Perlu Langkah Nyata Agar Guru Jadi Profesi Membanggakan
A
A
A
JAKARTA - Guru akan menjadi profesi yang penting di masa depan. Namun diperlukan langkah agar guru bisa menjadi profesi yang professional dan membanggakan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, di kalangan milenial minat menjadi guru sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari besarnya animo calon mahasiswa baru yang ingin menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang bersatus lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK).
Namun harus ada langkah yang semakin nyata untuk memastikan profesi guru di Indonesia menjadi sebuah profesi yang dapat dibanggakan. “Sejak diberlakukannya UU Guru dan Dosen itu sampai sekarang guru masih dalam proses pembentukan sebuah pekerjaan profesional. Dan itu masih perlu langkah-langkah yang lebih serius,” katanya dalam Lokakarya Guru Millenial: Sebuah Profesi di Masa Depan di kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/10/2019).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, untuk menjadikan guru yang lebih profesional dan membanggakan ada tiga hal yang perlu ditangani. Pertama terkait keahlian seorang guru. Hal itu perlu ditangani melalui proses pelatihan baik pendidikan akademik dan juga profesi di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK).
Mendikbud melanjutkan, tanggung jawab sosial juga harus mulai ditanamkan kepada guru sebagai tanggung jawab seorang pendidik. ''Bahwa dia (guru) ini akan membawa generasi yang akan menentukan masa depan Indonesia harus ditangani dengan betul. Agar dia menjalankan pekerjaannya sebagai sebuah panggilan itu,'' ujarnya.
Guru besar Universitas Negeri Malang ini meneruskan, hal ketiga yang perlu ditangani adalah organisasi profesi. Menurutnya, suatu profesi akan berjalan dengan baik jika ada hubungan kesejawatan di dalam sebuah asosiasi atau korps profesi. ''Kalau nanti guru sudah menjadi pekerjaan yang membanggakan baik secara ekonomi dan sosial maka otomatis akan menjadi pilihan putra putri terbaik di Indonesia,'' jelasnya.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Supriano dalam paparannya menyebutkan bahwa rasio guru dan murid di Indonesia itu sudah mencukupi yakni 1:17. Bandingkan dengan India yang rasionya malah 1:40. “Yang menjadi masalah adalah setelah otonomi daerah, pendistribusian guru malah bermasalah di mana guru sangat sulit untuk dipindahkan ke kabupaten kota lainnya,” ujarnya.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kemendikbud Arief Rachman mengungkapkan, menjadi seorang guru memang menjadi profesi yang diperlukan untuk masa depan. Ia pun berharap akan semakin banyak guru yang bisa membuat inovasi-inovasi pembelajaran untuk ruang kelas sehingga peserta didik bisa bertambah ilmunya.
Sebagai seorang pendidik, Arief berpendapat, suatu proses pendidikan harus bisa memberikan kesempatan anak mengembangkan potensinya. Salah satunya ialah potensi spiritual di mana sekolah jangan hanya memberikan ilmu akademik namun juga harus dihubungkan dngan eksistensi penciptanya.
Selain itu juga harus dibangun suasana pendidikan yang bisa menjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan guru. ''Suasana pendidikan harus memungkinkan anak tidak takut untuk berkomunikasi dengan teman dan guru. Makin banyak diskusi dia akan jauh lebih bisa kreatif,'' terangnya.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta ini juga berharap guru bisa menjalankan fungsi sebagai pendidik dan bukan pengajar saja. Arief menjelaskan, mengajar itu berarti guru hanya menjalankan tugas untuk mentransfer ilmu pengetahuan sementara mendidik itu memiliki makna lebih yakni mengubah karakter peserta didik.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, di kalangan milenial minat menjadi guru sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari besarnya animo calon mahasiswa baru yang ingin menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang bersatus lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK).
Namun harus ada langkah yang semakin nyata untuk memastikan profesi guru di Indonesia menjadi sebuah profesi yang dapat dibanggakan. “Sejak diberlakukannya UU Guru dan Dosen itu sampai sekarang guru masih dalam proses pembentukan sebuah pekerjaan profesional. Dan itu masih perlu langkah-langkah yang lebih serius,” katanya dalam Lokakarya Guru Millenial: Sebuah Profesi di Masa Depan di kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/10/2019).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, untuk menjadikan guru yang lebih profesional dan membanggakan ada tiga hal yang perlu ditangani. Pertama terkait keahlian seorang guru. Hal itu perlu ditangani melalui proses pelatihan baik pendidikan akademik dan juga profesi di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK).
Mendikbud melanjutkan, tanggung jawab sosial juga harus mulai ditanamkan kepada guru sebagai tanggung jawab seorang pendidik. ''Bahwa dia (guru) ini akan membawa generasi yang akan menentukan masa depan Indonesia harus ditangani dengan betul. Agar dia menjalankan pekerjaannya sebagai sebuah panggilan itu,'' ujarnya.
Guru besar Universitas Negeri Malang ini meneruskan, hal ketiga yang perlu ditangani adalah organisasi profesi. Menurutnya, suatu profesi akan berjalan dengan baik jika ada hubungan kesejawatan di dalam sebuah asosiasi atau korps profesi. ''Kalau nanti guru sudah menjadi pekerjaan yang membanggakan baik secara ekonomi dan sosial maka otomatis akan menjadi pilihan putra putri terbaik di Indonesia,'' jelasnya.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Supriano dalam paparannya menyebutkan bahwa rasio guru dan murid di Indonesia itu sudah mencukupi yakni 1:17. Bandingkan dengan India yang rasionya malah 1:40. “Yang menjadi masalah adalah setelah otonomi daerah, pendistribusian guru malah bermasalah di mana guru sangat sulit untuk dipindahkan ke kabupaten kota lainnya,” ujarnya.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kemendikbud Arief Rachman mengungkapkan, menjadi seorang guru memang menjadi profesi yang diperlukan untuk masa depan. Ia pun berharap akan semakin banyak guru yang bisa membuat inovasi-inovasi pembelajaran untuk ruang kelas sehingga peserta didik bisa bertambah ilmunya.
Sebagai seorang pendidik, Arief berpendapat, suatu proses pendidikan harus bisa memberikan kesempatan anak mengembangkan potensinya. Salah satunya ialah potensi spiritual di mana sekolah jangan hanya memberikan ilmu akademik namun juga harus dihubungkan dngan eksistensi penciptanya.
Selain itu juga harus dibangun suasana pendidikan yang bisa menjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan guru. ''Suasana pendidikan harus memungkinkan anak tidak takut untuk berkomunikasi dengan teman dan guru. Makin banyak diskusi dia akan jauh lebih bisa kreatif,'' terangnya.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta ini juga berharap guru bisa menjalankan fungsi sebagai pendidik dan bukan pengajar saja. Arief menjelaskan, mengajar itu berarti guru hanya menjalankan tugas untuk mentransfer ilmu pengetahuan sementara mendidik itu memiliki makna lebih yakni mengubah karakter peserta didik.
(poe)