Kepercayaan Presiden terhadap Akademisi Dinilai Semakin Luntur
A
A
A
JAKARTA - Rencana rektor perguruan tinggi dipilih melalui pertimbangan presiden terus mendapat pertentangan dari publik. Rencana tersebut dinilai sebagai bentuk upaya mengintervensi kampus untuk kepentingan politik tertentu.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Matraji khawatir jika rencana itu berjalan mulus bisa mengubah kampus menjadi daerah kekuasaan partai politik. Dia mengingatkan, kampus memiliki otonomi sendiri.
"Berarti presiden tidak mempercayai ilmuan, akademisi, dan guru besar yang ada di kampus," ujar Ubaid kepada SINDOnews melalui telepon, Jumat (2/6/2017).
Dia menegaskan, adanya kekhawatiran jaringan ISIS masuk dunia kampus bukan alasan tepat untuk memuluskan rencana tersebut. Menurutnya kementerian terkait cukup melakukan evaluasi pola pendidikan di kampus dan sekolah yang terindikasi disusupi paham radikal, bukan membuat rencana pemilihan rektor melalui pertimbangan presiden. (Baca: Klarifikasi Mendagri Soal Rektor Dipilih Presiden)
"Pola pendidikan agama di sekolah dan kampus perlu dievaluasi," ucapnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid Matraji khawatir jika rencana itu berjalan mulus bisa mengubah kampus menjadi daerah kekuasaan partai politik. Dia mengingatkan, kampus memiliki otonomi sendiri.
"Berarti presiden tidak mempercayai ilmuan, akademisi, dan guru besar yang ada di kampus," ujar Ubaid kepada SINDOnews melalui telepon, Jumat (2/6/2017).
Dia menegaskan, adanya kekhawatiran jaringan ISIS masuk dunia kampus bukan alasan tepat untuk memuluskan rencana tersebut. Menurutnya kementerian terkait cukup melakukan evaluasi pola pendidikan di kampus dan sekolah yang terindikasi disusupi paham radikal, bukan membuat rencana pemilihan rektor melalui pertimbangan presiden. (Baca: Klarifikasi Mendagri Soal Rektor Dipilih Presiden)
"Pola pendidikan agama di sekolah dan kampus perlu dievaluasi," ucapnya.
(kur)