PMII Kritik Mendikbud Terkait Pengelolaan Pendidikan Era Covid-19
Senin, 08 Juni 2020 - 18:39 WIB
JAKARTA - Kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim selama menangani pengelolaan sistem pendidikan di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) kembali mendapat sorotan tajam.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai Nadiem Makarim terkesan "gagap" dalam menangani berbagai persoalan pendidikan yang muncul selama pandemik Covid-19.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII Agus Mulyono Herlambang saat Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi Covid-19, Senin (8/6/2020).
Dalam webminar yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut hadir juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Prof Aris Junaidi sebagai narasumber.
“Kami mempunyai harapan luar biasa kepada Nadiem Makarim untuk menata system pendidikan di Indonesia. Dia sudah banyak bicara terkait penataan system pendidikan di berbagai tempat. Namun saat Covid-19 Mas Menteri terkesan gagap saat menghadapi tuntutan untuk menata system pendidikan di saat wabah Covid19,” tutur Agus.
Dia mengatakan, sektor pendidikan seharusnya menjadi salah satu fokus utama pengelolaan dampak wabah Covid-19 di Tanah Air. Masa depan ribuan bahkan jutaan siswa dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi menjadi taruhan jika dalam penanganan dampak Covid-19, fokus pemerintah pada bidang ekonomi dan kesehatan semata.
“Kita harusnya bisa belajar dari Jepang di mana saat terjadi tragedi bom Hiroshima yang begitu dasyat pemerintah mereka memprioritaskan keselamatan guru dibandingkan elemen masyarakat lain karena mereka sadar bahwa hanya dengan pendidikan lah mereka bisa bangkit dari kehancuran akibat bom atom dari Sekutu,” katanya. (Baca juga: PBB: Parliamentary Threshold 7%, Demokrasi di Indonesia Mati )
Fenomena tersebut, lanjut Agus, tidak terlihat dari strategi penanganan wabah covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Berbagai kebijakan pemerintah termasuk realokasi anggaran hanya diperuntukkan penanganan wabah di bidang ekonomi dan kesehatan.
Sementara di sisi lain berbagai dampak wabah Covid-19 di bidang pendidikan terkesan diabaikan. “Ada kesan jika respons Kemendikbud begitu lamban dalam menyikapi kegelisahan mahasiswa terdampak Covid-19. Contohnya ada aspirasi mahasiswa untuk mendapatkan pemotongan uang kuliah tunggal (UKT) karena kesulitan ekonomi banyak orang tua, tapi malah dijawab Kemendikbud jika UKT tidak akan naik,” katanya.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai Nadiem Makarim terkesan "gagap" dalam menangani berbagai persoalan pendidikan yang muncul selama pandemik Covid-19.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII Agus Mulyono Herlambang saat Webminar bertajuk Problem Mahasiswa dan Kebijakan Mendikbud di Tengah Pandemi Covid-19, Senin (8/6/2020).
Dalam webminar yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut hadir juga Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Prof Aris Junaidi sebagai narasumber.
“Kami mempunyai harapan luar biasa kepada Nadiem Makarim untuk menata system pendidikan di Indonesia. Dia sudah banyak bicara terkait penataan system pendidikan di berbagai tempat. Namun saat Covid-19 Mas Menteri terkesan gagap saat menghadapi tuntutan untuk menata system pendidikan di saat wabah Covid19,” tutur Agus.
Dia mengatakan, sektor pendidikan seharusnya menjadi salah satu fokus utama pengelolaan dampak wabah Covid-19 di Tanah Air. Masa depan ribuan bahkan jutaan siswa dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi menjadi taruhan jika dalam penanganan dampak Covid-19, fokus pemerintah pada bidang ekonomi dan kesehatan semata.
“Kita harusnya bisa belajar dari Jepang di mana saat terjadi tragedi bom Hiroshima yang begitu dasyat pemerintah mereka memprioritaskan keselamatan guru dibandingkan elemen masyarakat lain karena mereka sadar bahwa hanya dengan pendidikan lah mereka bisa bangkit dari kehancuran akibat bom atom dari Sekutu,” katanya. (Baca juga: PBB: Parliamentary Threshold 7%, Demokrasi di Indonesia Mati )
Fenomena tersebut, lanjut Agus, tidak terlihat dari strategi penanganan wabah covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Berbagai kebijakan pemerintah termasuk realokasi anggaran hanya diperuntukkan penanganan wabah di bidang ekonomi dan kesehatan.
Sementara di sisi lain berbagai dampak wabah Covid-19 di bidang pendidikan terkesan diabaikan. “Ada kesan jika respons Kemendikbud begitu lamban dalam menyikapi kegelisahan mahasiswa terdampak Covid-19. Contohnya ada aspirasi mahasiswa untuk mendapatkan pemotongan uang kuliah tunggal (UKT) karena kesulitan ekonomi banyak orang tua, tapi malah dijawab Kemendikbud jika UKT tidak akan naik,” katanya.
tulis komentar anda