Prof. Abdul Mu’ti: Bangsa yang Maju Harus Bermental Tangguh
Kamis, 20 Agustus 2020 - 19:19 WIB
SURABAYA - Indonesia Maju menjadi tema besar dalam peringatan HUT ke-75 Republik Indonesia . Lantas bagaiamana untuk mewujudkan cita-cita tersebut ? Menurut Prof. Abdul Mu’ti, ada syarat mutlak yang harus dipenuhi supaya menjadi bangsa maju. Salah satunya yaitu memiliki mentalitas pejuang sebagaimana para pahlawan pendahulu merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
“Menjadi Bangsa yang maju harus memiliki mentalitas yang tangguh. Yakni, mental pejuang yang tidak mudah menyerah pada keadaan dan keterbatasan. Seperti saat menghadapi tantangan COVID-19, ya jangan mudah berputus asa,” tegas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dalam sesi Zoom meeting akhir tahun Hijriah di SMPM 5 Surabaya. (Baca juga: Abdul Mu’ti: Anak Madrasah Itu Akhirnya Menjadi Profesor )
Menurut Mu’ti, para pejuang memiliki keteguhan dalam bertahan dan menemukan jalan keluar dalam setiap kesulitan. Mereka akan memanfaatkan segala prasarana dan keterbatasan yang memunculkan kreatifitas. "Sebab, kreatifitas adalah tolak ukur intelektual, yang diwujudkan berupa kesabaran dalam menjalankan trial and error," tuturnya.
Sinau Bareng yang digelar daring tersebut merupakan cara SMP Muhammadiyah 5 (Spemma) Surabaya dalam memaknai kemerdekaan dan tahun baru Islam di era pandemic COVID-19. Zoom meeting yang melibatkan 600 orang, terdiri atas siswa, guru, Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Surabaya, Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) kota Surabaya dan Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Jawa Timur. (Baca juga: Tingkatkan Kemampuan Siswa, Kompetisi Matematika EMC Kembali Digelar )
Dalam kesempatan itu, Prof. Abdul Mu’ti, juga menyinggung persoalan belajar di rumah melalui daring yang pastinya terasa garing dan booring. Namun para siswa dan guru tidak boleh menyerah dengan keadaan COVID-19.
"Kalian harus mampu bertahan dan cari solusi untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Kalian harus memiliki pengetahuan virtual sebagai modal intelektual dalam menghadapi situasi pandemi,” jelas professor yang lahir di Kudus, 2 September 1968.
Contoh kecilnya dalam lomba 17-an, sambung Prof. Mu’ti, kini harus diubah dari cara-cara kultural diganti menjadi lomba-lomba kreatifitas menggunakan internet, berupa lomba aktualisasi diri dengan kreatifitas secara virtual. Seperti lomba membuat v-log atau lomba menulis cerpen yang dikirim secara digital, dan lainnya. (Baca juga: Dongkrak Kualitas PTKI, Kemenag Dorong Percepatan Guru Besar )
Dalam sesi Tanya jawab, ada pertanyaan yang menyinggung adanya himbauan untuk para guru yang harus WFH (work from home) agar tidak sering-sering ke sekolah.
Prof. Abdul Mu’ti memberikan jawaban agar semua pihak sadar, bahwa saat ini semua bangsa di dunia dalam keadaan bahaya dan mengalami resesi ekonomi. Virus (COVID-19) menyerang yang lemah, semua orang harus meningkatkan imunitas. Bermental pejuang, tapi jangan nekat. Ikhtiar harus dilakukan secara ilmiah dengan belajar ilmu mitigasi bencana.
“Guru tidak boleh berhenti karena pandemi. Harus menjadi pembelajar dalam meningkatkan kualitas mengajar. Sebab, Muhammadiyah adalah gerakan pembaharuan, di dalamnya ada individu-individu pemberani dan inovatif,” pungkas Prof. Abdul Mu’ti.
Kepala sekolah SMP Muhammadiyah 5 Surabaya, H. Alim, menambahkan bawa peran siswa dalam mengisi kemerdekaan tugas utamanya adalah belajar.
“Indonesia sudah merdeka 75 tahun. Usia yang sudah matang kita harus mengisinya dengan penuh semangat, salah satunya dengan terus rajin belajar, utamanya belajar ilmu agama, sebagai modal menjadi generasi penerus bangsa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan,” tandasnya.
“Menjadi Bangsa yang maju harus memiliki mentalitas yang tangguh. Yakni, mental pejuang yang tidak mudah menyerah pada keadaan dan keterbatasan. Seperti saat menghadapi tantangan COVID-19, ya jangan mudah berputus asa,” tegas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dalam sesi Zoom meeting akhir tahun Hijriah di SMPM 5 Surabaya. (Baca juga: Abdul Mu’ti: Anak Madrasah Itu Akhirnya Menjadi Profesor )
Menurut Mu’ti, para pejuang memiliki keteguhan dalam bertahan dan menemukan jalan keluar dalam setiap kesulitan. Mereka akan memanfaatkan segala prasarana dan keterbatasan yang memunculkan kreatifitas. "Sebab, kreatifitas adalah tolak ukur intelektual, yang diwujudkan berupa kesabaran dalam menjalankan trial and error," tuturnya.
Sinau Bareng yang digelar daring tersebut merupakan cara SMP Muhammadiyah 5 (Spemma) Surabaya dalam memaknai kemerdekaan dan tahun baru Islam di era pandemic COVID-19. Zoom meeting yang melibatkan 600 orang, terdiri atas siswa, guru, Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel Surabaya, Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) kota Surabaya dan Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Jawa Timur. (Baca juga: Tingkatkan Kemampuan Siswa, Kompetisi Matematika EMC Kembali Digelar )
Dalam kesempatan itu, Prof. Abdul Mu’ti, juga menyinggung persoalan belajar di rumah melalui daring yang pastinya terasa garing dan booring. Namun para siswa dan guru tidak boleh menyerah dengan keadaan COVID-19.
"Kalian harus mampu bertahan dan cari solusi untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Kalian harus memiliki pengetahuan virtual sebagai modal intelektual dalam menghadapi situasi pandemi,” jelas professor yang lahir di Kudus, 2 September 1968.
Contoh kecilnya dalam lomba 17-an, sambung Prof. Mu’ti, kini harus diubah dari cara-cara kultural diganti menjadi lomba-lomba kreatifitas menggunakan internet, berupa lomba aktualisasi diri dengan kreatifitas secara virtual. Seperti lomba membuat v-log atau lomba menulis cerpen yang dikirim secara digital, dan lainnya. (Baca juga: Dongkrak Kualitas PTKI, Kemenag Dorong Percepatan Guru Besar )
Dalam sesi Tanya jawab, ada pertanyaan yang menyinggung adanya himbauan untuk para guru yang harus WFH (work from home) agar tidak sering-sering ke sekolah.
Prof. Abdul Mu’ti memberikan jawaban agar semua pihak sadar, bahwa saat ini semua bangsa di dunia dalam keadaan bahaya dan mengalami resesi ekonomi. Virus (COVID-19) menyerang yang lemah, semua orang harus meningkatkan imunitas. Bermental pejuang, tapi jangan nekat. Ikhtiar harus dilakukan secara ilmiah dengan belajar ilmu mitigasi bencana.
“Guru tidak boleh berhenti karena pandemi. Harus menjadi pembelajar dalam meningkatkan kualitas mengajar. Sebab, Muhammadiyah adalah gerakan pembaharuan, di dalamnya ada individu-individu pemberani dan inovatif,” pungkas Prof. Abdul Mu’ti.
Kepala sekolah SMP Muhammadiyah 5 Surabaya, H. Alim, menambahkan bawa peran siswa dalam mengisi kemerdekaan tugas utamanya adalah belajar.
“Indonesia sudah merdeka 75 tahun. Usia yang sudah matang kita harus mengisinya dengan penuh semangat, salah satunya dengan terus rajin belajar, utamanya belajar ilmu agama, sebagai modal menjadi generasi penerus bangsa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan,” tandasnya.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda