Ide Pembalut Ramah Lingkungan Bawa Mahasiswi ITB Wakili Indonesia ke Jerman
Selasa, 04 Oktober 2022 - 10:40 WIB
JAKARTA - Mahasiswi Program Studi Fisika ITB Difa Ayatullah berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi Falling Walls Lab Indonesia 2022 yang diadakan oleh Falling Walls Foundation. Ia mengusung ide membuat pembalut ramah lingkungan dalam kompetisi tersebut.
Falling Walls Lab merupakan kompetisi pitching ideas yang menekankan pada inovasi peserta dalam mengatasi suatu permasalahan. Peserta yang dapat mengikuti kompetisi Falling Walls Lab adalah mahasiswa tingkat sarjana hingga post-doctoral.
Konsep pembalut biodegradable ramah lingkungan ini menerapkan dua prinsip penting dari segi prototyping. Pertama, material absorbent layer berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.
Baca juga: Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Telah Dibuka Luring dan Daring
Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastic sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Selain kedua aspek tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.
Difa yang juga merupakan anggota unit Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA), memiliki keresahan terhadap isu keberlanjutan lingkungan. Data yang ditemukannya menunjukkan bahwa 95% wanita Indonesia memilih menggunakan pembalut selama periode mentruasi mereka, sehingga limbah pembalut yang dibuang ke lingkungan mencapai 26 ton per hari.
Kekhawatiran dan keresahan akan hal tersebut kemudian mengantarkannya pada ide untuk menciptakan pembalut wanita yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat.
“Konsep idenya muncul karena keresahan pribadi, bahwa ternyata kita menghasilkan sampah pembalut sebanyak itu. Apalagi waktu menemukan infografis yang menyatakan bahwa satu pembalut setara dengan empat kantong plastik. Satu sisi sudah berusaha mengurangi sampah dari kantong plastik, namun di sisi lain masih ada sampah sejenis dari sumber yang berbeda. Apalagi untuk terurai (sampah pembalut) butuh waktu ratusan tahun, dan selama itu pula akan terus menumpuk,” katanya, dikutip dari laman ITB, Selasa (4/10/2022).
Setelah melakukan serangkaian riset, Difa menemukan solusi terbaik untuk mengurangi limbah pembalut melalui penciptaan pembalut plant-based. Dalam proses penemuan ide dan perancangannya, Difa dibantu oleh tim Research and Development (RnD) yang terdiri dari mahasiswa lintas prodi. Mereka adalah:
Falling Walls Lab merupakan kompetisi pitching ideas yang menekankan pada inovasi peserta dalam mengatasi suatu permasalahan. Peserta yang dapat mengikuti kompetisi Falling Walls Lab adalah mahasiswa tingkat sarjana hingga post-doctoral.
Konsep pembalut biodegradable ramah lingkungan ini menerapkan dua prinsip penting dari segi prototyping. Pertama, material absorbent layer berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.
Baca juga: Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Telah Dibuka Luring dan Daring
Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastic sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Selain kedua aspek tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.
Difa yang juga merupakan anggota unit Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA), memiliki keresahan terhadap isu keberlanjutan lingkungan. Data yang ditemukannya menunjukkan bahwa 95% wanita Indonesia memilih menggunakan pembalut selama periode mentruasi mereka, sehingga limbah pembalut yang dibuang ke lingkungan mencapai 26 ton per hari.
Kekhawatiran dan keresahan akan hal tersebut kemudian mengantarkannya pada ide untuk menciptakan pembalut wanita yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu yang relatif singkat.
“Konsep idenya muncul karena keresahan pribadi, bahwa ternyata kita menghasilkan sampah pembalut sebanyak itu. Apalagi waktu menemukan infografis yang menyatakan bahwa satu pembalut setara dengan empat kantong plastik. Satu sisi sudah berusaha mengurangi sampah dari kantong plastik, namun di sisi lain masih ada sampah sejenis dari sumber yang berbeda. Apalagi untuk terurai (sampah pembalut) butuh waktu ratusan tahun, dan selama itu pula akan terus menumpuk,” katanya, dikutip dari laman ITB, Selasa (4/10/2022).
Setelah melakukan serangkaian riset, Difa menemukan solusi terbaik untuk mengurangi limbah pembalut melalui penciptaan pembalut plant-based. Dalam proses penemuan ide dan perancangannya, Difa dibantu oleh tim Research and Development (RnD) yang terdiri dari mahasiswa lintas prodi. Mereka adalah:
tulis komentar anda