Klasterisasi Harus jadi Patokan Pembinaan Perguruan Tinggi
Minggu, 23 Agustus 2020 - 14:33 WIB
JAKARTA - Hasil klasterisasi perguruan tinggi yang diumumkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) harus dijadikan patokan pembenahan universitas di Indonesia.
Anggota Dewan Penasihat Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saefuddin menjelaskan, secara umum hasil klasterisasi perguruan tinggi yang dibuat Kemendikbud ini bagus untuk dunia pendidikan tinggi. Dia pun menilai jika hasilnya cukup objektif. "Untuk itu harus ada follow up setelah diketahui adanya klaster. Program What Nextnya harus disiapkan,” jelasnya ketika dihubungi SINDONews, Minggu (23/8). (Baca juga: Dirjen Dikti: Masih Ada Broken Link Antara Kampus dan Industri )
Asep melanjutkan, di Indonesia ada sekitar 4.500 perguruan tinggi yang beroperasi. Baik perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Selain itu juga ada beberapa kampus yang tidak masuk klasterisasi. Menurut Asep, dengan kondisi begini maka Kemendikbud harus mempelajari dan melakukan tindakan. "Bila kampus-kampus itu sudah lebih dari 2 kali tidak masuk klaster tentu ada persoalan, harus mulai dibenahi. Misalnya diminta bergabung atau dilikuidasi,” saran dia.
Selain itu, Asep menjelaskan, untuk kampus-kampus yang berada di klaster empat, pembinaan lanjutan harus dilakukan Kemendikbud. Kemendikbud harus bisa melakukan pemetaan di indicator dari hasil klasterisasi mana kampus itu yang masih jelek untuk dilakukan pembinaan.
Selain Kemendikbud, dia menuturkan, dalam proses pembenahan itu bisa saja kampus-kampus yang berada di klaster pertama dan dua itu dilibatkan sehingga mutu perguruan tinggi di Indonesia pun bisa meningkat karena ada peran serta kampus yang sudah unggul tersebut. (Baca juga: Produk Inovasi Vokasi Harus Disesuaikan Kebutuhan Pasar )
Klasterisasi perguruan tinggi sudah dilakukan setiap tahunnya namun menurut Asep, hasil klasterisasi ini baru sekedar dipakai perguruan tinggi untuk jualan atau promosi kampusnya semata. "Saya pikir ini tidak impactfull bagi pembenahan pendidikan tinggi. Dan hanya memperkuat persaingan, bukan kolaborasi,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, ada 2.136 perguruan tinggi baik PTN dan PTS yang masuk klasterisasi perguruan tinggi 2020 ini. Ada 15 perguruan tinggi yang masuk klaster pertama, 34 klaster kedua, 97 klaster ketiga, 400 klaster keempat dan 1.590 yang masuk klaster kelima. Kemendikbud pada konferensi pers hanya mengumumkan hasil klasterisasi satu saja sedangkan klasterisasi lain tidak.
Kemendikbud mengumumkan, pada klaster satu Institut Pertanian Bogor berada di posisi pertama dengan skor 3,648, Universitas Indonesia (3,414), Universitas Gadjah Mada (3,315), Universitas Airlangga (3,299), Institut Teknologi Bandung (3,275), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (3,218), Universitas Hasanuddin (3,161), Universitas Brawijaya (3,161), Universitas Diponegoro (3.11), Universitas Padjajaran (3,007), Universitas Sebelas Maret (2,930), Universitas Negeri Yogyakarta (2,908), Universitas Andalas (2,860), Universitas Sumatera Utara (2,792) dan Universitas Negeri Malang (2,747).
Anggota Dewan Penasihat Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saefuddin menjelaskan, secara umum hasil klasterisasi perguruan tinggi yang dibuat Kemendikbud ini bagus untuk dunia pendidikan tinggi. Dia pun menilai jika hasilnya cukup objektif. "Untuk itu harus ada follow up setelah diketahui adanya klaster. Program What Nextnya harus disiapkan,” jelasnya ketika dihubungi SINDONews, Minggu (23/8). (Baca juga: Dirjen Dikti: Masih Ada Broken Link Antara Kampus dan Industri )
Asep melanjutkan, di Indonesia ada sekitar 4.500 perguruan tinggi yang beroperasi. Baik perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Selain itu juga ada beberapa kampus yang tidak masuk klasterisasi. Menurut Asep, dengan kondisi begini maka Kemendikbud harus mempelajari dan melakukan tindakan. "Bila kampus-kampus itu sudah lebih dari 2 kali tidak masuk klaster tentu ada persoalan, harus mulai dibenahi. Misalnya diminta bergabung atau dilikuidasi,” saran dia.
Selain itu, Asep menjelaskan, untuk kampus-kampus yang berada di klaster empat, pembinaan lanjutan harus dilakukan Kemendikbud. Kemendikbud harus bisa melakukan pemetaan di indicator dari hasil klasterisasi mana kampus itu yang masih jelek untuk dilakukan pembinaan.
Selain Kemendikbud, dia menuturkan, dalam proses pembenahan itu bisa saja kampus-kampus yang berada di klaster pertama dan dua itu dilibatkan sehingga mutu perguruan tinggi di Indonesia pun bisa meningkat karena ada peran serta kampus yang sudah unggul tersebut. (Baca juga: Produk Inovasi Vokasi Harus Disesuaikan Kebutuhan Pasar )
Klasterisasi perguruan tinggi sudah dilakukan setiap tahunnya namun menurut Asep, hasil klasterisasi ini baru sekedar dipakai perguruan tinggi untuk jualan atau promosi kampusnya semata. "Saya pikir ini tidak impactfull bagi pembenahan pendidikan tinggi. Dan hanya memperkuat persaingan, bukan kolaborasi,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, ada 2.136 perguruan tinggi baik PTN dan PTS yang masuk klasterisasi perguruan tinggi 2020 ini. Ada 15 perguruan tinggi yang masuk klaster pertama, 34 klaster kedua, 97 klaster ketiga, 400 klaster keempat dan 1.590 yang masuk klaster kelima. Kemendikbud pada konferensi pers hanya mengumumkan hasil klasterisasi satu saja sedangkan klasterisasi lain tidak.
Kemendikbud mengumumkan, pada klaster satu Institut Pertanian Bogor berada di posisi pertama dengan skor 3,648, Universitas Indonesia (3,414), Universitas Gadjah Mada (3,315), Universitas Airlangga (3,299), Institut Teknologi Bandung (3,275), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (3,218), Universitas Hasanuddin (3,161), Universitas Brawijaya (3,161), Universitas Diponegoro (3.11), Universitas Padjajaran (3,007), Universitas Sebelas Maret (2,930), Universitas Negeri Yogyakarta (2,908), Universitas Andalas (2,860), Universitas Sumatera Utara (2,792) dan Universitas Negeri Malang (2,747).
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda