Pancasila dan Bahasa Indonesia Tak Dicantumkan Jadi Kurikulum Wajib, Ini Kritik DPR
Jum'at, 16 April 2021 - 14:21 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengkritik pemerintah mengenai pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan . Dia pun meminta pemerintah agar lebih teliti sebelum mengesahkan suatu peraturan.
"Kurikulum wajib Pancasila dan Bahasa Indonesia menjadi hilang dalam kurikulum pendidikan tinggi di PP No.57 tahun 2021, padahal sudah diatur dalam UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (PT)," kata Fikri kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Fikri juga meminta kepada pemerintah untuk membaca ulang Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang sudah mengatur kurikulum wajib di universitas. Dalam Pasal 35 ayat (3) menyebutkan, kurikulum perguruan tinggi wajib memuat 4 mata kuliah, yakni: agama, pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.
Namun sayangnya, lanjut dia, ternyata di dalam PP no.57/2021 terutama pasal 40 ayat (3) menyebutkan hanya tiga mata kuliah wajib yang ada dalam Kurikulum pendidikan tinggi yakni, pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; dan bahasa.
"Saya menduga ada yang lupa membaca Undang Undang sebelum PP ini terbit, padahal posisi UU itu ada di atas PP," ujar Fikri. Karenanya, dia menekankan perlunya pemerintah membaca atau minimal mengharmonisasi peraturan sebelum diterbitkan," ujarnya.
Politikus PKS ini melanjutkan, dugaan tersebut diperkuat dengan adanya siaran pers yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Siaran pers tersebut antara lain menyebutkan, secara hukum UU NO.12/2012 tetap berlaku. Sehingga mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia tetap menjadi mata kuliah wajib di jenjang pendidikan tinggi."Namun demikian, siaran pers saja tidak bisa menggugurkan ketentuan regulasi yang sudah diteken, PP ini harus direvisi!," tegasnya.
Karena, Fikri menjelaskan, PP 57/2021 tidak hanya mengatur jenjang pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan konsideran UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), namun juga mengatur jenjang pendidikan tinggi. "Maka, harusnya juga mengacu pada UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012," pungkas Fikri.
"Kurikulum wajib Pancasila dan Bahasa Indonesia menjadi hilang dalam kurikulum pendidikan tinggi di PP No.57 tahun 2021, padahal sudah diatur dalam UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (PT)," kata Fikri kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Fikri juga meminta kepada pemerintah untuk membaca ulang Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang sudah mengatur kurikulum wajib di universitas. Dalam Pasal 35 ayat (3) menyebutkan, kurikulum perguruan tinggi wajib memuat 4 mata kuliah, yakni: agama, pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.
Namun sayangnya, lanjut dia, ternyata di dalam PP no.57/2021 terutama pasal 40 ayat (3) menyebutkan hanya tiga mata kuliah wajib yang ada dalam Kurikulum pendidikan tinggi yakni, pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; dan bahasa.
"Saya menduga ada yang lupa membaca Undang Undang sebelum PP ini terbit, padahal posisi UU itu ada di atas PP," ujar Fikri. Karenanya, dia menekankan perlunya pemerintah membaca atau minimal mengharmonisasi peraturan sebelum diterbitkan," ujarnya.
Politikus PKS ini melanjutkan, dugaan tersebut diperkuat dengan adanya siaran pers yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Siaran pers tersebut antara lain menyebutkan, secara hukum UU NO.12/2012 tetap berlaku. Sehingga mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia tetap menjadi mata kuliah wajib di jenjang pendidikan tinggi."Namun demikian, siaran pers saja tidak bisa menggugurkan ketentuan regulasi yang sudah diteken, PP ini harus direvisi!," tegasnya.
Karena, Fikri menjelaskan, PP 57/2021 tidak hanya mengatur jenjang pendidikan dasar dan menengah, sesuai dengan konsideran UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), namun juga mengatur jenjang pendidikan tinggi. "Maka, harusnya juga mengacu pada UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012," pungkas Fikri.
(mpw)
tulis komentar anda