Tak Ada Internet, Kunjungan Guru Jadi Solusi Utama Pembelajaran Sekolah
Senin, 13 Juli 2020 - 14:16 WIB
JAKARTA - Kegiatan sekolah secara serentak mulai aktif kembali hari ini. Namun di tahun ajaran baru 2020/2021 ini, mayoritas daerah masih menerapkan kegiatan belajar mengajar jarak jauh atau belajar dari rumah (BdR). Pembelajaran itu bisa dilakukan melalui daring (online) maupun luring (offline).
Pengamat pendidikan , Doni Koesoema menilai, untuk daerah yang belum memiliki akses memadai, solusi pembelajaran bisa ditentukan sesuai kondisi masing-masing sekolah dan konteks geografis para murid. Kalau memungkinkan, maka lebih baik hindari kontak fisik, tatap muka. Kalau memang harus tatap muka, sebaiknya protokol kesehatan dimaksimalkan.
"Misalnya, guru harus kunjungan ke rumah memberikan tugas selama seminggu, guru bisa mengajar beberapa murid yang berdekatan rumahnya, lalu menyerahkan tugas, dan seminggu lagi diambil. Bergantian dengan kunjungan ke rumah yang lain. Saat kunjungan, jaga jarak, pakai masker,” ujar Doni kepada SINDOnews, Senin (13/7/2020).( )
Bila sama sekali tak ada sarana daring, lanjut Doni, maka kunjungan lebih baik dan dikelompokkan per tempat tinggal siswa yang berdekatan. Guru bisa menyiapkan modul belajar, latihan, dan tugas untuk dikerjakan selama seminggu. Namun, komunikasi dengan orang tua harus ditingkatkan dalam pendampingan pendidikan anak.
"Hal itu juga berlaku dalam penerapan masa orientasi sekolah. Kalau ada akses internet, tetap melanjutkan dengan daring. Tapi kalau di daerah yang tidak ada akses, memang harus kunjungan ke rumah siswa," katanya.
Sebagai informasi, masih ada belasan ribu sekolah tak teraliri listrik dan tak punya akses internet. Untuk madrasah misalnya, berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), total jumlah madrasah yang tak memiliki akses internet mencapai 13.793 dari 83.412 madrasah.( )
Jumlah madrasah tanpa internet itu paling banyak di Pulau Jawa, yakni 3.193 Jawa Timur, 2.684 Jawa Barat, 1.039 Jawa Tengah, 637 di Banten, 272 di DKI Jakarta, 83 di DI Yogyakarta, serta sisanya di luar Jawa. Kemenag juga mencatat madrasah dengan akses internet yang buruk sebanyak 622 madrasah.
Pengamat pendidikan , Doni Koesoema menilai, untuk daerah yang belum memiliki akses memadai, solusi pembelajaran bisa ditentukan sesuai kondisi masing-masing sekolah dan konteks geografis para murid. Kalau memungkinkan, maka lebih baik hindari kontak fisik, tatap muka. Kalau memang harus tatap muka, sebaiknya protokol kesehatan dimaksimalkan.
"Misalnya, guru harus kunjungan ke rumah memberikan tugas selama seminggu, guru bisa mengajar beberapa murid yang berdekatan rumahnya, lalu menyerahkan tugas, dan seminggu lagi diambil. Bergantian dengan kunjungan ke rumah yang lain. Saat kunjungan, jaga jarak, pakai masker,” ujar Doni kepada SINDOnews, Senin (13/7/2020).( )
Bila sama sekali tak ada sarana daring, lanjut Doni, maka kunjungan lebih baik dan dikelompokkan per tempat tinggal siswa yang berdekatan. Guru bisa menyiapkan modul belajar, latihan, dan tugas untuk dikerjakan selama seminggu. Namun, komunikasi dengan orang tua harus ditingkatkan dalam pendampingan pendidikan anak.
"Hal itu juga berlaku dalam penerapan masa orientasi sekolah. Kalau ada akses internet, tetap melanjutkan dengan daring. Tapi kalau di daerah yang tidak ada akses, memang harus kunjungan ke rumah siswa," katanya.
Sebagai informasi, masih ada belasan ribu sekolah tak teraliri listrik dan tak punya akses internet. Untuk madrasah misalnya, berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), total jumlah madrasah yang tak memiliki akses internet mencapai 13.793 dari 83.412 madrasah.( )
Jumlah madrasah tanpa internet itu paling banyak di Pulau Jawa, yakni 3.193 Jawa Timur, 2.684 Jawa Barat, 1.039 Jawa Tengah, 637 di Banten, 272 di DKI Jakarta, 83 di DI Yogyakarta, serta sisanya di luar Jawa. Kemenag juga mencatat madrasah dengan akses internet yang buruk sebanyak 622 madrasah.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda