Memasuki Tahun Ajaran Baru, MPLS Menyenangkan Harus Diwujudkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun ajaran baru merupakan momentum penting dalam kehidupan siswa baru di sebuah sekolah untuk membantu beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru. Meski MPLS bertujuan baik namun beberapa masalah umum juga bisa saja terjadi.
Beberapa kegiatan MPLS di sekolah menerapkan pendekatan yang terlalu kaku, fokus pada aturan atau tugas, dan bahkan mempertahankan budaya feodalistik senioritas-junioritas.
Adanya dendam akibat perundungan di sekolah dan kurangnya perhatian guru telah menyebabkan kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung.
Selain itu, kematian seorang anak usia SD akibat stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP mencerminkan budaya senioritas dan diskriminasi yang masih berlangsung.
"Fenomena ini semakin merebak di era digital jika tidak dianggap serius oleh guru dan orang dewasa yang bertanggung jawab," kataFounder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, melalui siaran pers, Rabu 912/7/2023).
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Ini 4 Cara Belajar Efektif untuk Raih Nilai Bagus
Padahal, menurut data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 41%.
"Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah," ujarnya.
Permasalahan inilah yang membuat GSM menginisiasi budaya baru di tahun ajaran baru melalui MPLS Menyenangkan.
"Apabila siswa dan guru menemukan fondasi mendidik yang menyenangkan, maka kasus patologi seperti bullying, kekerasan verbal, fisik, psikis, dan bahkan seksual, yang tingkat kekerasannya di Indonesia hampir dua kali lipat dari negara-negara lain berdasarkan survei OECD, dapat teratasi," ujarnya.
GSM mengajak seluruh sekolah di Indonesia untuk bersama-sama memulai perjalanan baru untuk mengentaskan permasalahan kekerasan dan budaya feodalistik di sekolah melalui kegiatan MPLS Menyenangkan.
“Kami ingin mengganti budaya baru dalam pendidikan dengan budaya meraki, yaitu melakukan sesuatu dengan sepenuh cinta dan jiwa, di mana guru-guru juga dapat menemukan makna meraki di dalam diri mereka," tambahnya.
MPLS Menyenangkan juga berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar positif bagi guru dan siswa, dengan kegiatan yang
membangun perasaan dan pengalaman menyenangkan setiap siswa dalam menemukan passion dan talenta mereka.
Baca juga: Beda Pungutan dan Sumbangan Sekolah, Pahami Yuk Mana Kewajiban Mana Sukarela
MPLS Menyenangkan memiliki 2M sebagai prinsip utama dan 3M sebagai prinsip pelaksanaan. 2M adalah Meraki dan Memanusiakan, sedangkan 3M adalah Mengenalkan dan Memaknai, Melibatkan seluruh pihak, serta Murah dan Menyenangkan.
Dalam praktiknya, kegiatan ini juga mengaitkan dengan metode PLAY, yaitu tradisi kuno yang dapat mengeluarkan emosi pro-sosial manusia yang berdampak positif pada ikatan persahabat atau pengasuhan manusia.
Rizal menjelaskan, saat ini, sebanyak 1.300 lebih sekolah di seluruh jenjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia seperti Aceh, Riau, Cirebon, Pekalongan, dan Katingan terlibat dalam MPLS Menyenangkan. Keterlibatan tidak hanya berasal dari komunitas GSM melainkan 45% dari 100% berasal dari luar komunitas GSM.
Menurut Rizal, hal yang unik dari MPLS ini juga menjadi sarana bagi guru dan sekolah untuk berkolaborasi dalam penerapan MPLS Menyenangkan. Tidak perlu ada pelatihan khusus dalam menciptakan budaya baru sekolah ini.
Sasaran MPLS ini adalah sekolah pinggiran dan sekolah negeri yang tidak memiliki dana cukup. Sehingga, MPLS yang menyenangkan bisa juga terjadi di sekolah-sekolah rakyat dan dirasakan oleh seluruh siswa tanpa terkecuali.
MPLS Menyenangkan dipersiapkan untuk menjadi obat massal untuk pendidikan. Novi Poespita Candra sebagai Co-Founder GSM menuturkan, sering kali permasalahan seperti kenakalan remaja tidak dianggap sebagai permasalahan pendidikan.
Sementara upaya untuk mengubah budaya lebih sering terfokus pada kurikulum, akademik, dan hal-hal pembelajaran. Namun, untuk menghilangkan kekerasan dalam sekolah dan menciptakan pendidikan memanusiakan, dibutuhkan obat massal yang diberikan kepada pendidikan, yaitu dengan menanamkan budaya meraki di tahun ajaran baru.
