Rhenald: SMA Pradita Dirgantara Ikon Disrupsi Pendidikan Indonesia
Kamis, 14 Januari 2021 - 22:12 WIB
JAKARTA - SMA Pradita Dirgantara mengadakan acara talkshow bertemakan 'SMA Pradita Dirgantara sebagai Ikon Disrupsi Pendidikan Indonesia' melalui daring, Kamis (14/1). Tema tersebut merupakan respon dari disrupsi teknologi dan pendidikan yang terjadi di Indonesia dan dunia yang salah satunya sebagai akibat dari pandemi Covid-19.
Diskusi virtual ini menghadirkan pembicara Rhenald Khasali, Ph.D, Guru Besar UI sekaligus Founder Rumah Perubahan; Jumeri,S.TP., M.Si, Dirjen Pendidikan PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud serta Prof. Sahbaz Khan Director and Representative UNESCO Jakarta.
Rhenald Khasali, Ph.D sebagai pembicara pertama memaparkan materi mengenai “SMA Pradita Dirgantara sebagai IKon Disrupsi Pendidikan Indonesia”. Disrupsi sendiri adalah inovasi yang akan menggantikan sistem lama dengan cara-cara baru.
Rhenald mengatakan bahwa disrupsi itu bersifat inovatif. Untuk itu jangan dianggap sebagai ancaman, tapi inovasi yang memudahkan. Di bidang pendidikan, yang menjadi tantangan pendidikan di era disrupsi ini, yang pertama yaitu digital devide, dalam artian pemerataan teknologi di daerah Indonesia tidak merata. Para pendidik harus pandai menentukan bagaimana cara untuk mengajar. "Tantangan kedua yaitu metodologi, yang meliputi bagaimana metode yang digunakan," terangnya.
Ketiga, memisahkan antara pengetahuan dan kecerdasan, di sekolah sebaiknya jangan hanya diajarkan pengetahuan namun juga membangun kecerdasan dengan memberkan tantangan. Keempat, menggabungkan antara low order thinking (menerapkan, memahami dan mengingat) dan high order thinking (menganalisa, mengevaluasi dan menciptakan). Yang terakhir yaitu obseletism yaitu menghubungkan antara materi sekolah dengan kebutuhan sehingga materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan.
Menurut Rhenald, dibutuhkan beberapa kecerdasan lain untuk menghadapi dunia baru ini. Di antaranya kecerdasan teknologi (kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi), kecerdasan sosial dan emosional (kemampuan untuk berempati, berinteraksi dan mempengaruhi orang lain), kecerdasan kontekstual (kemampuan untuk mengidentifikasi dan membuat alternatif dan mengeksekusinya dengan tepat).
Selain itu, juga dibutuhkan kecerdasan moral (kemampuan untuk mencapai tujuan sesuai nilai moral yang ada), kecerdasan generative (kemampuan untuk melahirkan ide-ide baru), kecerdasan eksploratif dah transformasional (kemampuan untuk menciptakan masa depan baru yang diinginkan) dan kecerdasan ekosistem (kemampuan untuk bekerjasama dan bersinergi).
Pakar marketing ini menekankan, yang harus disiapkan untuk menjawab tantangan disrupsi pendidikan yaitu pemahaman guru tentang alat pendidikan dan methodologi.
SMA Pradita Dirgantara dirancang untuk menghasilkan anak didik yang setelah lulus memiliki lgobal competences, global mindset, global leadership, international recognition dan respect terhadap budaya dan alam Indonesia. SMA Pradita Dirgantara mengembangkan kurikulum berdasarkan 4 aspek, yaitu spiritual, sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Diskusi virtual ini menghadirkan pembicara Rhenald Khasali, Ph.D, Guru Besar UI sekaligus Founder Rumah Perubahan; Jumeri,S.TP., M.Si, Dirjen Pendidikan PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud serta Prof. Sahbaz Khan Director and Representative UNESCO Jakarta.
Rhenald Khasali, Ph.D sebagai pembicara pertama memaparkan materi mengenai “SMA Pradita Dirgantara sebagai IKon Disrupsi Pendidikan Indonesia”. Disrupsi sendiri adalah inovasi yang akan menggantikan sistem lama dengan cara-cara baru.
Rhenald mengatakan bahwa disrupsi itu bersifat inovatif. Untuk itu jangan dianggap sebagai ancaman, tapi inovasi yang memudahkan. Di bidang pendidikan, yang menjadi tantangan pendidikan di era disrupsi ini, yang pertama yaitu digital devide, dalam artian pemerataan teknologi di daerah Indonesia tidak merata. Para pendidik harus pandai menentukan bagaimana cara untuk mengajar. "Tantangan kedua yaitu metodologi, yang meliputi bagaimana metode yang digunakan," terangnya.
Ketiga, memisahkan antara pengetahuan dan kecerdasan, di sekolah sebaiknya jangan hanya diajarkan pengetahuan namun juga membangun kecerdasan dengan memberkan tantangan. Keempat, menggabungkan antara low order thinking (menerapkan, memahami dan mengingat) dan high order thinking (menganalisa, mengevaluasi dan menciptakan). Yang terakhir yaitu obseletism yaitu menghubungkan antara materi sekolah dengan kebutuhan sehingga materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan.
Menurut Rhenald, dibutuhkan beberapa kecerdasan lain untuk menghadapi dunia baru ini. Di antaranya kecerdasan teknologi (kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi), kecerdasan sosial dan emosional (kemampuan untuk berempati, berinteraksi dan mempengaruhi orang lain), kecerdasan kontekstual (kemampuan untuk mengidentifikasi dan membuat alternatif dan mengeksekusinya dengan tepat).
Selain itu, juga dibutuhkan kecerdasan moral (kemampuan untuk mencapai tujuan sesuai nilai moral yang ada), kecerdasan generative (kemampuan untuk melahirkan ide-ide baru), kecerdasan eksploratif dah transformasional (kemampuan untuk menciptakan masa depan baru yang diinginkan) dan kecerdasan ekosistem (kemampuan untuk bekerjasama dan bersinergi).
Pakar marketing ini menekankan, yang harus disiapkan untuk menjawab tantangan disrupsi pendidikan yaitu pemahaman guru tentang alat pendidikan dan methodologi.
SMA Pradita Dirgantara dirancang untuk menghasilkan anak didik yang setelah lulus memiliki lgobal competences, global mindset, global leadership, international recognition dan respect terhadap budaya dan alam Indonesia. SMA Pradita Dirgantara mengembangkan kurikulum berdasarkan 4 aspek, yaitu spiritual, sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda