PresUniv-Universitas Dhyana Pura Sinergi Gelar Konferensi Internasional ICFBE 2021
Rabu, 03 November 2021 - 22:45 WIB
Dalam paparannya, Jony mengutip riset McKinsey (2014) yang menyebut pentingnya peran perusahaan keluarga dalam perekonomian dunia. Menurut McKinsey, 80% Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di dunia ternyata berasal dari perusahaan keluarga. Lalu, dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60%-nya masih dimiliki oleh keluarga. Mereka ini memainkan peran penting, karena rata-rata perusahaan keluarga mampu membukukan pendapatan USD1 miliar (Rp14,5 triliun).
Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup saat ini pun tak lepas dari peran perusahaan keluarga. Sekitar 85% startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga.
Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn, dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru.
“Para pebisnis startup tersebut bak peselancar yang justru menjadikan krisis sebagai gelombang untuk berselancar, yakni dengan memulai dan bahkan malah membesarkan bisnisnya,” tutur Jony Haryanto.
Sementara, Gubernur Bali, Wayan Koster, yang juga membuka konferensi, dalam paparannya sangat mengapresiasi menyelenggaraan ICFBE 2021 di Bali. "Saya berterima kasih atas penyelenggaraan konferensi internasional ini di Bali,” ucap Wayan Koster.
Dia menilai, tema konferensi ini sangat menarik dan relevan dengan situasi saat ini, yaitu On the Path on Recovery: Leadership, Resilience, and Creativity. Menghadapi dampak pandemi Covid-19, kita dituntut untuk terus mencari jalan guna memulihkan berbagai sektor, termasuk ekonomi. Untuk itu, lanjut dia, diperlukan kepemimpinan yang kuat dan inovatif dalam membangun ketangguhan ekonomi serta kreativitas dari seluruh komponen.
Pandemi COVID-19, ungkap Gubernur Wayan Koster, menyebabkan kontraksi yang sangat dalam bagi perekonomian Bali. "Ini karena perekonomian Bali sangat tergantung pada satu sektor, yaitu pariwisata. Padahal, bisnis pariwisata sangat rentan terhadap perubahan faktor eksternal, seperti gangguan keamanan (bom Bali 1 dan 2), bencana alam (letusan Gunung Agung), termasuk pandemi Covid-19. Kejadian ini mengakibatkan perekonomian Bali sangat terpuruk,” katanya.
Bertitik tolak dari pengalaman tersebut, lanjut Gubernur Wayan Koster, kini Bali mulai menata ulang perekonomiannya. Katanya, Bali akan kembali mengandalkan perekonomiannya pada enam sektor, yakni sektor pertanian (termasuk peternakan dan perkebunan), sektor kelautan/perikanan, sektor industri, sektor industri kecil menengah (IKM), UMKM dan Koperasi, sektor ekonomi kreatif dan digital, serta sektor pariwisata.
Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup saat ini pun tak lepas dari peran perusahaan keluarga. Sekitar 85% startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga.
Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn, dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru.
“Para pebisnis startup tersebut bak peselancar yang justru menjadikan krisis sebagai gelombang untuk berselancar, yakni dengan memulai dan bahkan malah membesarkan bisnisnya,” tutur Jony Haryanto.
Sementara, Gubernur Bali, Wayan Koster, yang juga membuka konferensi, dalam paparannya sangat mengapresiasi menyelenggaraan ICFBE 2021 di Bali. "Saya berterima kasih atas penyelenggaraan konferensi internasional ini di Bali,” ucap Wayan Koster.
Dia menilai, tema konferensi ini sangat menarik dan relevan dengan situasi saat ini, yaitu On the Path on Recovery: Leadership, Resilience, and Creativity. Menghadapi dampak pandemi Covid-19, kita dituntut untuk terus mencari jalan guna memulihkan berbagai sektor, termasuk ekonomi. Untuk itu, lanjut dia, diperlukan kepemimpinan yang kuat dan inovatif dalam membangun ketangguhan ekonomi serta kreativitas dari seluruh komponen.
Pandemi COVID-19, ungkap Gubernur Wayan Koster, menyebabkan kontraksi yang sangat dalam bagi perekonomian Bali. "Ini karena perekonomian Bali sangat tergantung pada satu sektor, yaitu pariwisata. Padahal, bisnis pariwisata sangat rentan terhadap perubahan faktor eksternal, seperti gangguan keamanan (bom Bali 1 dan 2), bencana alam (letusan Gunung Agung), termasuk pandemi Covid-19. Kejadian ini mengakibatkan perekonomian Bali sangat terpuruk,” katanya.
Bertitik tolak dari pengalaman tersebut, lanjut Gubernur Wayan Koster, kini Bali mulai menata ulang perekonomiannya. Katanya, Bali akan kembali mengandalkan perekonomiannya pada enam sektor, yakni sektor pertanian (termasuk peternakan dan perkebunan), sektor kelautan/perikanan, sektor industri, sektor industri kecil menengah (IKM), UMKM dan Koperasi, sektor ekonomi kreatif dan digital, serta sektor pariwisata.
(mpw)
tulis komentar anda