Membuka Peluang Mahasiswa Berprestasi Melanjutkan Pendidikan

Minggu, 01 April 2018 - 10:58 WIB
Membuka Peluang Mahasiswa...
Membuka Peluang Mahasiswa Berprestasi Melanjutkan Pendidikan
A A A
RENCANA pemerintah menggulirkan skema kuliah di awal bayar di akhir mendapat respons positif dari sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Kota Bandung.

Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengklaim program tersebut akan mengakomodasi siswa berprestasi dari kalangan kurang mampu. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad Arry Bainus menyambut positif rencana pemerintah yang akan menggulirkan program pembiayaan bagi mahasiswa.

Rencana tersebut memberi kesempatan bagi warga tak mampu yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata. “Skema kredit ini bagus diberikan kepada mereka yang tidak mampu, tetapi secara akademik ada kemampuan. Ini yang harus difasilitasi. Kalau memang ada yang betul-betul membutuhkan, ya berikan.

Jangan sampai dipakai orang yang mengaku miskin,” katanya. Meski demikian, menurut Arry program mestinya dibatasi. Bagi mereka yang mampu lebih baik bayar sendiri. Untuk pemilahan itu diperlukan proses verifikasi dan validasi yang baik agar tepat sasaran.

Arry menjelaskan, program pembiayaan bagi mahasiswa dulu pernah digulirkan, namun berhenti karena sistem dan kedisiplinan mahasiswa yang kurang baik. Tidak sedikit ijazah menumpuk di perguruan tinggi karena banyak mahasiswa yang enggan membayar setelah lulus kuliah.

“Artinya, kalau nanti digulirkan lagi, mekanismenya harus betul. Banyak janji dan komitmen, tetapi kenyataannya tidak sedikit yang ingkar. Akibatnya ijazah banyak menumpuk di perguruan tinggi,” ujarnya. Program pembiayaan bagi mahasiswa akan memberi dampak positif bagi kampus dan mahasiswa.

Mahasiswa akan sungguh-sungguh ketika kuliah karena dikejar waktu, sedangkan bagi perguruan tinggi memudahkan sistem pembayaran. Hal senada disampaikan Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB Wawan Gunawan A Qadir.

Pembiayaan bagi mahasiswa S-1 sejalan dengan program ITB yang banyak memberikan beasiswa. Sekitar 50% dari 22.000 mahasiswa ITB mendapat beasiswa setiap tahunnya. Artinya, tidak sedikit mahasiswa pandai yang perlu dibantu.

“Terhadap rencana pembiayaan untuk S-1 kami mendukung sekali. Faktanya banyak masyarakat Indonesia yang punya kemampuan, pintar-pintar, tetapi kemampuan finansial mereka kurang,” tuturnya. Program serupa pada dasarnya sudah bergulir dan cukup sukses dilakukan di beberapa negara seperti Singapura.

Mereka menerapkan sistem yang ketat dengan berbagai persyaratan, agar program tepat sasaran dan dinikmati warga yang membutuhkan. “Kalau ini diterapkan di Indonesia, ada dampak positif bagi keilmuan. Apalagi ITB adalah perguruan tinggi yang banyak orang pintar masuk sini.

Tetapi, tidak semua (mahasiswa) punya kemampuan keuangan. Kalau ini berhasil, nanti bangsa akan maju,” ujar Wawan. ITB sudah dipanggil oleh Kemenristek Dikti untuk rencana tersebut. Pemerintah menggandeng BRI untuk pembiayaan mahasiswa.

Walaupun rencana tersebut baru sanggup meliputi mahasiswa S-2 dan S-3. “Kalau pinjaman bagi mahasiswa S-2 dan S-3 itu sudah aman, kami sudah jalan. Karena mahasiswa pascasarjana rata-rata sudah bekerja. Nah, khusus untuk mahasiswa S-1 perlu dikaji lebih dalam karena mereka belum bekerja.

Kalau mau diterapkan, harus diperhatikan sistemnya,” ungkap Wawan. Dulu program tersebut bernama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Digulirkan sekitar tahun 1970-an. Walaupun saat itu didukung pemerintah, program tersebut tidak berjalan sesuai rencana karena sistem yang kurang baik.

“Ini yang harus diperbaiki. Sistemnya seperti apa, perbankan dan perguruan tinggi harus duduk bersama cari formula yang tepat,” kata Wawan. Program kredit pembiayaan kuliah dinilai akan sangat membantu mahasiswa, khususnya mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu.

Program ini juga diyakini bisa membuat mahasiswa lebih fokus dalam menyelesaikan pendidikan tanpa memikirkan biaya serta bisa mewujudkan mahasiswa guna meraih jenjang pendidikan setinggi-tingginya.

“Kami menilai program itu sangat positif tapi kalau bisa jangan hanya untuk S-2 dan S-3, tapi juga bisa meliputi mahasiswa S-1,” kata Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), R Budi Hendaris.

Alasannya, banyak mahasiswa S-1 yang juga membutuhkan bantuan program ini, khususnya mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Apalagi bantuan beasiswa ataupun program Bidik Misi yang selama ini diberikan masih terbatas sehingga banyak mahasiswa yang membutuhkan bantuan pendanaan bagi kegiatan belajarnya.

Hanya, jika program ini digulirkan untuk mahasiswa S-1 diharapkan mekanisme dan pengurusannya tidak berbelit-belit. Termasuk dari aspek persyaratan dan pengembaliannya pun harus dipermudah serta bunganya tidak terlalu besar atau bahkan lebih baik tanpa bunga.

“Kami minta persyaratannya dipermudah atau disederhanakan, tidak seperti kalau mengajukan pinjaman dana ke bank,” katanya. Mahasiswa Hubungan Internasional Unjani, Lingga Pangestu Mahardhika, 20, sangat mengapresiasi terobosan program pemerintah dalam menyediakan kredit pembiayaan kuliah ini.

Sebab, mahasiswa seperti dia pasti akan sangat terbantu. Mahasiswa yang duduk di semester enam ini menyebutkan, sudah semestinya korporasi atau perusahaan-perusahaan negara memberikan akses kemudahan pendanaan bagi mahasiswa atau pelajar.

“Pengawasan harus diperketat supaya bantuan ini tidak dikorup atau salah sasaran. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari keluarga mampu dapat, sedangkan mahasiswa yang benar-benar membutuhkan justru tidak dapat,” bebernya. (Arif Budianto/Adi Haryanto)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1713 seconds (0.1#10.140)