12 Dosen UIN Jakarta Ditetapkan Jadi Guru Besar, Ini Harapan Rektor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jumlah guru besar UIN Jakarta terus bertambah menyusul ditetapkannya sejumlah dosen menjadi profesor dalam berbagai bidang keilmuan. Selain menjadi figur teladan sebagai akademisi, kehadiran mereka diharap terus meningkatkan kualitas akademik pada berbagai fakultas/program studi yang ditawarkan.
Diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) pada Jumat (23/6/2023, menetapkan 100 orang guru besar rumpun ilmu agama di lingkungan perguruan tinggi keagamaan se-Indonesia. Prosesi penyerahan Surat Keputusan Menteri Agama atas penetapan guru besar masing-masing dilakukan di lantai II Gedung kementerian Agama RI, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Dari total 100 orang jumlah guru besar yang ditetapkan, 12 di antaranya merupakan dosen dari berbagai fakultas di lingkungan UIN Jakarta. Ke-12 dosen dimaksud antara lain Dr. Imam Subchi MA, Dr. Sururin MA, Syamsul Rijal MA Ph.D., Dr. Desmadi Saharudin, Muh. Nadratuzzaman Ph.D, Dr. Ade Sofyan Mulazid MA, Dr. Fuad Thohari MA, dan Dr. Kamarusdiana MH, Dr. Muhammad Maksum MA. Lalu, Dr. Abdul Halim MA, JM Muslimin Ph.D, Dr. Isnawati Rais MA.
Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam, Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani MT menyerahkan langsung KMA tersebut. Dalam sambutannya, Dirjen Ramdhani mengucapkan selamat kepada para dosen yang berhasil memperoleh gelar akademik tertinggi sebagai profesor.
“Penetapan sebagai professor merupakan babak baru dalam perjalanan akademik yang harus diikuti dengan tanggungjawab intelektual dan sosial di masyarakat,” ujar Muhammad Ali Ramdhani seperti dirilis kemenag, Senin (26/6/2023).
Dirjen Ramdhani berpesan seorang professor harus bisa responsif terhadap perubahan. Menurutnya, perolehan gelar guru besar menyadakan untuk menjaga setiap kata-kata yang dilontarkan, karena apapun yang dikatakan adalah ilmu dan yang dilakukan adalah teladan untuk mahasiswa.
Gelar guru besar, sambungnya, bukan akhir dari segalanya. Sebaliknya, ketika ditetapkan guru besar maka seorang dosen harus terus meneguhkan diri memasuki ruang baru sebagai seorang yang akan menjadi rujukan. Karenanya, kemampuan akademik harus terus dikembangkan dengan daya topang teknologi yang mendorong perkembangan kelimuan.
“Maka hakekat dari guru besar adalah dia yang tak berhenti belajar,” tegasnya.
Jika seorang professor berhenti belajar, lanjutnya, maka itu yang disebut dengan kematian yang hakiki dari seorang guru besar. Karena, orang yang terpelajar hanyalah pemilik masalalu, dan orang yang terus belajar menjadi pemilih masa depan.
Sebelumnya, lima dosen di lingkungan UIN Jakarta juga ditetapkan Menteri Pendidikan, Kebudyaaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) sebagai guru besar. Kelimanya, Dr. Fadhilah Suralaga M.Si, Dr. Nur Inayah M.Si, Dr. Dzuriyatun Toyibah M.Si., Dr. Nurochim MM, dan Dr. Fauzan MA Selain itu,
Menanggapi penetapan belasan guru besar UIN Jakarta, Rektor Asep Jahar menyampaikan apresiasi sekaligus harapannya kepada para guru besar baru. “Saya berharap guru besar baru yang dilantik bisa menjadi motor penguatan akademik dan non akademik UIN Jakarta, sekaligus juga menginspirasi para dosen lain sehingga sumber daya pendidik kita terus menguat,” katanya.
Dalam beberapa kesempatan, Rektor Asep Jahar menuturkan jika guru besar memang merupakan karier tertinggi dalam dunia akademik namun ia bukan akhir karier perjalanan akademik seseorang. “Ini adalah sebuah awal dari perjalanan sebagai akademisi,” tandasnya.
Sebagai profesor, lanjut Rektor, seorang guru besar justru memikul tanggung jawab lebih besar dengan menjadi figur teladan untuk bersikap rendah hati. Ini misalnya direalisasikan dengan mudahnya seorang profesor untuk berkomunikasi dengan para mahasiswa dalam membantu studi mereka.
“Ketika sudah jadi guru besar, jangan susah berkomunikasi, susah dikontak mahasiswa. Tapi ketika menjadi guru besar dia harus menjadi seorang yang humble, selalu membaur, selalu membantu (mahasiswa, red.) dalam pengembangan akademik,” pesannya.
Selain itu, sambung Rektor, ketika seorang dosen diangkat menjadi guru besar ia dituntut menjadi motor dalam pengembangan akademik. Guru besar diharapkan terus mendorong kajian keilmuan maupun riset-riset inovatif.
