Dampak Pandemi Covid-19, Indonesia Alami Stunting Pendidikan
Jum'at, 11 Desember 2020 - 21:23 WIB
SURABAYA - Masa pandemi yang melanda selama 9 bulan terakhir membuat Indonesia dinilai telah mengalami stunting di bidang pendidikan. Oleh karena itu perlu dibuatkan sebuah intervensi yang tepat agar kondisi ini tidak terjadi terus menerus.
“Indonesia saat ini sedang mengalami stunting pendidikan ,” kata Wakil Rektor I Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Prof. Kacung Marijan dalam webinar nasional “Tantangan dan Strategi Memotivasi Anak Menjelang Berakhirnya BDR” yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Unusa, Jumat (11/12/2020). (Baca juga: Kemendikbud Minta Kampus Berkolaborasi Selesaikan Masalah di Daerah 3T )
Stunting biasanya dikaitkan dengan kesehatan, dimana anak kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Salah satu ciri stunting yang paling adalah anak bertubuh pendek. “Jadi stunting ini tidak hanya dialami di bidang kesehatan, pandemi membuat dunia pendidikan kita mengalami stunting juga. Tidak hanya Indonesia tapi seluruh dunia,” imbuhnya.
Prof. Kacung menjelaskan, stunting bidang pendidikan menyebabkan “asupan gizi” pembelajaran yang biasanya 100 persen menjadi 50 persen saja di masa pandemi. Dengan kondisi ini maka orang tua memang dituntut untuk mampu mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran di rumah.
Prof. Kacung juga menekankan bahwa esensi belajar itu berawal dari rumah terlebih dahulu, kemudian berlanjut belajar di sekolah. “Jadi sebenarnya belajar dari rumah (BDR) bukanlah hal baru karena selama ini anak-anak belajar dari rumah terlebih dahulu baru ke sekolah,” katanya. (Baca juga: Jamin Kelancaran Belajar, Kemendikbud Luncurkan Akun 'belajar.id' )
Sementara itu, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Ansori mengatakan selama pandemi anak telah kehilangan masa belajarnya. Kegiatan belajar dari rumah (BDR) selama ini kurang efektif karena beberapa faktor. Di antaranya kurangnya orang tua memahami situasi anak-anak sehingga banyak kasus orang tua emosional saat mengajar anak di rumah.
Padahal di masa pandemi, orang tua memegang peranan penting proses belajar dari rumah. Dengan memahami kebutuhan anak maka ruang penerimaan anak ketika diajari orang tua akan lebih besar. “Misalkan anak suka sekali main ponsel, maka bagaimana orang tua memberikan nilai tambah tersebut kepada anak. Misalkan memilihkan tayangan-tayangan yang lebih berkualitas dan membentuk karakter anak,” contohnya.
Minimnya pemahaman kebutuhan belajar anak ternyata juga dialami oleh pendidik. Hal ini terlihat munculnya keluhan guru cenderung hanya sekedar memberikan tugas-tugas saja selama BDR. Sehingga banyak keluhan muncul anak enggan berpartisipasi aktif, anak mematikan video saat pembelajaran via zoom dan sebagainya. (Baca juga: 6 Bulan Belum Kerja, Lulusan IPB University akan Diberikan Pendampingan Khusus )
“Kalau anak tidak peduli, tidak perhatian atau tidak terlibat berarti ada persoalan menyajikan materi pembelajaran kepada anak. Itu yang harus jadi introspeksi bagi pendidik bagaimana agar materi disukai anak-anak,” ujarnya.
Sementara itu, Konselor Puspaga Kota Surabaya, Linda Hartanti, menuturkan ada beberapa strategi agar anak tidak malas saat pembelajaran. Yaitu, tetap bergerak aktif, fokus pada tujuan, membuat daftar kepentingan. "Melakukan olahraga ringan tiap 15 menit sekali,” katanya.
Strategi lain adalah memberikan penghargaan pada diri sendiri atas capaian belajar yang telah dicapai, memotivasi diri lewat buku bacaan tentang kisah tokoh sukses, membuat jadwal harian, membuat pola hidup teratur. “Selain itu, kita harus membiarkan diri ini bahagia agar bisa menumbuhkan semangat belajar. Dan yang terpenting, jauhkan diri dari kasur, rebahan. Karena itu pasti menimbulkan rasa malas belajar,” katanya.
Linda menambahkan hingga saat ini belum ada kepastian bahwa belajar dari rumah akan benar-benar di akhiri. Dia pun tetap mengingatkan protokol kesehatan harus tetap ditegakkan baik pembelajaran offline maupun online. "Tetap ingat pesan Ibu: pakai masker, menjauhi kerumunan dan mencuci tangan,” pungkasnya.
“Indonesia saat ini sedang mengalami stunting pendidikan ,” kata Wakil Rektor I Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Prof. Kacung Marijan dalam webinar nasional “Tantangan dan Strategi Memotivasi Anak Menjelang Berakhirnya BDR” yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Unusa, Jumat (11/12/2020). (Baca juga: Kemendikbud Minta Kampus Berkolaborasi Selesaikan Masalah di Daerah 3T )
Stunting biasanya dikaitkan dengan kesehatan, dimana anak kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Salah satu ciri stunting yang paling adalah anak bertubuh pendek. “Jadi stunting ini tidak hanya dialami di bidang kesehatan, pandemi membuat dunia pendidikan kita mengalami stunting juga. Tidak hanya Indonesia tapi seluruh dunia,” imbuhnya.
Prof. Kacung menjelaskan, stunting bidang pendidikan menyebabkan “asupan gizi” pembelajaran yang biasanya 100 persen menjadi 50 persen saja di masa pandemi. Dengan kondisi ini maka orang tua memang dituntut untuk mampu mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran di rumah.
Prof. Kacung juga menekankan bahwa esensi belajar itu berawal dari rumah terlebih dahulu, kemudian berlanjut belajar di sekolah. “Jadi sebenarnya belajar dari rumah (BDR) bukanlah hal baru karena selama ini anak-anak belajar dari rumah terlebih dahulu baru ke sekolah,” katanya. (Baca juga: Jamin Kelancaran Belajar, Kemendikbud Luncurkan Akun 'belajar.id' )
Sementara itu, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Ansori mengatakan selama pandemi anak telah kehilangan masa belajarnya. Kegiatan belajar dari rumah (BDR) selama ini kurang efektif karena beberapa faktor. Di antaranya kurangnya orang tua memahami situasi anak-anak sehingga banyak kasus orang tua emosional saat mengajar anak di rumah.
Padahal di masa pandemi, orang tua memegang peranan penting proses belajar dari rumah. Dengan memahami kebutuhan anak maka ruang penerimaan anak ketika diajari orang tua akan lebih besar. “Misalkan anak suka sekali main ponsel, maka bagaimana orang tua memberikan nilai tambah tersebut kepada anak. Misalkan memilihkan tayangan-tayangan yang lebih berkualitas dan membentuk karakter anak,” contohnya.
Minimnya pemahaman kebutuhan belajar anak ternyata juga dialami oleh pendidik. Hal ini terlihat munculnya keluhan guru cenderung hanya sekedar memberikan tugas-tugas saja selama BDR. Sehingga banyak keluhan muncul anak enggan berpartisipasi aktif, anak mematikan video saat pembelajaran via zoom dan sebagainya. (Baca juga: 6 Bulan Belum Kerja, Lulusan IPB University akan Diberikan Pendampingan Khusus )
“Kalau anak tidak peduli, tidak perhatian atau tidak terlibat berarti ada persoalan menyajikan materi pembelajaran kepada anak. Itu yang harus jadi introspeksi bagi pendidik bagaimana agar materi disukai anak-anak,” ujarnya.
Sementara itu, Konselor Puspaga Kota Surabaya, Linda Hartanti, menuturkan ada beberapa strategi agar anak tidak malas saat pembelajaran. Yaitu, tetap bergerak aktif, fokus pada tujuan, membuat daftar kepentingan. "Melakukan olahraga ringan tiap 15 menit sekali,” katanya.
Strategi lain adalah memberikan penghargaan pada diri sendiri atas capaian belajar yang telah dicapai, memotivasi diri lewat buku bacaan tentang kisah tokoh sukses, membuat jadwal harian, membuat pola hidup teratur. “Selain itu, kita harus membiarkan diri ini bahagia agar bisa menumbuhkan semangat belajar. Dan yang terpenting, jauhkan diri dari kasur, rebahan. Karena itu pasti menimbulkan rasa malas belajar,” katanya.
Linda menambahkan hingga saat ini belum ada kepastian bahwa belajar dari rumah akan benar-benar di akhiri. Dia pun tetap mengingatkan protokol kesehatan harus tetap ditegakkan baik pembelajaran offline maupun online. "Tetap ingat pesan Ibu: pakai masker, menjauhi kerumunan dan mencuci tangan,” pungkasnya.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda