Abaikan Pendidikan di Masa Pandemi Akan Mengundang Bencana Berikutnya
Minggu, 03 Mei 2020 - 00:02 WIB
JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyatakan, pandemi virus Corona atau Covid-19 yang terjadi di Indonesia, telah membuka mata tentang layanan pendidikan di Indonesia yang dianggap masih gagap menghadapi bencana. Padahal, Indonesia ditakdir menjadi negara yang rawan bencana.
Menurut Ubaid, harusnya pemerintah mampu menghadapi situasi ini sejak awal. Tetapi ternyata, pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara belum menjadi sektor utama dalam situasi darurat.
"Mengabaikan sektor pendidikan di kala bencana adalah kelalaian fatal yang mengundang bencana berikutnya yang lebih destruktif," tutur Ubaid dalam refleksi Hardiknas 2020 kepada SINDOnews, Sabtu (2/5/2020).
(Baca juga: Luncurkan Program Golkar Pintar, Hetifah: Permudah Informasi Pendidikan)
Menurutnya, saat ini pemerintah terkesan belum menyelamatkan sektor pendidikan, tetapi membiarkan pendidikan berjalan terseok-seok. Dana darurat sekitar Rp405 triliun untuk penanggulangan wabah corona yang menyasar banyak bidang, ternyata tidak untuk menyelamatkan sektor pendidkan sama sekali.
"Bahkan, dana pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag disunat dan direalokasikan untuk sektor lain. Akibatnya, ancaman di sektor pendidikan kian nyata di depan mata," kata Ubaid.
Ubaid menuturkan, dalam kondisi pandemi corona yang seakan tak tampak ujungnya, pemerintah diingatkan berbagai hal menyangkut dunia pendidikan kita.
Pertama ancaman putus sekolah. Angka kemiskinan naik tajam dalam situasi seperti ini. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Buat makan saja susah, apalagi buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini dan itu. Mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi ini harus dijamin, jangan malah diabaikan.
Kedua, ancaman sekolah gulung tikar. Tidak semua sekolah itu negeri. Banyak juga yang swasta. Belum lagi madrasah, yang mayoritas adalah swasta. Mereka semua adalah komponen yang paling terdampak pandemi ini. Hampir 56% sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional (Jejak pendapat, Kemendikbud, 2020). Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terlantar.
Menurut Ubaid, harusnya pemerintah mampu menghadapi situasi ini sejak awal. Tetapi ternyata, pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara belum menjadi sektor utama dalam situasi darurat.
"Mengabaikan sektor pendidikan di kala bencana adalah kelalaian fatal yang mengundang bencana berikutnya yang lebih destruktif," tutur Ubaid dalam refleksi Hardiknas 2020 kepada SINDOnews, Sabtu (2/5/2020).
(Baca juga: Luncurkan Program Golkar Pintar, Hetifah: Permudah Informasi Pendidikan)
Menurutnya, saat ini pemerintah terkesan belum menyelamatkan sektor pendidikan, tetapi membiarkan pendidikan berjalan terseok-seok. Dana darurat sekitar Rp405 triliun untuk penanggulangan wabah corona yang menyasar banyak bidang, ternyata tidak untuk menyelamatkan sektor pendidkan sama sekali.
"Bahkan, dana pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag disunat dan direalokasikan untuk sektor lain. Akibatnya, ancaman di sektor pendidikan kian nyata di depan mata," kata Ubaid.
Ubaid menuturkan, dalam kondisi pandemi corona yang seakan tak tampak ujungnya, pemerintah diingatkan berbagai hal menyangkut dunia pendidikan kita.
Pertama ancaman putus sekolah. Angka kemiskinan naik tajam dalam situasi seperti ini. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Buat makan saja susah, apalagi buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini dan itu. Mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi ini harus dijamin, jangan malah diabaikan.
Kedua, ancaman sekolah gulung tikar. Tidak semua sekolah itu negeri. Banyak juga yang swasta. Belum lagi madrasah, yang mayoritas adalah swasta. Mereka semua adalah komponen yang paling terdampak pandemi ini. Hampir 56% sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional (Jejak pendapat, Kemendikbud, 2020). Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terlantar.
tulis komentar anda