KPAI Minta Pemerintah Perhatikan Keluarga Miskin Agar Mendapatkan Akses Pendidikan
Senin, 27 Juli 2020 - 09:16 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 menunjukkan wajah dunia pendidikan Indonesia. Guru dan siswa-siswi banyak yang kesulitan melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) .
Namun, hingga saat ini pemerintah belum berhasil mengatasi keterbatasan akses dan gawai dari para guru dan siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan beberapa langkah kepada pemerintah sebagai bahan pembenahan. (Baca juga: Gugat Cerai ke Pengadilan, Ribuan Orang di Ciamis Bakal Menjanda-Menduda)
Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus segera menyederhanakan kurikulum di semua jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA). Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan Kurikulum 2013 harus disesuaikan dengan situasi darurat.
“Diharapkan menjadi kurikulum adaptif dengan kompetensi dasar yang sudah dikurangi. Kemendikbud harus memilah dan memilih materi yang esensial dan dapat dilaksanakan anak ketika belajar dari rumah,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu (26/7/2020).
Kedua, KPAI mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) segera membuat kebijakan yang menggratiskan internet selama PJJ. Minimal enam bulan ke depan. “Karena banyak anak dari keluarga menengah ke bawah tak mampu melaksanakan pembelajaran daring akibat tak mampu membayar kuota internet,” ucapnya.
Ketiga, sekolah harus memetakan anak-anak yang bisa melakukan pembelajaran daring dan luar jaringan (luring). Setelah itu, sekolah menyiapkan jadwal dan modul pembelajaran untuk anak-anak yang tidak bisa daring.
Retno mengatakan khusus para siswa-siswi sekolah menengah kejuruan (SMK) yang membutuhkan praktik di bengkel diberikan jadwal daring dan tatap muka. Itu untuk menjaga kualitas lulusan sekolah vokasi. Pembelajaran tatap muka harus menerapkan protokol kesehatan.
Terakhir, KPAI mendorong adanya kebijakan pemerintah yang fokus pada keluarga miskin. Hal ini untuk mencegah krisis kesehatan menjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar kepada anak-anak. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu mengungkapkan seharusnya pemerintah memastikan anak-anak mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. “Anak-anak yang tiak bisa mengakses PJJ secara daring berpotensi berhenti sekolah. Padahal pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi negara dalam kondisi apapun,” tutupnya.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum berhasil mengatasi keterbatasan akses dan gawai dari para guru dan siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan beberapa langkah kepada pemerintah sebagai bahan pembenahan. (Baca juga: Gugat Cerai ke Pengadilan, Ribuan Orang di Ciamis Bakal Menjanda-Menduda)
Pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus segera menyederhanakan kurikulum di semua jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA). Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan Kurikulum 2013 harus disesuaikan dengan situasi darurat.
“Diharapkan menjadi kurikulum adaptif dengan kompetensi dasar yang sudah dikurangi. Kemendikbud harus memilah dan memilih materi yang esensial dan dapat dilaksanakan anak ketika belajar dari rumah,” ujarnya dalam keterangannya, Minggu (26/7/2020).
Kedua, KPAI mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) segera membuat kebijakan yang menggratiskan internet selama PJJ. Minimal enam bulan ke depan. “Karena banyak anak dari keluarga menengah ke bawah tak mampu melaksanakan pembelajaran daring akibat tak mampu membayar kuota internet,” ucapnya.
Ketiga, sekolah harus memetakan anak-anak yang bisa melakukan pembelajaran daring dan luar jaringan (luring). Setelah itu, sekolah menyiapkan jadwal dan modul pembelajaran untuk anak-anak yang tidak bisa daring.
Retno mengatakan khusus para siswa-siswi sekolah menengah kejuruan (SMK) yang membutuhkan praktik di bengkel diberikan jadwal daring dan tatap muka. Itu untuk menjaga kualitas lulusan sekolah vokasi. Pembelajaran tatap muka harus menerapkan protokol kesehatan.
Terakhir, KPAI mendorong adanya kebijakan pemerintah yang fokus pada keluarga miskin. Hal ini untuk mencegah krisis kesehatan menjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar kepada anak-anak. (Baca juga: Wow! Pemerintah Buru Harta Karun Batangan Emas di Dasar Laut)
Mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu mengungkapkan seharusnya pemerintah memastikan anak-anak mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. “Anak-anak yang tiak bisa mengakses PJJ secara daring berpotensi berhenti sekolah. Padahal pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi negara dalam kondisi apapun,” tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda