Wisuda TK hingga SMA Ramai Diprotes Netizen, Dosen Psikologi UGM Beri Tanggapan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wisuda sekolah mulai dari jenjang TK hingga SMA ramai diprotes di media sosial. Menanggapi hal ini, dosen Fakultas Psikologi UGM pun memberikan tanggapannya.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) T. Novi Poespita Candra mengatakan, pro-kontra acara wisuda yang dilaksanakan satuan pendidikan mulai dari TK sampai dengan SMA ini awalnya bermula dari adanya fenomena yang banyak terjadi saat ini.
Dulu, lanjutnya, istilah wisuda hanya digunakan oleh jenjang perguruan tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu wisuda dilakukan oleh semua jenjang pendidikan.
“Kalau dulu TK sampai SMA namaya pelepasan atau perpisahan ke jenjang selanjutnya, tapi belakangan ini semua menyebutnya wisuda,” katanya, dikutip dari laman UGM, Kamis (29/6/2023).
Baca juga: Usai Viral, Kemendikbud Teken SE Soal Wisuda TK-SMA: Bukan Kewajiban, Tak Boleh Memberatkan
“Yang jadi persoalan adalah ketika wisuda yang dilakukan oleh jenjang-jenjang di bawah perguruan tinggi ini terlalu berlebihan bahkan memengaruhi material,” tambah Novi.
Novi yang juga sebagai Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan menuturkan, di luar negeri, istilah wisuda (graduation) dipakai di semua jenjang pendidikan. Hanya saja, terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan wisuda di Indonesia dan luar negeri. Yang terlihat jelas adalah dalam perayaan wisuda di luar negeri dilakukan secara sederhana.
“Dari pengalaman saat wisuda anak ketika SD di Australia, kami diundang dan mendengarkan setiap anak perkembangannya seperti apa. Jadi, merayakan perkembangan anak poinnya. Tidak ada acara makan-makan dan perayaan mewah lainnya,” ungkapnya.
Sementara di Indonesia, dalam pelaksanaan wisuda di jenjang TK hingga SD tak jarang harus sampai menyewa gedung mewah, menyewa baju, dan lainnya. Tak jarang kegiatan ini dinilai terlalu berlebihan dan memberatkan orang tua serta sekolah.
Baca juga: Wisuda TK-SMA Diprotes, FSGI: Kemendikbudristek Harus Buat Surat Edaran
Kondisi ini pada akhirnya memunculkan kritik dari berbagai pihak sehingga pemerintah melalui Kemendikbudristek mengeluarkan Surat Edaran (SE) sebagai bentuk respons akan polemik tersebut.
Melalui SE No.14 Tahun 2023 yang diterbitkan 13 Juni 2023 ini Kemendikbudristek mengimbau tidak menjadikan kegiatan wisuda sebagai kegiatan wajib dan jika melaksanakan pelepasan siswa dalam bentuk wisuda tidak boleh membebani orang tua atau wali peserta didik.
“Sebenarnya perlu edukasi karena kalau cuma dilarang wisuda nantinya akan tetap ada kegiatan serupa, hanya ganti nama. Bukan soal selebrasi atau wisudanya tapi lebih ke lifestyle berlebihan saat wisuda,” tekan Novi.
Novi juga menggarisbawahi akan pentingnya edukasi terkait esensi wisuda kepada semua pihak termasuk orang tua. Esensi dari kegiatan wisuda adalah sebagai ajang refleksi bagi anak-anak dan orang tua terkait perjalanan mereka selama menjalani pendidikan.
“Sebenarnya wisuda itu selain mensyukuri ada tahap yang sudah terlampaui, tetapi juga sebagai refleksi perkembangan apa yang sudah dicapai. Refleksi pada masing-masing anak,” tuturnya.
Tak hanya itu, momen wisuda juga dimaknai sebagai upaya untuk menyiapkan anak dan orang tua menjalani jenjang pendidikan selanjutnya.
“Bukan soal adminsitrasi loh, tetapi misal mau SMP kan sudah remaja. Nah, memasuki masa remaja ini apa yang perlu disiapkan orang tua, apa yang dipesankan pada anak-anak, pemaknaan seperti ini yang harus dipelajari,” pungkasnya.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) T. Novi Poespita Candra mengatakan, pro-kontra acara wisuda yang dilaksanakan satuan pendidikan mulai dari TK sampai dengan SMA ini awalnya bermula dari adanya fenomena yang banyak terjadi saat ini.
Dulu, lanjutnya, istilah wisuda hanya digunakan oleh jenjang perguruan tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu wisuda dilakukan oleh semua jenjang pendidikan.
“Kalau dulu TK sampai SMA namaya pelepasan atau perpisahan ke jenjang selanjutnya, tapi belakangan ini semua menyebutnya wisuda,” katanya, dikutip dari laman UGM, Kamis (29/6/2023).
Baca juga: Usai Viral, Kemendikbud Teken SE Soal Wisuda TK-SMA: Bukan Kewajiban, Tak Boleh Memberatkan
“Yang jadi persoalan adalah ketika wisuda yang dilakukan oleh jenjang-jenjang di bawah perguruan tinggi ini terlalu berlebihan bahkan memengaruhi material,” tambah Novi.
Novi yang juga sebagai Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan menuturkan, di luar negeri, istilah wisuda (graduation) dipakai di semua jenjang pendidikan. Hanya saja, terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan wisuda di Indonesia dan luar negeri. Yang terlihat jelas adalah dalam perayaan wisuda di luar negeri dilakukan secara sederhana.
“Dari pengalaman saat wisuda anak ketika SD di Australia, kami diundang dan mendengarkan setiap anak perkembangannya seperti apa. Jadi, merayakan perkembangan anak poinnya. Tidak ada acara makan-makan dan perayaan mewah lainnya,” ungkapnya.
Sementara di Indonesia, dalam pelaksanaan wisuda di jenjang TK hingga SD tak jarang harus sampai menyewa gedung mewah, menyewa baju, dan lainnya. Tak jarang kegiatan ini dinilai terlalu berlebihan dan memberatkan orang tua serta sekolah.
Baca juga: Wisuda TK-SMA Diprotes, FSGI: Kemendikbudristek Harus Buat Surat Edaran
Kondisi ini pada akhirnya memunculkan kritik dari berbagai pihak sehingga pemerintah melalui Kemendikbudristek mengeluarkan Surat Edaran (SE) sebagai bentuk respons akan polemik tersebut.
Melalui SE No.14 Tahun 2023 yang diterbitkan 13 Juni 2023 ini Kemendikbudristek mengimbau tidak menjadikan kegiatan wisuda sebagai kegiatan wajib dan jika melaksanakan pelepasan siswa dalam bentuk wisuda tidak boleh membebani orang tua atau wali peserta didik.
“Sebenarnya perlu edukasi karena kalau cuma dilarang wisuda nantinya akan tetap ada kegiatan serupa, hanya ganti nama. Bukan soal selebrasi atau wisudanya tapi lebih ke lifestyle berlebihan saat wisuda,” tekan Novi.
Novi juga menggarisbawahi akan pentingnya edukasi terkait esensi wisuda kepada semua pihak termasuk orang tua. Esensi dari kegiatan wisuda adalah sebagai ajang refleksi bagi anak-anak dan orang tua terkait perjalanan mereka selama menjalani pendidikan.
“Sebenarnya wisuda itu selain mensyukuri ada tahap yang sudah terlampaui, tetapi juga sebagai refleksi perkembangan apa yang sudah dicapai. Refleksi pada masing-masing anak,” tuturnya.
Tak hanya itu, momen wisuda juga dimaknai sebagai upaya untuk menyiapkan anak dan orang tua menjalani jenjang pendidikan selanjutnya.
“Bukan soal adminsitrasi loh, tetapi misal mau SMP kan sudah remaja. Nah, memasuki masa remaja ini apa yang perlu disiapkan orang tua, apa yang dipesankan pada anak-anak, pemaknaan seperti ini yang harus dipelajari,” pungkasnya.
(nnz)