Tolak Dipindahkan ke Pedesaan, Tunjangan Profesi Guru Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal memberikan sanksi tegas berupa penundaan tunjangan profesi kepada para guru yang menolak program redistribusi. Proses redistribusi merupakan upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan guru-guru di kawasan pedesaan dan daerah tertinggal.
Berdasarkan data Kemendikbud, saat ini terjadi kekurangan 988.133 guru. Kekurangan tersebut antarai lain guru TK 5.522, SD 460.542, SMP 301.149, SMA 110.227, SMK 100.071, dan SLB 10.572. Kekurangan terjadi karena pensiun, mutasi, promosi, meninggal, penambahan ruang kelas baru, penambahan unit sekolah baru, dan lain-lain.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidik Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan kekurangan guru tersebut merupakan angka kasar sebelum dilakukan redistribusi. Dia mengatakan kebijakan sanksi bagi penolakan redistribusi akan disosialisasikan kepada kepala dinas di daerah. "Semester depan kalau tidak mau diredistribusikan akan pending pembayaran tunjangannya. Ngapain numpuk di satu tempat kita bayarin," katanya, Selasa (22/11/2017).
Hamid mengakui bahwa penumpukan terjadi di wilayah perkotaan, sedangkan di kawasan pedesaan dan daerah terluar kekurangan guru. Saat ini pihaknya masih menunggu daerah untuk bergerak melakukan redistribusi. "Jadi nanti jika di satu sekolah kebutuhan guru IPA dua orang ternyata ada empat, kita dorong dinas redistribusi yang dua. Kalau tidak dilakukan, ya tidak dibayar. Jadi harus dilakukan. Nanti ada surat edaran atau peraturan menteri ataupun dalam bentuk surat keputusan," jelasnya.
Dia mengatakan imbauan untuk melakukan distribusi sudah terus dilakukan, tapi tidak banyak daerah yang merespons. Hal ini menurutnya karena banyak kepala dinas yang tidak berani melakukan karena berbagai alasan. "Sebenarnya sudah ada yang lakukan redistribusi, tapi tidak banyak. Macam-macam alasannya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kemenpan-RB Arizal bahwa nyaris semua daerah tidak melakukan redistribusi sebagaimana yang diimbau oleh pusat. Menurutnya, salah satu faktor yang membuat daerah enggan melakukan ini adalah faktor politik dari kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian.
Berdasarkan data Kemendikbud, saat ini terjadi kekurangan 988.133 guru. Kekurangan tersebut antarai lain guru TK 5.522, SD 460.542, SMP 301.149, SMA 110.227, SMK 100.071, dan SLB 10.572. Kekurangan terjadi karena pensiun, mutasi, promosi, meninggal, penambahan ruang kelas baru, penambahan unit sekolah baru, dan lain-lain.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidik Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan kekurangan guru tersebut merupakan angka kasar sebelum dilakukan redistribusi. Dia mengatakan kebijakan sanksi bagi penolakan redistribusi akan disosialisasikan kepada kepala dinas di daerah. "Semester depan kalau tidak mau diredistribusikan akan pending pembayaran tunjangannya. Ngapain numpuk di satu tempat kita bayarin," katanya, Selasa (22/11/2017).
Hamid mengakui bahwa penumpukan terjadi di wilayah perkotaan, sedangkan di kawasan pedesaan dan daerah terluar kekurangan guru. Saat ini pihaknya masih menunggu daerah untuk bergerak melakukan redistribusi. "Jadi nanti jika di satu sekolah kebutuhan guru IPA dua orang ternyata ada empat, kita dorong dinas redistribusi yang dua. Kalau tidak dilakukan, ya tidak dibayar. Jadi harus dilakukan. Nanti ada surat edaran atau peraturan menteri ataupun dalam bentuk surat keputusan," jelasnya.
Dia mengatakan imbauan untuk melakukan distribusi sudah terus dilakukan, tapi tidak banyak daerah yang merespons. Hal ini menurutnya karena banyak kepala dinas yang tidak berani melakukan karena berbagai alasan. "Sebenarnya sudah ada yang lakukan redistribusi, tapi tidak banyak. Macam-macam alasannya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kemenpan-RB Arizal bahwa nyaris semua daerah tidak melakukan redistribusi sebagaimana yang diimbau oleh pusat. Menurutnya, salah satu faktor yang membuat daerah enggan melakukan ini adalah faktor politik dari kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian.
(amm)