Kepala Sekolah Jual LKS, KPAI: Diskresi untuk Mengatasi PJJ Daring
Kamis, 10 September 2020 - 11:49 WIB
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu untuk tidak menghukum Kepala SMAN 3 Seluma. Langkah yang diambil oleh sekolah dianggap sebagai diskresi untuk mengatasi masalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) .
Komisioner KPAI Retno Listyarti menerangkan Kepala SMAN 2 Seluma mengeluarkan kebijakan mengizinkan penjualan lembar kerja sekolah (LKS) kepada siswa-siswi. LKS itu bertujuan untuk mengganti modul karena adanya hambatan pembelajaran di masa pandemi COVID-19. (Baca juga: Kemendikbud Akui PJJ Belum Maksimal, Ini Alasannya )
“Banyak siswa yang tidak bisa PJJ daring karena tidak memiliki alat, tidak mampu membeli kuota, dan sinyal tidak stabil. Ironisnya, niat baik kepala sekolah dan jajaranya berujung pemeriksaan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/9/2020).
Dinas Pendidikan (Disdik) menilai kebijakan itu melanggar Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Larangan Penjualan Buku. Aturan lain yang diduga dilanggar adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. (Baca juga: Guru Honorer juga akan Dapat Bantuan Kuota )
KPAI menilai, alih-alih membantu peserta didik dan pendidik dalam mengatasi masalah PJJ daring. Disdik Provinsi Bengkulu justru lebih bersemangat memeriksa sekolah yang melakukan diskresi karena kedaruratan PJJ di masa pandemi COVID-19.
Retno mengungkapkan, Kepala SMAN 3 Seluma menyatakan tidak memaksakan pembelian LKS tersebut. Kepala Sekolah, menurutnya, mengakui mengizinkan penerbit menitipkan pada guru mata pelajaran terkait.
“Ini murni karena kedaruratan saja. Niat kami hanya ingin setiap anak dapat terlayani pembelajaran di masa pandemi ini,” kata Retno menirukan keterangan Kepala SMAN 3 Seluma.
Retno menilai kebijakan Kepala SMAN 3 Seluma itu sebagai sebuah diskresi. Sebagai manajer sekolah, maka Kepala SMAN 3 Seluma lebih memahami kondisi sekolahnya. Keputusan mengizinkan penggunaan LKS adalah upaya mengatasi masalah hambatan PJJ daring. (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah Akibat COVID-19 )
KPAI menyebut, diskresi itu merupakan bagian otonomi sekolah. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Otonomi sekolah adalah keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada setiap sekolah untuk mengelola pelaksanaan pembelajaran sesuai karakteristik lembaga tersebut. Syaratnya, tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional.
Penggunaan LKS itu sebagai upaya mencerdaskan peserta didik dengan melayani pembelajaran dalam kondisi penuh keterbatasan. Apalagi, hingga 9 September 2020, SMAN 2 Seluma dan seluruh sekolah di Kabupaten Seluma belum menerima modul yang dibuat sesuai kurikulum darurat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Oleh karena itu, seharusnya Disdik Provinsi Bengkulu menggunakan unsur pemaaf dalam kasus ini. Bukan malah menekan sekolah. Kepentingan peserta didik untuk terlayani pembelajaran semestinya menjadi pertimbangan utama,” pungkasnya.
Komisioner KPAI Retno Listyarti menerangkan Kepala SMAN 2 Seluma mengeluarkan kebijakan mengizinkan penjualan lembar kerja sekolah (LKS) kepada siswa-siswi. LKS itu bertujuan untuk mengganti modul karena adanya hambatan pembelajaran di masa pandemi COVID-19. (Baca juga: Kemendikbud Akui PJJ Belum Maksimal, Ini Alasannya )
“Banyak siswa yang tidak bisa PJJ daring karena tidak memiliki alat, tidak mampu membeli kuota, dan sinyal tidak stabil. Ironisnya, niat baik kepala sekolah dan jajaranya berujung pemeriksaan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/9/2020).
Dinas Pendidikan (Disdik) menilai kebijakan itu melanggar Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Larangan Penjualan Buku. Aturan lain yang diduga dilanggar adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. (Baca juga: Guru Honorer juga akan Dapat Bantuan Kuota )
KPAI menilai, alih-alih membantu peserta didik dan pendidik dalam mengatasi masalah PJJ daring. Disdik Provinsi Bengkulu justru lebih bersemangat memeriksa sekolah yang melakukan diskresi karena kedaruratan PJJ di masa pandemi COVID-19.
Retno mengungkapkan, Kepala SMAN 3 Seluma menyatakan tidak memaksakan pembelian LKS tersebut. Kepala Sekolah, menurutnya, mengakui mengizinkan penerbit menitipkan pada guru mata pelajaran terkait.
“Ini murni karena kedaruratan saja. Niat kami hanya ingin setiap anak dapat terlayani pembelajaran di masa pandemi ini,” kata Retno menirukan keterangan Kepala SMAN 3 Seluma.
Retno menilai kebijakan Kepala SMAN 3 Seluma itu sebagai sebuah diskresi. Sebagai manajer sekolah, maka Kepala SMAN 3 Seluma lebih memahami kondisi sekolahnya. Keputusan mengizinkan penggunaan LKS adalah upaya mengatasi masalah hambatan PJJ daring. (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah Akibat COVID-19 )
KPAI menyebut, diskresi itu merupakan bagian otonomi sekolah. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Otonomi sekolah adalah keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada setiap sekolah untuk mengelola pelaksanaan pembelajaran sesuai karakteristik lembaga tersebut. Syaratnya, tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional.
Penggunaan LKS itu sebagai upaya mencerdaskan peserta didik dengan melayani pembelajaran dalam kondisi penuh keterbatasan. Apalagi, hingga 9 September 2020, SMAN 2 Seluma dan seluruh sekolah di Kabupaten Seluma belum menerima modul yang dibuat sesuai kurikulum darurat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Oleh karena itu, seharusnya Disdik Provinsi Bengkulu menggunakan unsur pemaaf dalam kasus ini. Bukan malah menekan sekolah. Kepentingan peserta didik untuk terlayani pembelajaran semestinya menjadi pertimbangan utama,” pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda