3 Profesor Dunia Tawarkan 3 Rekomendasi Untuk Isu Prioritas Presidensi G20 Indonesia
Sabtu, 18 Juni 2022 - 11:52 WIB
JAKARTA - Tema Presidensi G20 Indonesia 2022 “Recover Together, Recover Stronger” menyampaikan pesan diperlukan upaya bersama yang inklusif dalam mencari solusi atas pemulihan dunia akibat pandemi Covid-19. Berkaitan dengan hal itu, dalam konferensi internasional yang digelar Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, UI mengundang tiga profesor yang juga peneliti dunia.
Ketiga peneliti tersebut yaitu Prof. Rifat Atun (Harvard University), Prof. Frank Jotzo (Australia National University), dan Prof. Glenn A. Woroch (UC Berkeley) untuk menyoroti permasalahan dunia seputar kesehatan, energi, dan ekonomi digital.
Ketiganya membahas tentang “Recommendation to Indonesia G20 Priority Issues”, dengan pembahasan tentang kualitas kesehatan yang buruk, energi fosil yang semakin langka, serta kesenjangan digital di banyak negara.
Ketiga topik ini senada dengan tiga sektor prioritas yang dikaji dalam Presidensi G20 Indonesia, yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, serta transformasi digital dan ekonomi yang dinilai menjadi kunci pemulihan berkelanjutan. Hasil diskusi ini diharapkan memberikan gambaran dan wawasan bagi peneliti dan pemerintah Indonesia untuk menyukseskan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.
Baca: Ujian SIMAK UI Pascasarjana dan S1 Ekstensi Digelar Besok, Cek Peraturannya
Melalui siaran pers, Sabtu (18/6/2022), Prof. Rifat Atun mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan gambaran kondisi kesehatan dunia yang sebenarnya. Ketidakefektifan, inefisiensi, ketimpangan, dan responsif yang tidak memadai menjadi bukti buruknya kinerja sistem kesehatan dunia.
Bahkan, Prof. Rifat memberikan gambaran buruknya kesehatan dunia telah tampak dari sebelum pandemi Covid-19 melanda. Salah satu contohnya adalah rendahnya penanganan diabetes di tengah tingginya angka penderita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof. Rifat pada 2019, dari 100% penderita diabetes, hanya 64% yang terdeteksi, 48% terdiagnosis, 45% mendapat perawatan, dan hanya 30% yang sembuh.
Meski begitu, Prof. Rifat membaca adanya peluang dari setiap krisis yang dihadapi masyarakat. Pandemi yang melanda dunia mendorong kita untuk membangun sistem kesehatan yang responsif dan tangguh. Oleh karena itu, diperlukan resiliensi sebagai upaya beradaptasi atas kondisi yang menekan.
Untuk mengembangkan sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan, diperlukan upaya untuk membangun ketahanan internasional. Hal ini bisa dilakukan melalu tiga cara, yaitu mengubah narasi dari pembiayaan menjadi investasi; transisi sistem kesehatan manual ke sistem kesehatan digital; serta dibangunnya kemitraan strategis untuk menciptakan ekosistem inovasi.
Ketiga peneliti tersebut yaitu Prof. Rifat Atun (Harvard University), Prof. Frank Jotzo (Australia National University), dan Prof. Glenn A. Woroch (UC Berkeley) untuk menyoroti permasalahan dunia seputar kesehatan, energi, dan ekonomi digital.
Ketiganya membahas tentang “Recommendation to Indonesia G20 Priority Issues”, dengan pembahasan tentang kualitas kesehatan yang buruk, energi fosil yang semakin langka, serta kesenjangan digital di banyak negara.
Ketiga topik ini senada dengan tiga sektor prioritas yang dikaji dalam Presidensi G20 Indonesia, yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, serta transformasi digital dan ekonomi yang dinilai menjadi kunci pemulihan berkelanjutan. Hasil diskusi ini diharapkan memberikan gambaran dan wawasan bagi peneliti dan pemerintah Indonesia untuk menyukseskan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022.
Baca: Ujian SIMAK UI Pascasarjana dan S1 Ekstensi Digelar Besok, Cek Peraturannya
Melalui siaran pers, Sabtu (18/6/2022), Prof. Rifat Atun mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan gambaran kondisi kesehatan dunia yang sebenarnya. Ketidakefektifan, inefisiensi, ketimpangan, dan responsif yang tidak memadai menjadi bukti buruknya kinerja sistem kesehatan dunia.
Bahkan, Prof. Rifat memberikan gambaran buruknya kesehatan dunia telah tampak dari sebelum pandemi Covid-19 melanda. Salah satu contohnya adalah rendahnya penanganan diabetes di tengah tingginya angka penderita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof. Rifat pada 2019, dari 100% penderita diabetes, hanya 64% yang terdeteksi, 48% terdiagnosis, 45% mendapat perawatan, dan hanya 30% yang sembuh.
Meski begitu, Prof. Rifat membaca adanya peluang dari setiap krisis yang dihadapi masyarakat. Pandemi yang melanda dunia mendorong kita untuk membangun sistem kesehatan yang responsif dan tangguh. Oleh karena itu, diperlukan resiliensi sebagai upaya beradaptasi atas kondisi yang menekan.
Untuk mengembangkan sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan, diperlukan upaya untuk membangun ketahanan internasional. Hal ini bisa dilakukan melalu tiga cara, yaitu mengubah narasi dari pembiayaan menjadi investasi; transisi sistem kesehatan manual ke sistem kesehatan digital; serta dibangunnya kemitraan strategis untuk menciptakan ekosistem inovasi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda