Kebutuhan Insinyur di Indonesia Masih Tinggi
Selasa, 24 Agustus 2021 - 23:34 WIB
JAKARTA - Kebutuhan ahli teknik atau insinyur di Indonesia masih sanggat tinggi. Berdasarkan data dari bank dunia Indonesia mengalami kesenjangan skil (talent gap) di delapan bidang penting yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Delapan bidang tersebut antara lain pembangunan infrastruktur, perhotelan dan pariwisata, rekayasa berkelanjutan, manajemen keberlanjutan sumber daya alam, manufaktur, pertanian modern, dan pendidikan. Empat dari delapan bidang ini berkaitan dengan profesi ke-insinyur-an. "Fakta ini harus menjadi panduan bagi mereka yang mengeluti dunia teknik untuk terus meningkatkan skil mereka sehingga kualitas skil yang dipunyai sesuai dengan kebutuhan yang dipersyaratkan dunia industri," ujar Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto, dalam Workshop Senat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) , yang digelar secara daring, Selasa (24/8/2021).
Dia mengatakan Insinyur punya tanggungjawab untuk menyelesaikan berbagai masalah di dunia. Hal ini sesuai ini kesepakatan dari World Federation of Engineering Organizations (WFEO), yang merupakan organisasi tingkat internasional yang mewadahi insinyur. "World Federation of Engineering Organizations sepakat, insinyur harus menyelesaikan masalah-masalah dunia, karena untuk menyelamatkan bumi kita adalah teknologi, dan teknologi adalah produk dari insinyur,"ujarnya. (Baca Juga :Proyek Strategis di Jakarta, JIS Karya Monumental Insinyur Indonesia)
Heru Dewanto menjelaskan bahwa dengan perkembangan teknologi saat ini dan untuk menyongsong Revolusi Industri 5.0, peranan insinyur juga sangat diperlukan. Dalam revolusi tersebut, dibutuhkan praktisi yang cakap di bidang engineering science, biomedical engineering, nano teknologi serta kecerdasaan buatan. "Saat ini sangat dibutuhkan keselarasan antara kompetensi yang diajarkan di kampus, dengan kebutuhan dunia kerja," katanya.
Di acara yang juga dihadiri oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto itu, Heru mengatakan bahwa perlu ada penyelarasan antara kebutuhan dunia kerja dengan kompetensi yang dimiliki seorang insinyur. Selain itu standarisasi juga harus terus dilakukan, agar lulusan fakultas teknik lebih bisa bersaing di dunia kerja.
"Hari ini kita sudah memiliki dua puluh ribu insinyur profesional yang bisa disetarakan dengan insinyur dunia. Setiap tahunnya ada dua ratus ribu lulusan fakultas teknik. Dari dua ratus ribu lulusan sarjana teknik di seluruh Indonesia, baru sekitar dua puluh ribu yang memiliki kompetensi," katanya. (Baca Juga :Kerja Sama Insinyur dan Dokter Harus Ditingkatkan untuk Pemulihan Kesehatan dan Ekonomi Nasional)
PII yang keberadaannya diamanatkan di undang-undang dan bukan lagi sekedar organisasi profesi, menurut Heru Dewanto terus berperan aktif dalam mendorong standarisasi lulusan fakultas teknik. Kata dia, saat ini standarisasi nasional dan standarisasi internasional politeknik yang ada di Indonesia, sudah dilakukan oleh badan tetap PII.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan UGM, Djagal Wiseso Marseno, dalam acara tersebut menyampaikan secara keseluruhan dunia kampus akan berubah. Semua pihak harus bisa mengantisipasi, termasuk UGM dan fakultas teknik UGM. "Dunia engineering juga. Kita lihat China, sering kita dengar China membangun rumah sakit hanya dalam satu hari, membangun jembatan juga demikian, ini juga harus kita antisipasi," terangnya.
Delapan bidang tersebut antara lain pembangunan infrastruktur, perhotelan dan pariwisata, rekayasa berkelanjutan, manajemen keberlanjutan sumber daya alam, manufaktur, pertanian modern, dan pendidikan. Empat dari delapan bidang ini berkaitan dengan profesi ke-insinyur-an. "Fakta ini harus menjadi panduan bagi mereka yang mengeluti dunia teknik untuk terus meningkatkan skil mereka sehingga kualitas skil yang dipunyai sesuai dengan kebutuhan yang dipersyaratkan dunia industri," ujar Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto, dalam Workshop Senat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) , yang digelar secara daring, Selasa (24/8/2021).
Dia mengatakan Insinyur punya tanggungjawab untuk menyelesaikan berbagai masalah di dunia. Hal ini sesuai ini kesepakatan dari World Federation of Engineering Organizations (WFEO), yang merupakan organisasi tingkat internasional yang mewadahi insinyur. "World Federation of Engineering Organizations sepakat, insinyur harus menyelesaikan masalah-masalah dunia, karena untuk menyelamatkan bumi kita adalah teknologi, dan teknologi adalah produk dari insinyur,"ujarnya. (Baca Juga :Proyek Strategis di Jakarta, JIS Karya Monumental Insinyur Indonesia)
Heru Dewanto menjelaskan bahwa dengan perkembangan teknologi saat ini dan untuk menyongsong Revolusi Industri 5.0, peranan insinyur juga sangat diperlukan. Dalam revolusi tersebut, dibutuhkan praktisi yang cakap di bidang engineering science, biomedical engineering, nano teknologi serta kecerdasaan buatan. "Saat ini sangat dibutuhkan keselarasan antara kompetensi yang diajarkan di kampus, dengan kebutuhan dunia kerja," katanya.
Di acara yang juga dihadiri oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto itu, Heru mengatakan bahwa perlu ada penyelarasan antara kebutuhan dunia kerja dengan kompetensi yang dimiliki seorang insinyur. Selain itu standarisasi juga harus terus dilakukan, agar lulusan fakultas teknik lebih bisa bersaing di dunia kerja.
"Hari ini kita sudah memiliki dua puluh ribu insinyur profesional yang bisa disetarakan dengan insinyur dunia. Setiap tahunnya ada dua ratus ribu lulusan fakultas teknik. Dari dua ratus ribu lulusan sarjana teknik di seluruh Indonesia, baru sekitar dua puluh ribu yang memiliki kompetensi," katanya. (Baca Juga :Kerja Sama Insinyur dan Dokter Harus Ditingkatkan untuk Pemulihan Kesehatan dan Ekonomi Nasional)
PII yang keberadaannya diamanatkan di undang-undang dan bukan lagi sekedar organisasi profesi, menurut Heru Dewanto terus berperan aktif dalam mendorong standarisasi lulusan fakultas teknik. Kata dia, saat ini standarisasi nasional dan standarisasi internasional politeknik yang ada di Indonesia, sudah dilakukan oleh badan tetap PII.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan UGM, Djagal Wiseso Marseno, dalam acara tersebut menyampaikan secara keseluruhan dunia kampus akan berubah. Semua pihak harus bisa mengantisipasi, termasuk UGM dan fakultas teknik UGM. "Dunia engineering juga. Kita lihat China, sering kita dengar China membangun rumah sakit hanya dalam satu hari, membangun jembatan juga demikian, ini juga harus kita antisipasi," terangnya.
(war)
tulis komentar anda