Mainan Tradisional Lebih Mendidik Anak
A
A
A
JAKARTA - Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Seiring perkembangan teknologi, macam mainan anak pun semakin beragam, sedangkan permainan tradisional anak sempat tersisih. Padahal permainan tradisional anak Indonesia bersifat edukatif. Permainan tradisional Indonesia mampu merangsang saraf motorik, serta meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan emosional anak.
Pakar permainan tradisional, pendiri, dan Ketua Komunitas Hong Bandung Mohammad Zaeni Alif mengatakan, saat ini titik balik kesadaran masyarakat akan pentingnya pembelajaran diri dan dekat dengan alam mulai tumbuh. "Masyarakat, terutama orang tua, kini mulai kembali mencari, mempelajari, dan mempraktikkan permainan tradisional. Sebelumnya memang dengan berbagai alasan sebagian besar orang tua bangga jika anaknya memainkan permainan modern yang ada di gadget dan komputer," tutur Zaeni kepada KORAN SINDO.
Titik balik kesadaran itu selaras dengan titik balik pemerintah dengan Undang-Undang Kemajuan Kebudayaan yang di dalamnya memuat upaya menghidupkan kembali permainan-permainan dan olahraga tradisional. Sekarang ini menurutnya hanya tinggal menyelaraskan saja, karena ada indikasi masyarakat, para orang tua juga mulai sadar. Sebagian besar orang tua mulai mengeluhkan anaknya terlalu banyak bermain handphone atau game online yang justru lebih banyak dampak negatifnya. Anak-anak yang terlalu banyak bermain handphone dan game online justru tumbuh menjadi anak egois, otoriter, dan kurang bisa bergaul.
Permainan milenial hanya mengajarkan bagaimana menang atau mencapai kemenangan, dengan cara apa pun. Maka, lanjut Zaeni, anak harus diajari menang dan menang terus. Jika menang, berarti senang. Sebaliknya kekalahan berarti petaka atau hal yang jelek sekali. Jadi kalau kalah, anak benar-benar tidak merasa senang. Padahal kalah menang dalam sebuah permainan bukan tujuan utama. Tujuan akhir dari permainan itu sebenarnya adalah kesenangan sehingga, dalam permainan tradisional, anak tak harus menang untuk mencapai kesenangan itu. Bahkan yang kalah terus pun merasakan senang.
Misalnya dalam permainan ucing sumput, ada anak yang lebih senang jadi ucing daripada jadi tikus. Akibat terlalu banyak bermain handphone dan game online membuat anak tak memiliki empati kepada orang lain, tidak kenal teman dan lingkungannya. Berdasarkan studi, menurut Zaeni, di Jawa Barat saja terdapat 250 jenis mainan dan permainan tradisional.
Seperti, perepet jengkol, egrang, congklak, ngadu kaleci, boy-boyan, gobak sodor, sorodot gaplok, papancakan, babalonan sarung, kolecer, dan lain-lain. Sedangkan mainan dan permainan tradisional Jawa Tengah dan Jawa Timur sekitar 213 jenis, serta Lampung ada 50 jenis permainan.
Sementara itu di daerah Sleman, DI Yogyakarta, kebanyakan anak-anak masih bermain dengan mainan kreatif dan edukatif. Mainan yang dimilikinya bukan hanya buatan tangan dari bahan-bahan di sekitar lingkungan rumah, melainkan juga mainan yang dibelinya di toko mainan. Kebanyakan mainan yang dipilih di toko adalah mainan alat peraga pendidikan yang sekaligus memberikan dua manfaat, yaitu bermain sambil belajar.
Jenis permainan anak yang ditawarkan di tempat tersebut hampir sama dengan di daerah-daerah lain seperti mobil-mobilan, lego, boneka, alat masak, puzzle, dan sebagainya. Mainan edukatif seperti alat peraga pendidikan ikut menjadi sasaran para orang tua, terutama untuk anak-anak berusia 3-7 tahun yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak hingga Sekolah Dasar.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman Tri Endah Yitnani mengatakan, mainan anak yang beredar di Sleman kebanyakan merupakan buatan pabrik lokal, tetapi tak sedikit yang merupakan produk impor. Mengenai pengawasan terhadap peredaran produk mainan anak itu, menurut Endah, pihaknya lebih fokus pada proses produksinya apakah sesuai dengan gugus kendali mutu dan memakai bahan berbahaya atau tidak. Jika proses produksi tersebut sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, pembuat mainan tersebut akan mendapatkan sanksi melalui surat peringatan hingga pencabutan izin usaha industri.
"Kami tetap bertindak tegas. Dan sudah banyak industri mainan yang mendapatkan surat peringatan yang diketahui telah melakukan pelanggaran. Hanya saja untuk pencabutan izin usaha industri sampai saat ini belum pernah diterbitkan," tandasnya.
Pakar permainan tradisional, pendiri, dan Ketua Komunitas Hong Bandung Mohammad Zaeni Alif mengatakan, saat ini titik balik kesadaran masyarakat akan pentingnya pembelajaran diri dan dekat dengan alam mulai tumbuh. "Masyarakat, terutama orang tua, kini mulai kembali mencari, mempelajari, dan mempraktikkan permainan tradisional. Sebelumnya memang dengan berbagai alasan sebagian besar orang tua bangga jika anaknya memainkan permainan modern yang ada di gadget dan komputer," tutur Zaeni kepada KORAN SINDO.
Titik balik kesadaran itu selaras dengan titik balik pemerintah dengan Undang-Undang Kemajuan Kebudayaan yang di dalamnya memuat upaya menghidupkan kembali permainan-permainan dan olahraga tradisional. Sekarang ini menurutnya hanya tinggal menyelaraskan saja, karena ada indikasi masyarakat, para orang tua juga mulai sadar. Sebagian besar orang tua mulai mengeluhkan anaknya terlalu banyak bermain handphone atau game online yang justru lebih banyak dampak negatifnya. Anak-anak yang terlalu banyak bermain handphone dan game online justru tumbuh menjadi anak egois, otoriter, dan kurang bisa bergaul.
Permainan milenial hanya mengajarkan bagaimana menang atau mencapai kemenangan, dengan cara apa pun. Maka, lanjut Zaeni, anak harus diajari menang dan menang terus. Jika menang, berarti senang. Sebaliknya kekalahan berarti petaka atau hal yang jelek sekali. Jadi kalau kalah, anak benar-benar tidak merasa senang. Padahal kalah menang dalam sebuah permainan bukan tujuan utama. Tujuan akhir dari permainan itu sebenarnya adalah kesenangan sehingga, dalam permainan tradisional, anak tak harus menang untuk mencapai kesenangan itu. Bahkan yang kalah terus pun merasakan senang.
Misalnya dalam permainan ucing sumput, ada anak yang lebih senang jadi ucing daripada jadi tikus. Akibat terlalu banyak bermain handphone dan game online membuat anak tak memiliki empati kepada orang lain, tidak kenal teman dan lingkungannya. Berdasarkan studi, menurut Zaeni, di Jawa Barat saja terdapat 250 jenis mainan dan permainan tradisional.
Seperti, perepet jengkol, egrang, congklak, ngadu kaleci, boy-boyan, gobak sodor, sorodot gaplok, papancakan, babalonan sarung, kolecer, dan lain-lain. Sedangkan mainan dan permainan tradisional Jawa Tengah dan Jawa Timur sekitar 213 jenis, serta Lampung ada 50 jenis permainan.
Sementara itu di daerah Sleman, DI Yogyakarta, kebanyakan anak-anak masih bermain dengan mainan kreatif dan edukatif. Mainan yang dimilikinya bukan hanya buatan tangan dari bahan-bahan di sekitar lingkungan rumah, melainkan juga mainan yang dibelinya di toko mainan. Kebanyakan mainan yang dipilih di toko adalah mainan alat peraga pendidikan yang sekaligus memberikan dua manfaat, yaitu bermain sambil belajar.
Jenis permainan anak yang ditawarkan di tempat tersebut hampir sama dengan di daerah-daerah lain seperti mobil-mobilan, lego, boneka, alat masak, puzzle, dan sebagainya. Mainan edukatif seperti alat peraga pendidikan ikut menjadi sasaran para orang tua, terutama untuk anak-anak berusia 3-7 tahun yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak hingga Sekolah Dasar.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman Tri Endah Yitnani mengatakan, mainan anak yang beredar di Sleman kebanyakan merupakan buatan pabrik lokal, tetapi tak sedikit yang merupakan produk impor. Mengenai pengawasan terhadap peredaran produk mainan anak itu, menurut Endah, pihaknya lebih fokus pada proses produksinya apakah sesuai dengan gugus kendali mutu dan memakai bahan berbahaya atau tidak. Jika proses produksi tersebut sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, pembuat mainan tersebut akan mendapatkan sanksi melalui surat peringatan hingga pencabutan izin usaha industri.
"Kami tetap bertindak tegas. Dan sudah banyak industri mainan yang mendapatkan surat peringatan yang diketahui telah melakukan pelanggaran. Hanya saja untuk pencabutan izin usaha industri sampai saat ini belum pernah diterbitkan," tandasnya.
(amm)