"Ini menjadi upaya untuk adanya semangat belajar dan semangat interaksi baru untuk seluruh pihak sekolah. Maka MPLS Menyenangkan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kronis di dunia pendidikan,” tutup Rizal.
Beberapa kegiatan MPLS di sekolah menerapkan pendekatan yang terlalu kaku, fokus pada aturan atau tugas, dan bahkan mempertahankan budaya feodalistik senioritas-junioritas.
Adanya dendam akibat perundungan di sekolah dan kurangnya perhatian guru telah menyebabkan kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung.
Selain itu, kematian seorang anak usia SD akibat stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP mencerminkan budaya senioritas dan diskriminasi yang masih berlangsung.
"Fenomena ini semakin merebak di era digital jika tidak dianggap serius oleh guru dan orang dewasa yang bertanggung jawab," kataFounder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, melalui siaran pers, Rabu 912/7/2023).
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Ini 4 Cara Belajar Efektif untuk Raih Nilai Bagus
Padahal, menurut data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 41%.
"Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah," ujarnya.
Permasalahan inilah yang membuat GSM menginisiasi budaya baru di tahun ajaran baru melalui MPLS Menyenangkan.
"Apabila siswa dan guru menemukan fondasi mendidik yang menyenangkan, maka kasus patologi seperti bullying, kekerasan verbal, fisik, psikis, dan bahkan seksual, yang tingkat kekerasannya di Indonesia hampir dua kali lipat dari negara-negara lain berdasarkan survei OECD, dapat teratasi," ujarnya.
GSM mengajak seluruh sekolah di Indonesia untuk bersama-sama memulai perjalanan baru untuk mengentaskan permasalahan kekerasan dan budaya feodalistik di sekolah melalui kegiatan MPLS Menyenangkan.
“Kami ingin mengganti budaya baru dalam pendidikan dengan budaya meraki, yaitu melakukan sesuatu dengan sepenuh cinta dan jiwa, di mana guru-guru juga dapat menemukan makna meraki di dalam diri mereka," tambahnya.
MPLS Menyenangkan juga berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar positif bagi guru dan siswa, dengan kegiatan yang
membangun perasaan dan pengalaman menyenangkan setiap siswa dalam menemukan passion dan talenta mereka.
Baca juga: Beda Pungutan dan Sumbangan Sekolah, Pahami Yuk Mana Kewajiban Mana Sukarela
MPLS Menyenangkan memiliki 2M sebagai prinsip utama dan 3M sebagai prinsip pelaksanaan. 2M adalah Meraki dan Memanusiakan, sedangkan 3M adalah Mengenalkan dan Memaknai, Melibatkan seluruh pihak, serta Murah dan Menyenangkan.
Dalam praktiknya, kegiatan ini juga mengaitkan dengan metode PLAY, yaitu tradisi kuno yang dapat mengeluarkan emosi pro-sosial manusia yang berdampak positif pada ikatan persahabat atau pengasuhan manusia.
Rizal menjelaskan, saat ini, sebanyak 1.300 lebih sekolah di seluruh jenjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia seperti Aceh, Riau, Cirebon, Pekalongan, dan Katingan terlibat dalam MPLS Menyenangkan. Keterlibatan tidak hanya berasal dari komunitas GSM melainkan 45% dari 100% berasal dari luar komunitas GSM.
Menurut Rizal, hal yang unik dari MPLS ini juga menjadi sarana bagi guru dan sekolah untuk berkolaborasi dalam penerapan MPLS Menyenangkan. Tidak perlu ada pelatihan khusus dalam menciptakan budaya baru sekolah ini.
Sasaran MPLS ini adalah sekolah pinggiran dan sekolah negeri yang tidak memiliki dana cukup. Sehingga, MPLS yang menyenangkan bisa juga terjadi di sekolah-sekolah rakyat dan dirasakan oleh seluruh siswa tanpa terkecuali.
MPLS Menyenangkan dipersiapkan untuk menjadi obat massal untuk pendidikan. Novi Poespita Candra sebagai Co-Founder GSM menuturkan, sering kali permasalahan seperti kenakalan remaja tidak dianggap sebagai permasalahan pendidikan.
Sementara upaya untuk mengubah budaya lebih sering terfokus pada kurikulum, akademik, dan hal-hal pembelajaran. Namun, untuk menghilangkan kekerasan dalam sekolah dan menciptakan pendidikan memanusiakan, dibutuhkan obat massal yang diberikan kepada pendidikan, yaitu dengan menanamkan budaya meraki di tahun ajaran baru.
"Ini menjadi upaya untuk adanya semangat belajar dan semangat interaksi baru untuk seluruh pihak sekolah. Maka MPLS Menyenangkan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kronis di dunia pendidikan,” tutup Rizal.
(nnz)