Cegah Ekstremisme di Sekolah, Materi Moderasi Beragama Masuk dalam Pelajaran Islam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Materi moderasi beragama akan masuk dalam mata pelajaran rumpun pendidikan keagamaan Islam. Saat ini, Kementerian Agama (Kemenag) sedang melakukan finalisasi modul pembelajarannya agar bisa digunakan oleh guru pengampu mata pelajaran.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah pada Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Zain mengatakan, penyusunan modul pembelajaran moderasi beragama merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024.
"Tahun ini kita sudah harus menginformasikan moderasi beragama itu masuk ke level satuan pendidikan dan menjangkau para peserta didik. Pada tahun-tahun sebelumnya penguatan moderasi beragama menyasar para pendidik, para guru, tahun ini mau tidak mau moderasi beragama harus masuk pada level peserta didik. Mereka harus paham betul moderasi beragama," ujar Muhammad Zain di sela Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama bagi Guru dan Tendik Madrasah, Rabu (14/12/2022).
Zain menjelaskan, materi moderasi beragama diintegrasikan ke dalam mata pelajaran rumpun pendidikan Islam, seperti Aqidah Ahlak, Sejarah Kebudayaan islam, Fikih, dan Al-Qur'an Hadis. Diharapkan nantinya melalui modul pembelajaran yang disusun bisa memperkuat moderasi beragama sampai level peserta didik.
Ia menaruh perhatian kepada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam review kali ini. Menurutnya, harus ada pembaruan pembahasan dalam mata pelajaran tersebut. Sebelumnya Sejarah Kebudayaan Islam menonjolkan penaklukan oleh kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau yang tak jarang digunakan oleh para ekstremis sebagai salah satu pedoman dalam membenarkan perilaku di masa kini.
Melalui modul ini, kata Zain, pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam harus mengedepankan nilai-nilai sosial, bagaimana Islam di masa lalu menerapkan moderasi beragama dalam berbagai aspek.
"Bagian sejarah yang selama ini harus kita elaborasi tentang sejarah Al Mitsaqul Madinah, Konstitusi Madinah, kemudian juga Assulh Al Hudaibiyah, juga tentang sejarah Fatkhul Makkah dan sebagainya. Direktorat GTK akan memberikan guidance kepada guru agar lebih mudah dalam mengelaborasi moderasi beragama dalam pengajaran pendidikan Islam," katanya.
Ketua Pokja Moderasi Beragama Ditjen Pendis, Anis Masykhur menambahkan, melalui modul ini para siswa diberikan imunitas dalam menangkal informasi yang mendorong mereka terlibat dalam aksi radikalisme atau ekstrimisme berbasis keagamaan.
"Nah di sinilah kemudian mengapa buku atau modul ini penting untuk diselesaikan. Ekstremisme dalam pendidikan itu setidaknya masuk melalui tiga pintu, pertama adalah melalui guru, yang kedua kurikulum, lalu yang ketiga melalui organisasi siswa, semacam rohis dan sejenisnya," kata Kepala Sub Direktorat Bina GTK MA/MAK ini.
Menurut Anis, penyusunan modul moderasi beragama bertujuan memangkas pintu masuk ekstremisme atau radikalisme melalui kurikulum dan guru. "Kita harapkan persoalan di kurikulum dan siswa selesai, argumen guru bisa menyampaikan yang benar ketika menyampaikan ke peserta didik," katanya.
Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama bagi Guru dan Tendik Madrasah dihadiri para pemangku kebijakan yang mumpuni di bidangnya, antara lain, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Ditektorat GTk Madrasah, Ajang Pradita; Dr Latifatul Hasanah dari Universitas Islamic Village Tangerang.
Lainnya, Dr Asep Nursobah, M Ag dari UIN Bandung; Agus Muhammad dari P3M Jakarta; Dr Poppy Puadah dari UID Jakarta; Dr Siti Nur Shalihah dari UIN SMH Banten; Dr Fuad Msykur dari STAI Bina Mandiri Tangerang; Abusiri, M.Ag dan Dr Suhada, MA dari STAI Al Hikmah Jakarta; dan Rokani Darsyah dari Institut Ilmu Quran Jakarta.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah pada Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Zain mengatakan, penyusunan modul pembelajaran moderasi beragama merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024.
"Tahun ini kita sudah harus menginformasikan moderasi beragama itu masuk ke level satuan pendidikan dan menjangkau para peserta didik. Pada tahun-tahun sebelumnya penguatan moderasi beragama menyasar para pendidik, para guru, tahun ini mau tidak mau moderasi beragama harus masuk pada level peserta didik. Mereka harus paham betul moderasi beragama," ujar Muhammad Zain di sela Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama bagi Guru dan Tendik Madrasah, Rabu (14/12/2022).
Zain menjelaskan, materi moderasi beragama diintegrasikan ke dalam mata pelajaran rumpun pendidikan Islam, seperti Aqidah Ahlak, Sejarah Kebudayaan islam, Fikih, dan Al-Qur'an Hadis. Diharapkan nantinya melalui modul pembelajaran yang disusun bisa memperkuat moderasi beragama sampai level peserta didik.
Ia menaruh perhatian kepada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam review kali ini. Menurutnya, harus ada pembaruan pembahasan dalam mata pelajaran tersebut. Sebelumnya Sejarah Kebudayaan Islam menonjolkan penaklukan oleh kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau yang tak jarang digunakan oleh para ekstremis sebagai salah satu pedoman dalam membenarkan perilaku di masa kini.
Melalui modul ini, kata Zain, pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam harus mengedepankan nilai-nilai sosial, bagaimana Islam di masa lalu menerapkan moderasi beragama dalam berbagai aspek.
"Bagian sejarah yang selama ini harus kita elaborasi tentang sejarah Al Mitsaqul Madinah, Konstitusi Madinah, kemudian juga Assulh Al Hudaibiyah, juga tentang sejarah Fatkhul Makkah dan sebagainya. Direktorat GTK akan memberikan guidance kepada guru agar lebih mudah dalam mengelaborasi moderasi beragama dalam pengajaran pendidikan Islam," katanya.
Ketua Pokja Moderasi Beragama Ditjen Pendis, Anis Masykhur menambahkan, melalui modul ini para siswa diberikan imunitas dalam menangkal informasi yang mendorong mereka terlibat dalam aksi radikalisme atau ekstrimisme berbasis keagamaan.
"Nah di sinilah kemudian mengapa buku atau modul ini penting untuk diselesaikan. Ekstremisme dalam pendidikan itu setidaknya masuk melalui tiga pintu, pertama adalah melalui guru, yang kedua kurikulum, lalu yang ketiga melalui organisasi siswa, semacam rohis dan sejenisnya," kata Kepala Sub Direktorat Bina GTK MA/MAK ini.
Menurut Anis, penyusunan modul moderasi beragama bertujuan memangkas pintu masuk ekstremisme atau radikalisme melalui kurikulum dan guru. "Kita harapkan persoalan di kurikulum dan siswa selesai, argumen guru bisa menyampaikan yang benar ketika menyampaikan ke peserta didik," katanya.
Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama bagi Guru dan Tendik Madrasah dihadiri para pemangku kebijakan yang mumpuni di bidangnya, antara lain, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Ditektorat GTk Madrasah, Ajang Pradita; Dr Latifatul Hasanah dari Universitas Islamic Village Tangerang.
Lainnya, Dr Asep Nursobah, M Ag dari UIN Bandung; Agus Muhammad dari P3M Jakarta; Dr Poppy Puadah dari UID Jakarta; Dr Siti Nur Shalihah dari UIN SMH Banten; Dr Fuad Msykur dari STAI Bina Mandiri Tangerang; Abusiri, M.Ag dan Dr Suhada, MA dari STAI Al Hikmah Jakarta; dan Rokani Darsyah dari Institut Ilmu Quran Jakarta.
(mpw)