat calon siswa baru harus dari kalangan elit Jawa.
Syarat berikutnya adalah, usia minimal bagi siswa adalah 16 tahun. Dengan masa pendidikan yang berlangsung selama dua tahun menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar.
Lulusan dari STOVIA ini pada awalnya bekerja sebagai "Mantri Cacar", kemudian setelah perubahan masa studi menjadi tiga tahun, mereka diperbolehkan untuk membuka praktek sendiri.
Pada tahun 1903, STOVIA meningkatkan syarat-syarat untuk para pendaftarnya yang merupakan salah satu bentuk politik etis Belanda.
Para tenaga medis alumni sekolah kedokteran ini sangat dibutuhkan di perkebunan Deli, Sumatera Timur, yang berminat untuk mendapatkan tenaga-tenaga medis berkualitas dan murah.
Baca juga : Dokter Anak Tegaskan Indonesia Belum Siap Buka Kegiatan Sekolah
Kemudian, lulusan STOVIA juga berperan dalam menangani wabah penyakit yang muncul pada tahun 1911. Dengan adanya sekolah ini tentu memberikan pengaruh besar bagi dunia kesehatan Hindia Belanda kala itu.
Kebanyakan siswa kedokteran ini berasal dari kalangan berada, STOVIA juga turut memberi pengaruh dalam hal sosial politik. Karenanya para siswa tidak hanya diajarkan tentang ilmu medis saja, namun juga tentang nasionalisme dan pentingnya kemerdekaan.
STOVIA terletak di Weltevreden, pusat Kota Batavia yang juga pusat kegiatan politik, ekonomi,dan kebudayaan.
Puncak pemikiran dari siswa STOVIA yaitu ketika dokter Wahidin Soedirihuesodo di bawah pimpinan dokter Soetomo mendeklarasikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Beberapa tokoh Pahlawan Nasional juga turut tercipta lewat lembaga pendidikan buatan Belanda ini. Sebut saja seperti dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T. Ario Tirtokusumo.
Mereka adalah para aktivis intelektual sekaligus pendiri Boedi Oetomo, yakni organisasi pertama di masa pergerakan nasional.
Dikutip dari ditsmp.kemdikbud.go.id, dibentuknya sekolah ini dikarenakan kala itu sedang terjadi wabah penyakit yang tersebar di Pulau Jawa yang membuat Pemerintah Belanda mengalami kesulitan.
Baca juga : Ini Alasan Stovia Akhirnya Harus Dibentuk Oleh Belanda
Untuk membawa tenaga dokter dari Eropa diperlukan biaya yang tidak sedikit. Ketimbang membawa tenaga kesehatan Pemerintah Belanda berpikir untuk mendirikan sekolah kedokteran.
Pemerintah Hindia Belanda lantas membentuk STOVIA dalam rangka membentuk pendidikan medis untuk pribumi agar dapat menghasilkan dokter yang cakap dalam bidang kesehatan.
Menurut Jurnal bertajuk Perkembangan Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia, Sekolah ini bertujuan untuk mendidik tenaga kesehatan tingkat rendah dengan syarat calon siswa baru harus dari kalangan elit Jawa.
Syarat berikutnya adalah, usia minimal bagi siswa adalah 16 tahun. Dengan masa pendidikan yang berlangsung selama dua tahun menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar.
Lulusan dari STOVIA ini pada awalnya bekerja sebagai "Mantri Cacar", kemudian setelah perubahan masa studi menjadi tiga tahun, mereka diperbolehkan untuk membuka praktek sendiri.
Pada tahun 1903, STOVIA meningkatkan syarat-syarat untuk para pendaftarnya yang merupakan salah satu bentuk politik etis Belanda.
Para tenaga medis alumni sekolah kedokteran ini sangat dibutuhkan di perkebunan Deli, Sumatera Timur, yang berminat untuk mendapatkan tenaga-tenaga medis berkualitas dan murah.
Baca juga : Dokter Anak Tegaskan Indonesia Belum Siap Buka Kegiatan Sekolah
Kemudian, lulusan STOVIA juga berperan dalam menangani wabah penyakit yang muncul pada tahun 1911. Dengan adanya sekolah ini tentu memberikan pengaruh besar bagi dunia kesehatan Hindia Belanda kala itu.
Kebanyakan siswa kedokteran ini berasal dari kalangan berada, STOVIA juga turut memberi pengaruh dalam hal sosial politik. Karenanya para siswa tidak hanya diajarkan tentang ilmu medis saja, namun juga tentang nasionalisme dan pentingnya kemerdekaan.
STOVIA terletak di Weltevreden, pusat Kota Batavia yang juga pusat kegiatan politik, ekonomi,dan kebudayaan.
Puncak pemikiran dari siswa STOVIA yaitu ketika dokter Wahidin Soedirihuesodo di bawah pimpinan dokter Soetomo mendeklarasikan organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.
Beberapa tokoh Pahlawan Nasional juga turut tercipta lewat lembaga pendidikan buatan Belanda ini. Sebut saja seperti dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T. Ario Tirtokusumo.
Mereka adalah para aktivis intelektual sekaligus pendiri Boedi Oetomo, yakni organisasi pertama di masa pergerakan nasional.
(bim)