Laporan Kecurangan Meningkat, DPR Minta Kemendikbud Evaluasi UNBK SMP
A
A
A
JAKARTA - Laporan tindak kecurangan dalam Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019 jenjang SMP sederajat yang naik dari tahun sebelumnya mendapat sorotan dari DPR. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut, pada tahun 2019 laporan tindak kecurangan berjumlah 86 atau naik dari tahun 2018 berjumlah 57 laporan.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, mengatakan, seharusnya kasus kecurangan UNBK seperti bocoran jawaban, perjokian atau soal dikerjakan oleh guru, bisa semakin berkurang, bahkan hilang.
"Kalau 2018 hanya 58 laporan dan 2019 ini meningkat menjadi 86, itu ada 2 kemungkinan, kesadaran masyarakat untuk lapor meningkat atau memang kuantitas kecurangan semakin bervariasi dan meningkat juga," ujar Fikri kepada SINDOnews, Rabu (29/5/2019).
Maka itu, menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Kemendikbud perlu melakukan evaluasi intensif dengan mitra pengawasan seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Ombudsman dan lembaga lain. "Tidak hanya menemukan dan menampung data kecurangan tapi harus mencari solusinya," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Dia mendorong Kemendikbud untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UNBK secara keseluruhan, baik terhadap pengawas ujian, guru, siswa yang mengikuti UNBK, maupun soal-soal yang dikerjakan.
"Mengingat adanya ketidaksesuaian Standard Operating Procedure (SOP) UNBK, serta memberikan sanksi kepada pengawas ujian yang terbukti lalai dan kepada siswa yang terbukti melakukan pelanggaran," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Dia juga mendorong Kemendikbud melalui Dinas Pendidikan untuk melakukan persiapan kepada para guru mengenai materi-materi UNBK. "Agar materi tersebut dapat disampaikan dengan baik kepada siswa/i sehingga mereka dapat memahami dan menjawab dengan benar setiap soal UNBK," kata politikus Partai Golkar ini.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, mengatakan, seharusnya kasus kecurangan UNBK seperti bocoran jawaban, perjokian atau soal dikerjakan oleh guru, bisa semakin berkurang, bahkan hilang.
"Kalau 2018 hanya 58 laporan dan 2019 ini meningkat menjadi 86, itu ada 2 kemungkinan, kesadaran masyarakat untuk lapor meningkat atau memang kuantitas kecurangan semakin bervariasi dan meningkat juga," ujar Fikri kepada SINDOnews, Rabu (29/5/2019).
Maka itu, menurut Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Kemendikbud perlu melakukan evaluasi intensif dengan mitra pengawasan seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Ombudsman dan lembaga lain. "Tidak hanya menemukan dan menampung data kecurangan tapi harus mencari solusinya," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Dia mendorong Kemendikbud untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UNBK secara keseluruhan, baik terhadap pengawas ujian, guru, siswa yang mengikuti UNBK, maupun soal-soal yang dikerjakan.
"Mengingat adanya ketidaksesuaian Standard Operating Procedure (SOP) UNBK, serta memberikan sanksi kepada pengawas ujian yang terbukti lalai dan kepada siswa yang terbukti melakukan pelanggaran," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Dia juga mendorong Kemendikbud melalui Dinas Pendidikan untuk melakukan persiapan kepada para guru mengenai materi-materi UNBK. "Agar materi tersebut dapat disampaikan dengan baik kepada siswa/i sehingga mereka dapat memahami dan menjawab dengan benar setiap soal UNBK," kata politikus Partai Golkar ini.
(thm)