Skripsi Tak Lagi Wajib, Apa Penggantinya sebagai Syarat Kelulusan?

Rabu, 30 Agustus 2023 - 09:33 WIB
loading...
Skripsi Tak Lagi Wajib,...
Mahasiswa S1 dan D4 kini tak lagi wajib membuat skripsi. Mereka bisa mengerjakan proyek atau bentuk lainnya sebagai syarat kelulusan. Foto/Freepik.
A A A
JAKARTA - Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi menjadi babak baru untuk perguruan tinggi. Salah satunya skripsi tak lagi wajib sebagai syarat kelulusan mahasiswa sarjana dan sarjana terapan.

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, sebelumnya mahasiswa sarjana dan sarjana terapan wajib membuat skripsi.

"Akan tetapi, dunia saat ini memiliki banyak cara untuk menunjukkan kompetensi lulusannya," katanya pada peluncuran Merdeka Belajar ke-26, Selasa (29/8/2023).

Dia mencontohkan jika mahasiswa vokasi ingin menunjukkan kemampuan di bidang teknikal tidak cocok jika mahasiswa itu harus membuat suatu karya ilmiah untuk menunjukkan kompetensinya.

Untuk mahasiswa akademik juga sama, jelasnya, misalnya di suatu program studi konservasi yang untuk mengukur kompetensinya itu lebih tepat diimplementasikan dalam suatu proyek langsung di lapangan.

Baca juga: Jurusan Kuliah yang Paling Banyak Diincar Kementerian Perdagangan

Dia mengungkapkan, saat ini Kemendikbudristek tidak lagi menjabarkan secara rinci pengukuran kompetensi lulusan. Melainkan dia menyerahkannya kepada kepala prodi untuk menentukan syarat kelulusan yang tepat bagi mahasiswanya.

Apa Pengganti Skripsi?

Dalam Permendikbudristek No 53 Pasal 18 Ayat 8 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan tertulis, untuk memastikan ketercapaian kompetensi lulusan pada program sarjana atau sarjana terapan tak hanya dengan menulis skripsi, melainkan juga bisa dilakukan dengan cara lain.

a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok; atau

b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan.

Menurut Nadiem, kebijakan ini adalah suatu transformasi di bidang pendidikan yang cukup radikal karena Kemendikbudristek memberikan kepercayaan kepada kepala prodi maupun dekan untuk menentukan cara lain untuk membuktikan hasil kelulusan tanpa membebankan mahasiswanya.

Bahkan tugas akhir itu, ucap Nadiem, bisa saja tak dibutuhkan lagi sebagai syarat kelulusan jika prodi tersebut sudah menerapkan project based learning atau kurikulum berbasis proyek.

Baca juga: 6 Sekolah Kedinasan Terbaik di Jawa Tengah, Bisa Jadi Prajurit hingga Nakes

Hal itu bisa dilakukan jika kepala prodi bisa meyakinkan badan akreditasi bahwa mahasiswanya selama berkuliah sudah menerapkan project based learning yang dibuktikan dengan hasil akhirnya.

"Maka tugas akhir tidak wajib. Prodi itu bisa meyakinkan badan akreditasi bahwa anak-anak saya sudah tes kompetensi di dalam pendidikannya selama 3-4 tahun," pungkasnya.

Bagaimana Kampus Menanggapinya?


Terkait keleluasaan yang diatur dalam Permendikbudristek ini, Rektor Universitas Teknik Sumbawa, Chairul Hudaya, mengatakan, “Pemikiran ini sudah ada jauh-jauh hari. Hari ini kami mendapat jawaban, tentu saja dengan memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi, kami bisa menentukan sikap, keterampilan umum maupun khusus, dan ini memberikan keleluasan buat kampus tanpa menurunkan kualitas pembelajaran,” katanya, dalam siaran pers Kemendikbudristek, dikutip Rabu (30/8/2023).

Terutama bagi pendidikan tinggi di wilayah Indonesia Timur yang memiliki tantangan berbeda dengan wilayah lain. Menurut Chairul Hudaya, dengan memberikan keleluasaan, pihaknya bisa mewujudkan SDM unggul yang konkret.

Baca juga: Arti Gelar Pendidikan Sandiaga Uno dan Asal Universitasnya

Dukungan juga muncul lantaran Permendikbudristek ini memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi. Salah satunya, soal standar kompetensi lulusan yang tidak lagi dijabarkan secara rinci dan kaku. Misalnya saja tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi.

Sedangkan Rektor IPB Prof Arif Satria mengatakan, transformasi standar lulusan yang diatur kebijakan Mendikbudristek ini tidak menurunkan mutu lulusan. Misalnya, mahasiswa bisnis membuat proposal bisnis karena tidak semua harus menjadi peneliti, ada yang tertarik menjadi pengusaha, aktivis di masyarakat.

"Oleh karena itu yang perlu diasah adalah kemampuan menulis dari apa yang direncanakan mahasiswa. Inilah yang menjadi keterampilan baru yang di masa depan,” jelas Arif.

Menurutnya, keterampilan berkomunikasi bukan hanya sebatas lisan melainkan juga tulisan. Menulis Arif, menulis dapat menggambarkan cara berpikir seseorang.

“Oleh karena itu, kita memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk tugas akhirnya tidak harus penelitan dan skripsi. Mereka bisa menulis (proyek) apa yang diminati dalam proses peningkatan skills,” pungkasnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1994 seconds (0.1#10.140)