IPB Kembangkan Teknik Pengeringan Sederhana Tanpa Rusak Warna Produk
Jum'at, 08 Januari 2021 - 18:44 WIB
JAKARTA - Pakar Teknologi Pangan IPB University Dr Tjahja Muhandri menemukan teknik pengeringan sederhana dengan bantuan matahari tanpa merusak warna produk.
Dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Dr Tjahja Muhandri menemukan teknik pengeringan sederhana dengan bantuan matahari tanpa merusak warna produk. Tjahja hanya membutuhkan alat tambahan berupa kipas angin untuk menyempurnakan tekniknya. (Baca juga: Inovasi Mahasiswa UI untuk Layanan Asuransi Boyong Juara 1 )
“Hembusan angin berguna untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu secara drastis dan penumpukan uap air serta penumpukan zat aktif penyebab reaksi oksidasi yang menyebabkan produk menjadi kecoklatan,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat (8/1).
Teknik kombinasi ini ditemukan tidak sengaja ketika dia membersihkan halaman rumah. Pada saat itu dia menemukan adanya dedaunan yang tetap hijau meski telah berada di dalam wadah selama beberapa minggu. Sedangkan dedaunan yang berada di wadah yang lain telah membusuk.
“Kira-kira 3 minggu sebelumnya saya memangkas pohon di halaman. Dedaunan hasil pangkasan saya masukkan ke dalam plastik. Dedaunan hijau ini sudah mulai kecoklatan dan bau fermentasi. Sedangkan di plastik lain ada tiga helai daun hijau yang saya campur dengan daun kering warnanya tetap hijau,” tuturnya. (Baca juga: Buruan Daftar, Beasiswa CCI di Amerika Kembali Dibuka )
Dari pengamatan itu disimpulkan, penyebab daun berubah menjadi kecoklatan adalah penumpukan uap air, peningkatan suhu secara drastis yang menyebabkan degradasi klorofil serta penumpukan zat aktif yang dikeluarkan oleh dedaunan segar.
Pada kasus tersebut, ketiga hal yang menjadi penyebab daun berubah kecoklatan, dengan cepat diserap oleh dedaunan kering di sekitarnya, sehingga tidak menyebabkan perubahan warna pada dedaunan segar.
“Dari situ saya berpikir berarti proses pengeringan yang jika uap airnya bisa kita buang, suhunya bisa kita turunkan, zat aktif dari daun segar kita buang, maka produk tidak akan coklat,” ucapnya.
Dr Tjahja merupakan peneliti aktif di IPB University baik di Seafast Center dan di Pusat Studi Biofarmaka Tropika. Jiwa penelitinya sangat menggebu hingga memutuskan untuk percobaan ulang dengan bantuan kipas angin sebagai eliminator atau penghilang uap air, panas dan penumpukan zat aktif di sekitar produk yang dikeringkan.
“Hari itu saya langsung beli kipas angin dan kain kasa nyamuk. Saya kumpulkan bahan-bahan di sekitar rumah seperti daun salam dan seledri. Dan benar, keesokan harinya saat saya amati, dedaunan tersebut kering dan warnanya tidak berubah,” tambahnya.
Meski dari segi fisik warnanya mampu dipertahankan tetapi teknik pengeringan temuannya ini masih perlu dilakukan riset lebih lanjut. Hal ini untuk memastikan tekniknya tidak hanya mampu mempertahankan warna namun juga berbagai zat aktif yang ada di dalam produk.
Akan tetapi teknik ini menjadi harapan yang sangat besar, terutama bagi pelaku usaha rumahan atau home industry untuk dapat meningkatkan kualitas produk dengan alat pengeringan yang sederhana dan tentunya biaya operasional yang terjangkau.
Dosen IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Dr Tjahja Muhandri menemukan teknik pengeringan sederhana dengan bantuan matahari tanpa merusak warna produk. Tjahja hanya membutuhkan alat tambahan berupa kipas angin untuk menyempurnakan tekniknya. (Baca juga: Inovasi Mahasiswa UI untuk Layanan Asuransi Boyong Juara 1 )
“Hembusan angin berguna untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu secara drastis dan penumpukan uap air serta penumpukan zat aktif penyebab reaksi oksidasi yang menyebabkan produk menjadi kecoklatan,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat (8/1).
Teknik kombinasi ini ditemukan tidak sengaja ketika dia membersihkan halaman rumah. Pada saat itu dia menemukan adanya dedaunan yang tetap hijau meski telah berada di dalam wadah selama beberapa minggu. Sedangkan dedaunan yang berada di wadah yang lain telah membusuk.
“Kira-kira 3 minggu sebelumnya saya memangkas pohon di halaman. Dedaunan hasil pangkasan saya masukkan ke dalam plastik. Dedaunan hijau ini sudah mulai kecoklatan dan bau fermentasi. Sedangkan di plastik lain ada tiga helai daun hijau yang saya campur dengan daun kering warnanya tetap hijau,” tuturnya. (Baca juga: Buruan Daftar, Beasiswa CCI di Amerika Kembali Dibuka )
Dari pengamatan itu disimpulkan, penyebab daun berubah menjadi kecoklatan adalah penumpukan uap air, peningkatan suhu secara drastis yang menyebabkan degradasi klorofil serta penumpukan zat aktif yang dikeluarkan oleh dedaunan segar.
Pada kasus tersebut, ketiga hal yang menjadi penyebab daun berubah kecoklatan, dengan cepat diserap oleh dedaunan kering di sekitarnya, sehingga tidak menyebabkan perubahan warna pada dedaunan segar.
“Dari situ saya berpikir berarti proses pengeringan yang jika uap airnya bisa kita buang, suhunya bisa kita turunkan, zat aktif dari daun segar kita buang, maka produk tidak akan coklat,” ucapnya.
Dr Tjahja merupakan peneliti aktif di IPB University baik di Seafast Center dan di Pusat Studi Biofarmaka Tropika. Jiwa penelitinya sangat menggebu hingga memutuskan untuk percobaan ulang dengan bantuan kipas angin sebagai eliminator atau penghilang uap air, panas dan penumpukan zat aktif di sekitar produk yang dikeringkan.
“Hari itu saya langsung beli kipas angin dan kain kasa nyamuk. Saya kumpulkan bahan-bahan di sekitar rumah seperti daun salam dan seledri. Dan benar, keesokan harinya saat saya amati, dedaunan tersebut kering dan warnanya tidak berubah,” tambahnya.
Meski dari segi fisik warnanya mampu dipertahankan tetapi teknik pengeringan temuannya ini masih perlu dilakukan riset lebih lanjut. Hal ini untuk memastikan tekniknya tidak hanya mampu mempertahankan warna namun juga berbagai zat aktif yang ada di dalam produk.
Akan tetapi teknik ini menjadi harapan yang sangat besar, terutama bagi pelaku usaha rumahan atau home industry untuk dapat meningkatkan kualitas produk dengan alat pengeringan yang sederhana dan tentunya biaya operasional yang terjangkau.
(mpw)
tulis komentar anda