UI Gelar Forum Diskusi Ilmiah Bahas Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi
Rabu, 14 Oktober 2020 - 14:12 WIB
Sementara, Akmal M. Piliang mengatakan, dua titik krusial dalam persiapan pilkada serentak 2020 telah dilalui dengan baik. Ia juga mengajak masyarakat untuk optimis bahwa pilkada ini akan menjadi instrumen utama untuk menggerakkan elemen- elemen di pemerintah kota maupun daerah untuk mengedukasi masyarakat dalam melawan COVID-19.
“Jadikan pilkada sebagai ajang adu gagasan paslon mengenai strategi penanganan COVID-19 dan dampak sosial ekonominya. Kami juga mendorong PJ, PLT untuk melakukan kampanye dengan pendekatan daring guna menjaga social distancing,” ujar Akmal.
Dalam kesempatan yang sama, Eko Prasojo menuturkan, Pilkada di tengah pandemi COVID-19 dapat berpotensi memberikan dampak di antaranya pada minimnya kualitas interaksi calon dan masyarakat; pilkada akan menjadi ritualitas demokrasi/prosedural semata; tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal; money politik akan tumbuh secara silent karena adanya kebutuhan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi.
"Namun di sisi lain, jika pilkada tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada Pjs Kada tidak dapat membuat keputusan stratejik seperti APBN, Organisasi, SDM; program pembangunan mengikuti tahun anggaran 2020; terjadi penundaan berbagai program pembangunan," terang Eko.
Menurut Eko, dalam mengambil kebijakan harus berdasarkan evidence based policy. Ia juga menyebutkan bahwa terbuka opsi Pilkada tidak langsung oleh DPRD. Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.
“Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politic oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” ujar Eko yang juga merupakan Dekan FIA UI.
Valina menuturkan, Pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada juga identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang. Setidaknya, terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS.
"Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural. Pilkada diharapkan bukan hanya sekadar ritual prosedural elektoral tetapi pilkada harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah- daerah. Pertanyaannya, apakah pilkada serentak pada situasi pandemi COVID-19 mampu menghasilkan pilkada yang sehat dan kepala daerah berkualitas?” terangnya.
Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurutnya, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran COVID-19; menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat; inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara, perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik; pemungutan suara via pos, kotak suara keliling; Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan; memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.
“Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko,” ujar Valina.
“Jadikan pilkada sebagai ajang adu gagasan paslon mengenai strategi penanganan COVID-19 dan dampak sosial ekonominya. Kami juga mendorong PJ, PLT untuk melakukan kampanye dengan pendekatan daring guna menjaga social distancing,” ujar Akmal.
Dalam kesempatan yang sama, Eko Prasojo menuturkan, Pilkada di tengah pandemi COVID-19 dapat berpotensi memberikan dampak di antaranya pada minimnya kualitas interaksi calon dan masyarakat; pilkada akan menjadi ritualitas demokrasi/prosedural semata; tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal; money politik akan tumbuh secara silent karena adanya kebutuhan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi.
"Namun di sisi lain, jika pilkada tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada Pjs Kada tidak dapat membuat keputusan stratejik seperti APBN, Organisasi, SDM; program pembangunan mengikuti tahun anggaran 2020; terjadi penundaan berbagai program pembangunan," terang Eko.
Menurut Eko, dalam mengambil kebijakan harus berdasarkan evidence based policy. Ia juga menyebutkan bahwa terbuka opsi Pilkada tidak langsung oleh DPRD. Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.
“Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politic oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” ujar Eko yang juga merupakan Dekan FIA UI.
Valina menuturkan, Pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada juga identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang. Setidaknya, terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS.
"Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural. Pilkada diharapkan bukan hanya sekadar ritual prosedural elektoral tetapi pilkada harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah- daerah. Pertanyaannya, apakah pilkada serentak pada situasi pandemi COVID-19 mampu menghasilkan pilkada yang sehat dan kepala daerah berkualitas?” terangnya.
Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurutnya, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran COVID-19; menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat; inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara, perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik; pemungutan suara via pos, kotak suara keliling; Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan; memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.
“Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko,” ujar Valina.
tulis komentar anda