Sekolah Berwenang Tentukan Jadwal USBN SD Sendiri

Jum'at, 12 Januari 2018 - 10:54 WIB
Sekolah Berwenang Tentukan Jadwal USBN SD Sendiri
Sekolah Berwenang Tentukan Jadwal USBN SD Sendiri
A A A
JAKARTA - Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) jenjang SD dipastikan tidak berlangsung serentak.

Meski USBN berstatus ujian nasional, sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri jadwalnya. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan, jadwal pelaksanaan USBN diserahkan ke sekolah masing-masing.

Meski demikian, pelaksanaannya tidak boleh berbenturan dengan agenda ujian nasional (UN). Diketahui UN SMP berlangsung 23-26 April, sedangkan UN SMA 9-12 April dan UN SMK 2-5 April.

"Yang penting tidak bentrok dengan UN. USBN bisa duluan sebelum UN atau sesudah. Tahun ini pertengahan Maret sudah puasa, maka silakan sekolah mengatur," katanya di Kantor Kemendikbud. Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, tahun ini sudah disepakati bahwa tidak semua mata pelajaran (mapel) di SD masuk USBN, hanya 3 mapel saja.

Namun ada kemungkinan tahun depan bisa berubah, sebab menurut Muhadjir untuk tahun depan akan ada evaluasi lanjutan. Jika tahun depan semua sudah siap, bisa ditambah lagi mapel yang masuk USBN.

Bahkan bisa saja semua mapel masuk USBN. Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rasyidi mengatakan, jika alasan Kemendikbud ingin ada USBN hanya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membuat soal, alasan itu salah alamat.

Sebab jika ingin agar guru mampu membuat soal berkualitas, jalannya hanya dengan pelatihan yang seharusnya disediakan pemerintah. “Sebab ujian itu kan untuk siswa sendiri yang mengerjakan. Cara pandang ini yang harus diluruskan. Sebab kewajiban pemerintah untuk melatih guru. Jangan sampai anak-anak ini yang dirugikan,” katanya.

Menurut dia, yang menjadi pertanyaan seharusnya apakah pemerintah sudah menyediakan pelatihan bagi guru. Pelatihan yang terstruktur sesuai dengan klasifikasi guru dan apakah materinya sudah sesuai dengan kondisi sekarang.

Unifah menyampaikan, yang disebut USBN ialah ujian dengan niat membuat sekolah berstandar nasional dan bukannya untuk menghukum guru. Unifah berpendapat, semestinya siswa SD tidak perlu USBN. Sebab jenjang SD termasuk dalam program Wajib Belajar 9 Tahun di mana pemerintah seharusnya menyediakan akses pendidikan bermutu supaya semua anak bisa sekolah.

“Bahkan di negara lain itu tidak ada kenaikan kelas. Mereka mendorong pembelajaran berkualitas pada anak,” jelasnya. Sementara itu pengamat pendidikan dari UPI Said Hamid Hasan juga berpendapat serupa bahwa tujuan USBN untuk meningkatkan kemampuan guru membuat soal adalah bukan alasan yang tepat.

Bahkan dia menilai ada kecenderungan untuk menganggap guru tidak mampu. Padahal soal yang dibuat secara nasional pun banyak sekali kelemahan dan tidak mampu mengukur kompetensi yang dimaksudkan.

Mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 itu menilai, jika guru dianggap tidak mampu membuat soal, itu artinya pemerintah tidak percaya bahwa hasil penilaian guru SD selama enam tahun itu tidak benar.

Dengan kata lain, pemerintah tidak percaya kemampuan guru dan hasil pendidikan secara nasional. “Jika benar demikian, teori penilaian menyatakan bahwa penilaian berkelanjutan tidak diakui dan tidak ada teori, apalagi kenyataan bahwa ujian satu kali (one-shot assessment) mampu mengukur hasil belajar selama 6 tahun, apalagi berkenaan dengan kemampuan berpikir tingkat pemahaman dan di atasnya,” jelasnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7127 seconds (0.1#10.140)