Prestasi Puncak, ITS Bawa Pulang Juara Umum Kontes Robot Terbang
Senin, 02 November 2020 - 10:27 WIB
Tim Bayusuta yang merupakan nama tim divisi TD, lanjut Heri, berhasil meraih predikat pada tiap subdivisi lomba. Seperti tahun sebelumnya, kali ini pun Tim Bayusuta berhasil keluar sebagai juara pertama pada TD Air Frame Innovation. Dengan pesawat hybrid berbahan balsa dan triplek yang dapat melakukan take off dan landing secara vertikal, tim Bayusuta berhasil melakukan presentasi dengan baik dan demo dengan sempurna.
Tak hanya itu, tim Bayusuta juga berhasil mendapatkan juara harapan pertama pada TD Flight Controller. Pada kategori ini, tim harus membuat drone yang bisa dikendalikan secara simultan dan independen. Sementara itu, perolehan serupa juga didapatkan pada subdivisi TD Propulsion System. Belum pernah diikuti sebelumnya, tim membawa inovasi propeller berbahan serabut kelapa. “Tahun ini baru ikut dan berhasil mendapatkan harapan satu,” aku Heri.
Pada divisi Fixed Wing, tim Anaryadirga harus puas hanya mampu menyelesaikan misi. Pesawat besutan tim ini harus terbang sejauh lima kilometer untuk melakukan pemetaan udara dan monitoring, dan diamati secara langsung oleh juri melalui Zoom Meeting. Selain itu, pesawat pada divisi ini harus menjatuhkan beban seberat setengah kilogram pada titik koordinat yang telah ditentukan.
“Jadi dilihat akurasinya berapa meter, berapa error-nya dari titik koordinat yang telah ditentukan,” terang Heri.
Heri menilai, tim Anaryadirga memang belum siap 100 persen karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa terdapat kesalahan dalam menginterpretasi perintah dari juri. Pemetaan divisi ini masih jelek karena tim menghabiskan waktu untuk pengembangan wahana.
“Yang penting adalah melakukan mapping dan monitoring yang benar sesuai dengan ilmu pemetaan udara. Itu kesalahan yang besar,” ungkapnya.
Ditanyai perihal kendala lain, menurut Heri, kendala paling utama adalah pandemi. Karena adanya pandemi, para anggota tim yang bisa berkumpul di Gedung Pusat Robotika ITS menjadi terbatas karena harus mengikuti protokol yang ada. Selain itu, banyak anggota tim yang tidak bisa datang ke Surabaya karena izin orang tua. “Seperti yang Air Frame. Itu demonya di Depok dan yang presentasi di Surabaya,” tutur Heri.
Kendati demikian, Heri cukup puas dengan perolehan tim ITS pada KRTI 2020. Sebab untuk pertama kalinya, ITS mampu merebut gelar Juara Umum yang sebelumnya selalu dipegang kampus lain. Menurutnya, ini merupakan puncak prestasi yang luar biasa sekali bagi tim robot terbang ITS.
“Ke depan, kita harus dapat mempertahankan, lebih semangat, dan lebih inovatif untuk mengembangkan ide-ide dan strategi yang harus kita lakukan. Terus terang, mempertahankan itu lebih susah daripada memperebutkan,” pungkas Heri.
Tak hanya itu, tim Bayusuta juga berhasil mendapatkan juara harapan pertama pada TD Flight Controller. Pada kategori ini, tim harus membuat drone yang bisa dikendalikan secara simultan dan independen. Sementara itu, perolehan serupa juga didapatkan pada subdivisi TD Propulsion System. Belum pernah diikuti sebelumnya, tim membawa inovasi propeller berbahan serabut kelapa. “Tahun ini baru ikut dan berhasil mendapatkan harapan satu,” aku Heri.
Pada divisi Fixed Wing, tim Anaryadirga harus puas hanya mampu menyelesaikan misi. Pesawat besutan tim ini harus terbang sejauh lima kilometer untuk melakukan pemetaan udara dan monitoring, dan diamati secara langsung oleh juri melalui Zoom Meeting. Selain itu, pesawat pada divisi ini harus menjatuhkan beban seberat setengah kilogram pada titik koordinat yang telah ditentukan.
“Jadi dilihat akurasinya berapa meter, berapa error-nya dari titik koordinat yang telah ditentukan,” terang Heri.
Heri menilai, tim Anaryadirga memang belum siap 100 persen karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa terdapat kesalahan dalam menginterpretasi perintah dari juri. Pemetaan divisi ini masih jelek karena tim menghabiskan waktu untuk pengembangan wahana.
“Yang penting adalah melakukan mapping dan monitoring yang benar sesuai dengan ilmu pemetaan udara. Itu kesalahan yang besar,” ungkapnya.
Ditanyai perihal kendala lain, menurut Heri, kendala paling utama adalah pandemi. Karena adanya pandemi, para anggota tim yang bisa berkumpul di Gedung Pusat Robotika ITS menjadi terbatas karena harus mengikuti protokol yang ada. Selain itu, banyak anggota tim yang tidak bisa datang ke Surabaya karena izin orang tua. “Seperti yang Air Frame. Itu demonya di Depok dan yang presentasi di Surabaya,” tutur Heri.
Kendati demikian, Heri cukup puas dengan perolehan tim ITS pada KRTI 2020. Sebab untuk pertama kalinya, ITS mampu merebut gelar Juara Umum yang sebelumnya selalu dipegang kampus lain. Menurutnya, ini merupakan puncak prestasi yang luar biasa sekali bagi tim robot terbang ITS.
“Ke depan, kita harus dapat mempertahankan, lebih semangat, dan lebih inovatif untuk mengembangkan ide-ide dan strategi yang harus kita lakukan. Terus terang, mempertahankan itu lebih susah daripada memperebutkan,” pungkas Heri.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda