Kualitas Pelatihan Guru Harus Ditingkatkan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan meningkatkan kualitas pelatihan guru berdasarkan dari pemetaan hasil ujian nasional (UN) tahun ini.
Diharapkan, dengan guru yang lebih terlatih, tahun depan siswa mampu mengusai soal bernalar tinggi. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, dari hasil UN ini akan dijadikan peta untuk melihat kekurangan mutu pendidikan terutama dari kualitas gurunya.
Pelatihan guru ditekankan pada penguasaan pembelajaran yang mencakup tiga hal, yakni pemahaman, aplikasi, dan penalaran. “Guru tidak bisa lagi melaksanakan pembelajaran seperti biasanya. Mereka harus didorong pada aplikasi dan penalaran, karena itu yang mendorong anak bisa bersaing dengan negara lainnya,” katanya pada konferensi pers Hasil UN 2018 di kantor Kemendikbud kemarin.
Dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru, modul penilaian berbasis high order thinking skill (HOTS) telah dimasukkan. Hal terpenting yang perlu dilakukan dalam proses asesmen adalah menindaklanjuti hasil diagnosisnya. Kemendikbud akan tetap menjadikan hasil diagnosis ini sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan peningkatan proses pembelajaran.
Hamid mengatakan, hal positif yang perlu dicatat adalah hasil UN tahun ini semakin memberikan gambaran apa adanya tentang salah satu hasil belajar para siswa. “Distorsi-distorsi pengukuran akan capaian siswa makin dapat dikurangi sehingga hasil UN tersebut bisa dijadikan pijakan yang lebih meyakinkan untuk perbaikan kualitas pendidikan kedepan,” ujarnya.
Dia sangat berharap pemerintah daerah mau proaktif dan tidak hanya berharap Kemendikbud yang menindaklanjuti hasil UN tersebut. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, setiap item soal UN bisa dipetakan sehingga bisa diidentifikasi kelemahan yang akan menjadi basis data pelatihan guru.
Dengan demikian maka pelatihan guru tidak berbasis massal, tetapi berdasarkan diagnosis. “Jadi, pelatihannya bukan berbasis try out atau drilling, melainkan penguasaan konsep. Sebab jika (kualitas) guru ditingkatkan maka proses belajar dan hasil (pada UN) sesungguhnya akan sama (hasilnya),” ujar dia.
Totok mengungkapkan, secara umum terjadi penurunan rerata nilai UN, terutama untuk Matematika, Fisika, dan Kimia. Berdasarkan analisis, ada indikasi kuat bahwa penurunan rerata nilai UN disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, faktor perubahan norma. Untuk UN 2018, memang dimasukkan beberapa soal dengan standar yang le bih tinggi dibandingkan UN Tahun 2017. Kesulitan ini tampak dialami oleh siswa2 di 50% sekolah, ditunjukkan dengan rerata nilai UN yang menurun.
Kedua, pengaruh lebih besar adalah faktor perubahan moda ujian, dari ujian nasional kertas pensil (UNKP) ke ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Sekolah-sekolah yang semula UNKP dan berubah ke UNBK mengalami penurunan nilai sangat signifikan. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Diharapkan, dengan guru yang lebih terlatih, tahun depan siswa mampu mengusai soal bernalar tinggi. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, dari hasil UN ini akan dijadikan peta untuk melihat kekurangan mutu pendidikan terutama dari kualitas gurunya.
Pelatihan guru ditekankan pada penguasaan pembelajaran yang mencakup tiga hal, yakni pemahaman, aplikasi, dan penalaran. “Guru tidak bisa lagi melaksanakan pembelajaran seperti biasanya. Mereka harus didorong pada aplikasi dan penalaran, karena itu yang mendorong anak bisa bersaing dengan negara lainnya,” katanya pada konferensi pers Hasil UN 2018 di kantor Kemendikbud kemarin.
Dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru, modul penilaian berbasis high order thinking skill (HOTS) telah dimasukkan. Hal terpenting yang perlu dilakukan dalam proses asesmen adalah menindaklanjuti hasil diagnosisnya. Kemendikbud akan tetap menjadikan hasil diagnosis ini sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan peningkatan proses pembelajaran.
Hamid mengatakan, hal positif yang perlu dicatat adalah hasil UN tahun ini semakin memberikan gambaran apa adanya tentang salah satu hasil belajar para siswa. “Distorsi-distorsi pengukuran akan capaian siswa makin dapat dikurangi sehingga hasil UN tersebut bisa dijadikan pijakan yang lebih meyakinkan untuk perbaikan kualitas pendidikan kedepan,” ujarnya.
Dia sangat berharap pemerintah daerah mau proaktif dan tidak hanya berharap Kemendikbud yang menindaklanjuti hasil UN tersebut. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, setiap item soal UN bisa dipetakan sehingga bisa diidentifikasi kelemahan yang akan menjadi basis data pelatihan guru.
Dengan demikian maka pelatihan guru tidak berbasis massal, tetapi berdasarkan diagnosis. “Jadi, pelatihannya bukan berbasis try out atau drilling, melainkan penguasaan konsep. Sebab jika (kualitas) guru ditingkatkan maka proses belajar dan hasil (pada UN) sesungguhnya akan sama (hasilnya),” ujar dia.
Totok mengungkapkan, secara umum terjadi penurunan rerata nilai UN, terutama untuk Matematika, Fisika, dan Kimia. Berdasarkan analisis, ada indikasi kuat bahwa penurunan rerata nilai UN disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, faktor perubahan norma. Untuk UN 2018, memang dimasukkan beberapa soal dengan standar yang le bih tinggi dibandingkan UN Tahun 2017. Kesulitan ini tampak dialami oleh siswa2 di 50% sekolah, ditunjukkan dengan rerata nilai UN yang menurun.
Kedua, pengaruh lebih besar adalah faktor perubahan moda ujian, dari ujian nasional kertas pensil (UNKP) ke ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Sekolah-sekolah yang semula UNKP dan berubah ke UNBK mengalami penurunan nilai sangat signifikan. (Neneng Zubaidah)
(nfl)