Mahasiswa Diminta Waspada Terhadap Kelompok yang Memecah Belah Bangsa
Selasa, 31 Agustus 2021 - 21:58 WIB
JAKARTA - Mahasiswa dan juga para pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan, keterampilan dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin bangsa yang akan membawa bangsa ini pada kemajuan dan kesejahteraan.
Namun hal ini tentunya akan sulit dicapai jika para pemuda bangsa ini tidak memiliki semangat bela negara dan rasa cinta tanah air, sebagaimana para pahlawan bangsa telah memperjuangkan dan mengorbankan diri untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Terlebih dewasa ini bangsa ini sedang dihadapkan pada permasalahan radikal dan terorisme yang berupaya untuk memecah belah bangsa.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid di webinar “Ngopi Daring bela Negara: MABA Vs EVERYBODY” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
“Ada tiga strategi kelompok radikal dalam upaya memecah belah bangsa. Pertama, kelompok-kelompok itu beusaha untuk mengaburkan, menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa ini. Kedua, mereka berupaya untuk menghancurkan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia ini,” ungkapnya.
Dalam kesempatannya dihadapan 7.000 mahasiswa baru universitas dan sekolah tinggi dari berbagai daerah di Indonesia ini, Direktur Pencegahan BNPT mengatakan, untuk poin ketiga yang dilakukan kelompok radikal untuk memecah belah bangsa yaitu dengan mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA melalui media social (medsos) apalagi jika hal tersebut mengatasnamakan agama.
“Kami meyakini bahwa radikalisme dan terorisme mengatasnamakan Islam ini sejatinya adalah proxy untuk menghancurkan Islam dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)..Seluruh elemen masyarakat termasuk adik-adik generasi muda ini harus mewaspadainya,” ujarnya.
Menurutnya, boleh dibilang semua teroris pasti berpaham radikal, bersikap intoleran dan pasti eksklusif. Namun belum tentu seseorang yang terpapar paham radikal itu otomatis menjadi teroris. Dan kalau masyarakat menemukan seseorang yang seolah-olah tidak toleran dan tidak eksklusif padahal dia ingin Khilafah, dan ingin anti Pancasila, sebenarnya dia dalam rangka taqqiyah, menyembunyikan diri atau bersiasat untuk mengamankan visi dan misinya.
“Karena radikalisme terorisme mengatasnamakan Islam dalam konteks di Indonesia khususnya, sejatinya adalah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengambil kekuasaan dan ingin mengganti ideologi negara dan ideologi atau sistem negara. Sebenarnya endingnya, output atau visi misinya sama. Tentunya ini yang harus kita waspadai semua,” ujar mantan Kapolres Jembrana ini.
Untuk itu alumni Akpol tahun 1989 ini pun mengimbau kepada para generasi muda untuk berhenti mengikuti ustad atau tokoh yang menyebarkan paham radikal dan intoleran baik di lingkungan sosial maupun media sosial.
Namun hal ini tentunya akan sulit dicapai jika para pemuda bangsa ini tidak memiliki semangat bela negara dan rasa cinta tanah air, sebagaimana para pahlawan bangsa telah memperjuangkan dan mengorbankan diri untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Terlebih dewasa ini bangsa ini sedang dihadapkan pada permasalahan radikal dan terorisme yang berupaya untuk memecah belah bangsa.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid di webinar “Ngopi Daring bela Negara: MABA Vs EVERYBODY” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
“Ada tiga strategi kelompok radikal dalam upaya memecah belah bangsa. Pertama, kelompok-kelompok itu beusaha untuk mengaburkan, menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa ini. Kedua, mereka berupaya untuk menghancurkan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia ini,” ungkapnya.
Dalam kesempatannya dihadapan 7.000 mahasiswa baru universitas dan sekolah tinggi dari berbagai daerah di Indonesia ini, Direktur Pencegahan BNPT mengatakan, untuk poin ketiga yang dilakukan kelompok radikal untuk memecah belah bangsa yaitu dengan mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA melalui media social (medsos) apalagi jika hal tersebut mengatasnamakan agama.
“Kami meyakini bahwa radikalisme dan terorisme mengatasnamakan Islam ini sejatinya adalah proxy untuk menghancurkan Islam dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)..Seluruh elemen masyarakat termasuk adik-adik generasi muda ini harus mewaspadainya,” ujarnya.
Menurutnya, boleh dibilang semua teroris pasti berpaham radikal, bersikap intoleran dan pasti eksklusif. Namun belum tentu seseorang yang terpapar paham radikal itu otomatis menjadi teroris. Dan kalau masyarakat menemukan seseorang yang seolah-olah tidak toleran dan tidak eksklusif padahal dia ingin Khilafah, dan ingin anti Pancasila, sebenarnya dia dalam rangka taqqiyah, menyembunyikan diri atau bersiasat untuk mengamankan visi dan misinya.
“Karena radikalisme terorisme mengatasnamakan Islam dalam konteks di Indonesia khususnya, sejatinya adalah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengambil kekuasaan dan ingin mengganti ideologi negara dan ideologi atau sistem negara. Sebenarnya endingnya, output atau visi misinya sama. Tentunya ini yang harus kita waspadai semua,” ujar mantan Kapolres Jembrana ini.
Untuk itu alumni Akpol tahun 1989 ini pun mengimbau kepada para generasi muda untuk berhenti mengikuti ustad atau tokoh yang menyebarkan paham radikal dan intoleran baik di lingkungan sosial maupun media sosial.
tulis komentar anda