Tanpa Muhammadiyah, NU, dan PGRI, POP Diprediksi Tidak Akan Optimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mundurnya tiga lembaga dunia pendidikan Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari Program Organisasi Penggerak (POP) mengisyaratkan adanya masalah serius dalam proses seleksi.
Program yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ini dikhawatirkan kehilangan makna dan tidak berjalan optimal tanpa peran tiga lembaga pendidikan besar itu. Sumbangsih Muhammadiyah, NU, dan PGRI terhadap dunia pendidikan Indonesia tidak perlu diragukan. (Baca juga: 9 Pemimpin Militer Paling 'Berdarah' Sepanjang Sejarah)
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris mengatakan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama pendidikan, negeri ini sangat membutuhkan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. “Puluhan tahun bahkan sebelum negeri ini merdeka, organisasi-organisasi ini sudah berjibaku mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya dalam keterangannya kepada SINDOnews , Selasa (28/7/2020).
Dalam lintasan sejarah, banyak pemimpin negeri ini lahir dari pendidikan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Dia meminta Kemendikbud menunda terlebih dahulu program ini.
Selama penundaan itu, Kemendikbud harus menjaring aspirasi, masukan, dan melakukan evaluasi. Setelah itu, mencari solusi atas keluhan atau keberatan yang diajukan Muhammadiyah, NU, dan PGRI.
Senator asal DKI Jakarta itu menekankan dunia pendidikan Indonesia itu membutuhkan tiga lembaga itu. “Jadi jangan dibalik karena ranap program apapun, Muhammadiyah, NU, dan PGRI memang ‘khittah’nya mencerdaskan kehidupan bangsa,” tuturnya.
Tanpa bermaksud mengabaikan sumbangsih ormas lain yang lolos dalam POP, menurutnya, Muhammadiyah, NU, dan PGRI mempunyai keunggulan dari sisi kekuatan infrastruktur, sumber daya manusia, dan jaringan di seluruh Indonesia.
Dia menduga mundurnya tiga organisasi besar dunia pendidikan itu karena alasannya yang bersifat sangat prinsipil. POP, katanya, merupakan program yang cukup bagus. Namun, implementasinya harus mengedepankan transparansi, integritas, dan kredibilitas.
Putri dari Politisi Senior Partai Golkar Fahmi Idris itu mendorong Kemendikbud untuk berdialog dengan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Perlu diingat, kemajuan pendidikan Indonesia tidak lepas dari peran organisasi-organisasi itu. (Baca juga: Tragis! Hilang 4 Tahun Lalu, Indonesia Baru Ribut Cari Harta Karun)
“Mereka sudah puluhan tahun berkiprah dan teruji mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mereka kayak pengalaman, SDM yang mumpuni, jaringan hingga pelosok negeri,” pungkasnya.
Program yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ini dikhawatirkan kehilangan makna dan tidak berjalan optimal tanpa peran tiga lembaga pendidikan besar itu. Sumbangsih Muhammadiyah, NU, dan PGRI terhadap dunia pendidikan Indonesia tidak perlu diragukan. (Baca juga: 9 Pemimpin Militer Paling 'Berdarah' Sepanjang Sejarah)
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris mengatakan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama pendidikan, negeri ini sangat membutuhkan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. “Puluhan tahun bahkan sebelum negeri ini merdeka, organisasi-organisasi ini sudah berjibaku mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya dalam keterangannya kepada SINDOnews , Selasa (28/7/2020).
Dalam lintasan sejarah, banyak pemimpin negeri ini lahir dari pendidikan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Dia meminta Kemendikbud menunda terlebih dahulu program ini.
Selama penundaan itu, Kemendikbud harus menjaring aspirasi, masukan, dan melakukan evaluasi. Setelah itu, mencari solusi atas keluhan atau keberatan yang diajukan Muhammadiyah, NU, dan PGRI.
Senator asal DKI Jakarta itu menekankan dunia pendidikan Indonesia itu membutuhkan tiga lembaga itu. “Jadi jangan dibalik karena ranap program apapun, Muhammadiyah, NU, dan PGRI memang ‘khittah’nya mencerdaskan kehidupan bangsa,” tuturnya.
Tanpa bermaksud mengabaikan sumbangsih ormas lain yang lolos dalam POP, menurutnya, Muhammadiyah, NU, dan PGRI mempunyai keunggulan dari sisi kekuatan infrastruktur, sumber daya manusia, dan jaringan di seluruh Indonesia.
Dia menduga mundurnya tiga organisasi besar dunia pendidikan itu karena alasannya yang bersifat sangat prinsipil. POP, katanya, merupakan program yang cukup bagus. Namun, implementasinya harus mengedepankan transparansi, integritas, dan kredibilitas.
Putri dari Politisi Senior Partai Golkar Fahmi Idris itu mendorong Kemendikbud untuk berdialog dengan Muhammadiyah, NU, dan PGRI. Perlu diingat, kemajuan pendidikan Indonesia tidak lepas dari peran organisasi-organisasi itu. (Baca juga: Tragis! Hilang 4 Tahun Lalu, Indonesia Baru Ribut Cari Harta Karun)
“Mereka sudah puluhan tahun berkiprah dan teruji mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mereka kayak pengalaman, SDM yang mumpuni, jaringan hingga pelosok negeri,” pungkasnya.
(kri)