KPAI: Penerapan Sistem Zonasi PPDB Harus Konsisten
Senin, 29 Juni 2020 - 18:54 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pemerintah daerah (pemda) harus mengevaluasi pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) . Sarana dan prasarana sekolah harus perbaiki.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan PPDB sistem zonasi memberikan dampak positif bagi anak-anak dari kurang mampu. Pertama, anak-anak bisa mengakses pendidikan di sekolah negeri yang dekat rumah. (Baca juga: Belajar dari Rumah, Gerindra Dorong Pemerintah Beri Subsidi Kuota Internet)
Kedua, biaya pendidikan lebih ringan. Ketiga, orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena ke sekolah bisa jalan kaki. Keempat, siswa tidak perlu mengeluarkan biaya makin siang karena siswa bisa pulang ke rumah.
“Ketika tidak memiliki peralatan daring, kuota internet dalam mengerjakan tugas, serta melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menggunakan wifi sekolah,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (29/6/2020).
Retno menerangkan jika sejak dulu sistem zonasi dalam PPDB dilaksanakan akan memudahkan dalam menentukan pembukaan sekolah di zona hijau. Tidak khawatir ada anak-anak yang datang dari wilayah yang jauh dan berstatus zona merah.
Di luar itu, masalah yang selalu muncul dari sistem zonasi adalah persebaran sekolah yang tidak merata. Bertahun-tahun, sekolah negeri tidak pernah bertambah dan infrastrukturnya tidak memadai.
KPAI meminta pemerintah untuk melakukan pemerataan, baik dari kuantitas maupun kualitas sarana dan prasarana sekolah dan tenaga pengajar. Jika tak ada upaya untuk memenuhi semua itu, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil akan tercapai.
“Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil. Upaya untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang layak, mudah diakses, terjangkau, dan tidak diskriminatif sejatinya adalah tanggung jawab pemerintah,” tutur perempuan lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Hal tersebut dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 60 Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). KPAI mendesak pemerintah mengevaluasi pelaksanaan sistem zonasi agar tujuannya tercapai dan tidak menjadi polemik saban tahun.
“Karena sistem zonasi PPDB jika diterapkan secara konsisten dapat berdampak baik untuk menciptakan akses pendidikan. Selain mendekatkan lingkungan sekolah dengan keluarga peserta didik, sistem ini dapat menghapus paradigma ‘unggulan’ yang selama bertahun-tahun menciptakan kesenjangan layanan pendidikan,” jelasnya.
Sistem zonasi dalam PPDB ini sudah baik. Pola ini penting untuk dipertahankan dan tidak diutak-atik kuota untuk setiap jalur masuk sekolah negeri yang ketentuannya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas. (Baca juga: Angka Kesembuhan COVID-19 RI di Bawah Persentase Rata-rata Dunia)
“Pemerintah harus konsisten menerapkan aturan zonasi dan tidak mencampur adukan faktor-faktor lain, seperti nilai maupun tingkat ekonomi yang tidak sejalan dengan tujuan zonasi. Sudah ada jalur lain untuk mengakomodir faktor-faktor tersebut,” pungkas Retno.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan PPDB sistem zonasi memberikan dampak positif bagi anak-anak dari kurang mampu. Pertama, anak-anak bisa mengakses pendidikan di sekolah negeri yang dekat rumah. (Baca juga: Belajar dari Rumah, Gerindra Dorong Pemerintah Beri Subsidi Kuota Internet)
Kedua, biaya pendidikan lebih ringan. Ketiga, orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena ke sekolah bisa jalan kaki. Keempat, siswa tidak perlu mengeluarkan biaya makin siang karena siswa bisa pulang ke rumah.
“Ketika tidak memiliki peralatan daring, kuota internet dalam mengerjakan tugas, serta melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menggunakan wifi sekolah,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (29/6/2020).
Retno menerangkan jika sejak dulu sistem zonasi dalam PPDB dilaksanakan akan memudahkan dalam menentukan pembukaan sekolah di zona hijau. Tidak khawatir ada anak-anak yang datang dari wilayah yang jauh dan berstatus zona merah.
Di luar itu, masalah yang selalu muncul dari sistem zonasi adalah persebaran sekolah yang tidak merata. Bertahun-tahun, sekolah negeri tidak pernah bertambah dan infrastrukturnya tidak memadai.
KPAI meminta pemerintah untuk melakukan pemerataan, baik dari kuantitas maupun kualitas sarana dan prasarana sekolah dan tenaga pengajar. Jika tak ada upaya untuk memenuhi semua itu, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil akan tercapai.
“Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil. Upaya untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang layak, mudah diakses, terjangkau, dan tidak diskriminatif sejatinya adalah tanggung jawab pemerintah,” tutur perempuan lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Hal tersebut dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 60 Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). KPAI mendesak pemerintah mengevaluasi pelaksanaan sistem zonasi agar tujuannya tercapai dan tidak menjadi polemik saban tahun.
“Karena sistem zonasi PPDB jika diterapkan secara konsisten dapat berdampak baik untuk menciptakan akses pendidikan. Selain mendekatkan lingkungan sekolah dengan keluarga peserta didik, sistem ini dapat menghapus paradigma ‘unggulan’ yang selama bertahun-tahun menciptakan kesenjangan layanan pendidikan,” jelasnya.
Sistem zonasi dalam PPDB ini sudah baik. Pola ini penting untuk dipertahankan dan tidak diutak-atik kuota untuk setiap jalur masuk sekolah negeri yang ketentuannya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas. (Baca juga: Angka Kesembuhan COVID-19 RI di Bawah Persentase Rata-rata Dunia)
“Pemerintah harus konsisten menerapkan aturan zonasi dan tidak mencampur adukan faktor-faktor lain, seperti nilai maupun tingkat ekonomi yang tidak sejalan dengan tujuan zonasi. Sudah ada jalur lain untuk mengakomodir faktor-faktor tersebut,” pungkas Retno.
(kri)
tulis komentar anda