APTISI Sebut Skripsi Sudah Lama Tak Lagi Jadi Syarat Kelulusan di Negara Maju
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum APTISI ( Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia ) Budi Djatmiko menyebutkan skripsi sudah lama tak lagi jadi syarat kelulusan di negara-negara maju. APTISI pun mendukung langkah Kemendikbudristek menjadikan skripsi tak lagi jadi syarat kelulusan.
“Menghilangkan skripsi di negara-negara maju sudah cukup lama,” ungkap Budi kepada MNC Portal, Rabu (30/8/2023).
Bahkan, Budi mengatakan beberapa perguruan tinggi yang dia bina sudah dari awal tahun 1990-an mengganti skripsi dengan proyek akhir, karya nyata, studi kelayakan bisnis, pembuatan produk, rancang bangun, pembuatan sistem, pembuatan software, dan lain-lain.
“Dalam 10 tahun terakhir APTISI sudah sering melakukan pelatihan dan seminar untuk menghilangkan skripsi dan tesis,” katanya.
Baca juga: Publikasi Internasional Mahasiswa S3 Dihapus, P2G: Kurangi Risiko Terjerat Jurnal Predator
Meski begitu, skripsi juga bisa menjadi pilihan bagi Perguruan Tinggi untuk kelulusan mahasiswanya. Mengingat, tidak semua mahasiswa mau mengganti skripsi, terlebih jika mereka ingin menjadi peneliti hingga dosen.
“Skripsi tidak harus dihapuskan, karena tidak semua mahasiswa mau mengganti skripsi, jika mereka ingin jadi peneliti, dosen dan lain-lain, bisa ambil skripsi,” ungkapnya.
Budi pun mengatakan standar penilaian bisa dikembalikan kepada Perguruan Tinggi. “Standar penilaian dikembalikan kepada Perguruan Tinggi masing-masing. Standar dibuat Perguruan Tinggi, dari input, proses dan output perguruan tinggi yang membuat sesuai gaya masing-masing.”
Baca juga: Skripsi Tak Lagi Wajib, JPPI: Pengabdian Masyarakat hingga Penelitian Bisa Jadi Alternatif
Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa APTISI setuju skripsi tidak wajib menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa. “Intinya APTlSI setuju untuk tidak mewajibkan skripsi, dan saya bersama APTISI sudah melakukan 25 tahun lebih menghilangkan skripsi dengan berbagai proyek dan karya inovasi.”
“Dan saatnya Kemendikbudristekdikti menghilangkan aturan-aturan yang menjadikan kampus tidak kreatif dan inovatif. Sampai hari ini banyak aturan yang sudah tidak relevan, misalnya syarat dosen harus linier, dan konsep linier yang kaku dan lain-lain,” pungkas Budi.
Diketahui, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim telah mengeluarkan aturan baru yakni skripsi dihapuskan menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa.
Aturan ini tertuang dalam Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang memberi alternatif lain pengganti skripsi dengan prototipe, proyek, dan bentuk lain yang dilakukan individual maupun berkelompok.
“Menghilangkan skripsi di negara-negara maju sudah cukup lama,” ungkap Budi kepada MNC Portal, Rabu (30/8/2023).
Bahkan, Budi mengatakan beberapa perguruan tinggi yang dia bina sudah dari awal tahun 1990-an mengganti skripsi dengan proyek akhir, karya nyata, studi kelayakan bisnis, pembuatan produk, rancang bangun, pembuatan sistem, pembuatan software, dan lain-lain.
“Dalam 10 tahun terakhir APTISI sudah sering melakukan pelatihan dan seminar untuk menghilangkan skripsi dan tesis,” katanya.
Baca juga: Publikasi Internasional Mahasiswa S3 Dihapus, P2G: Kurangi Risiko Terjerat Jurnal Predator
Meski begitu, skripsi juga bisa menjadi pilihan bagi Perguruan Tinggi untuk kelulusan mahasiswanya. Mengingat, tidak semua mahasiswa mau mengganti skripsi, terlebih jika mereka ingin menjadi peneliti hingga dosen.
“Skripsi tidak harus dihapuskan, karena tidak semua mahasiswa mau mengganti skripsi, jika mereka ingin jadi peneliti, dosen dan lain-lain, bisa ambil skripsi,” ungkapnya.
Budi pun mengatakan standar penilaian bisa dikembalikan kepada Perguruan Tinggi. “Standar penilaian dikembalikan kepada Perguruan Tinggi masing-masing. Standar dibuat Perguruan Tinggi, dari input, proses dan output perguruan tinggi yang membuat sesuai gaya masing-masing.”
Baca juga: Skripsi Tak Lagi Wajib, JPPI: Pengabdian Masyarakat hingga Penelitian Bisa Jadi Alternatif
Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa APTISI setuju skripsi tidak wajib menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa. “Intinya APTlSI setuju untuk tidak mewajibkan skripsi, dan saya bersama APTISI sudah melakukan 25 tahun lebih menghilangkan skripsi dengan berbagai proyek dan karya inovasi.”
“Dan saatnya Kemendikbudristekdikti menghilangkan aturan-aturan yang menjadikan kampus tidak kreatif dan inovatif. Sampai hari ini banyak aturan yang sudah tidak relevan, misalnya syarat dosen harus linier, dan konsep linier yang kaku dan lain-lain,” pungkas Budi.
Diketahui, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim telah mengeluarkan aturan baru yakni skripsi dihapuskan menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa.
Aturan ini tertuang dalam Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang memberi alternatif lain pengganti skripsi dengan prototipe, proyek, dan bentuk lain yang dilakukan individual maupun berkelompok.
(nnz)