“Menjadi profesor bukan untuk pencapaian popular man. Tapi harus menjadi orang yang berdedikasi dalam memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu dan pengabdian kepada masyarakat,” paparnya.
Diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) pada Jumat (23/6/2023, menetapkan 100 orang guru besar rumpun ilmu agama di lingkungan perguruan tinggi keagamaan se-Indonesia. Prosesi penyerahan Surat Keputusan Menteri Agama atas penetapan guru besar masing-masing dilakukan di lantai II Gedung kementerian Agama RI, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Dari total 100 orang jumlah guru besar yang ditetapkan, 12 di antaranya merupakan dosen dari berbagai fakultas di lingkungan UIN Jakarta. Ke-12 dosen dimaksud antara lain Dr. Imam Subchi MA, Dr. Sururin MA, Syamsul Rijal MA Ph.D., Dr. Desmadi Saharudin, Muh. Nadratuzzaman Ph.D, Dr. Ade Sofyan Mulazid MA, Dr. Fuad Thohari MA, dan Dr. Kamarusdiana MH, Dr. Muhammad Maksum MA. Lalu, Dr. Abdul Halim MA, JM Muslimin Ph.D, Dr. Isnawati Rais MA.
Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam, Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani MT menyerahkan langsung KMA tersebut. Dalam sambutannya, Dirjen Ramdhani mengucapkan selamat kepada para dosen yang berhasil memperoleh gelar akademik tertinggi sebagai profesor.
“Penetapan sebagai professor merupakan babak baru dalam perjalanan akademik yang harus diikuti dengan tanggungjawab intelektual dan sosial di masyarakat,” ujar Muhammad Ali Ramdhani seperti dirilis kemenag, Senin (26/6/2023).
Baca Juga
Dirjen Ramdhani berpesan seorang professor harus bisa responsif terhadap perubahan. Menurutnya, perolehan gelar guru besar menyadakan untuk menjaga setiap kata-kata yang dilontarkan, karena apapun yang dikatakan adalah ilmu dan yang dilakukan adalah teladan untuk mahasiswa.
Gelar guru besar, sambungnya, bukan akhir dari segalanya. Sebaliknya, ketika ditetapkan guru besar maka seorang dosen harus terus meneguhkan diri memasuki ruang baru sebagai seorang yang akan menjadi rujukan. Karenanya, kemampuan akademik harus terus dikembangkan dengan daya topang teknologi yang mendorong perkembangan kelimuan.
“Maka hakekat dari guru besar adalah dia yang tak berhenti belajar,” tegasnya.
Jika seorang professor berhenti belajar, lanjutnya, maka itu yang disebut dengan kematian yang hakiki dari seorang guru besar. Karena, orang yang terpelajar hanyalah pemilik masalalu, dan orang yang terus belajar menjadi pemilih masa depan.
Sebelumnya, lima dosen di lingkungan UIN Jakarta juga ditetapkan Menteri Pendidikan, Kebudyaaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) sebagai guru besar. Kelimanya, Dr. Fadhilah Suralaga M.Si, Dr. Nur Inayah M.Si, Dr. Dzuriyatun Toyibah M.Si., Dr. Nurochim MM, dan Dr. Fauzan MA Selain itu,
Menanggapi penetapan belasan guru besar UIN Jakarta, Rektor Asep Jahar menyampaikan apresiasi sekaligus harapannya kepada para guru besar baru. “Saya berharap guru besar baru yang dilantik bisa menjadi motor penguatan akademik dan non akademik UIN Jakarta, sekaligus juga menginspirasi para dosen lain sehingga sumber daya pendidik kita terus menguat,” katanya.
Dalam beberapa kesempatan, Rektor Asep Jahar menuturkan jika guru besar memang merupakan karier tertinggi dalam dunia akademik namun ia bukan akhir karier perjalanan akademik seseorang. “Ini adalah sebuah awal dari perjalanan sebagai akademisi,” tandasnya.
Sebagai profesor, lanjut Rektor, seorang guru besar justru memikul tanggung jawab lebih besar dengan menjadi figur teladan untuk bersikap rendah hati. Ini misalnya direalisasikan dengan mudahnya seorang profesor untuk berkomunikasi dengan para mahasiswa dalam membantu studi mereka.
“Ketika sudah jadi guru besar, jangan susah berkomunikasi, susah dikontak mahasiswa. Tapi ketika menjadi guru besar dia harus menjadi seorang yang humble, selalu membaur, selalu membantu (mahasiswa, red.) dalam pengembangan akademik,” pesannya.
Selain itu, sambung Rektor, ketika seorang dosen diangkat menjadi guru besar ia dituntut menjadi motor dalam pengembangan akademik. Guru besar diharapkan terus mendorong kajian keilmuan maupun riset-riset inovatif.
“Menjadi profesor bukan untuk pencapaian popular man. Tapi harus menjadi orang yang berdedikasi dalam memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu dan pengabdian kepada masyarakat,” paparnya.
(mpw)