Hal yang Perlu Dipertimbangkan Memilih Spesialiasi di Program Dokter Spesialis, Ini Tipsnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ini tips bagi kamu yang berniat menempuh program spesialis di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Memilih spesialisasi artinya kita harus siap fokus ke satu hal saja. Menjadi spesialis bukan berarti kita jadi hebat dan pinter dalam segala hal. Bukan berarti bisa bekerja ini itu, justru pekerjaan kita bisa jadi monoton, karena hanya berkutat di satu fokus saja.
Jadi, sebelum memilih lanjut ke spesialisasi, pastikan kalau kamu memang ingin melakukan pekerjaan yang sama, terus menurus, seumur hidup. Juga harus belajar terus menerus, seumur hidup. Dirangkum dari berbagai sumber, ini tips memilih spesialis saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Sebelum mengeksplor pilihan spesialisasi, ada perlunya kamu memahami diri sendiri dulu. Tak bisa dipungkiri bahwa tipe personaliti tertentu ternyata punya kecenderungan untuk memilih spesialisasi tertentu. Jadi, ada baiknya untuk mengenali personality melalui personal assesment!
Menggunakan penilaian The Myers-Brigg Type Indicator (MBTI) , dimana tipe personaliti dibagi menjadi 16 tipe, berbagai macam riset di Amerika menunjukkan bahwa spesialisasi tertentu memiliki daya tarik bagi tipe personaliti tertentu.
Penilaian tipe personaliti ini dianggap dapat menjadi preferensi perilaku kita dalam situasi apa pun, terutama yang melibatkan orang lain, dalam hal ini termasuk kepada pasien. Sehingga bisa tipe personaliti ini dapat digunakan sebagai pertimbangan kecocokan spesialisasi.
1. Apa area saintifik/klinis yang paling menarik untuk kita? Kalau kita suka anatomi, pertimbangkan bedah atau radiologi, kalau tertarik neuroscience, pertimbangkan saraf, bedah saraf dsb, kalau suka farmakologi, pertimbangkan anastesi.
2. Mana yang lebih menarik: surgical yang berorientasi hasil, medical yang lebih ke patient relationship (mis. Interna, Neuro,
Psikiatri), atau mixed (Obgyn, THT, Ophtalmology)?
3. Aktivitas seperti apa yang kita inginkan? Apakah riset, mengajar, atau malah seputar kebijakan?
4. Apakah kita suka interaksi dengan pasien? Jika tidak, coba pilih radiologi, patologi, dan semacamnya.
Perlu kita pertimbangkan di mana kita akan tinggal dan bekerja setelah menjadi spesialis? Maka ada baiknya memilih spesialisasi yang masih jarang di daerah itu. Apalagi sekarang era pemerataan layanan spesialisasi di Indonesia.
Bahkan dengan strategi ini, kita juga bisa mendapatkan kesempatan dibiayai oleh daerah atau mendapat beasiswa, apabila spesialisasi pilihan kita memang benar-benar jarang dan masih dibutuhkan oleh daerah kita. Intinya, pilihlah spesialisasi yang masih dibutuhkan oleh sekitar kita. Ngga melulu soal “kesukaan” kita lagi, tapi juga ke-“bermanfaatan” profesi kita kedepannya
Jadi, sebelum memilih lanjut ke spesialisasi, pastikan kalau kamu memang ingin melakukan pekerjaan yang sama, terus menurus, seumur hidup. Juga harus belajar terus menerus, seumur hidup. Dirangkum dari berbagai sumber, ini tips memilih spesialis saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Tips Memilih Spesialisasi di PPDS
1. Pahami tipe personality dirimu
Sebelum mengeksplor pilihan spesialisasi, ada perlunya kamu memahami diri sendiri dulu. Tak bisa dipungkiri bahwa tipe personaliti tertentu ternyata punya kecenderungan untuk memilih spesialisasi tertentu. Jadi, ada baiknya untuk mengenali personality melalui personal assesment!
Menggunakan penilaian The Myers-Brigg Type Indicator (MBTI) , dimana tipe personaliti dibagi menjadi 16 tipe, berbagai macam riset di Amerika menunjukkan bahwa spesialisasi tertentu memiliki daya tarik bagi tipe personaliti tertentu.
Penilaian tipe personaliti ini dianggap dapat menjadi preferensi perilaku kita dalam situasi apa pun, terutama yang melibatkan orang lain, dalam hal ini termasuk kepada pasien. Sehingga bisa tipe personaliti ini dapat digunakan sebagai pertimbangan kecocokan spesialisasi.
2. Sejumlah pertanyaan yang harus dipertimbangkan sebelum memilih spesialisasi
1. Apa area saintifik/klinis yang paling menarik untuk kita? Kalau kita suka anatomi, pertimbangkan bedah atau radiologi, kalau tertarik neuroscience, pertimbangkan saraf, bedah saraf dsb, kalau suka farmakologi, pertimbangkan anastesi.
2. Mana yang lebih menarik: surgical yang berorientasi hasil, medical yang lebih ke patient relationship (mis. Interna, Neuro,
Psikiatri), atau mixed (Obgyn, THT, Ophtalmology)?
3. Aktivitas seperti apa yang kita inginkan? Apakah riset, mengajar, atau malah seputar kebijakan?
4. Apakah kita suka interaksi dengan pasien? Jika tidak, coba pilih radiologi, patologi, dan semacamnya.
3. Memetakan peluang dalam memilih spesialisasi
Perlu kita pertimbangkan di mana kita akan tinggal dan bekerja setelah menjadi spesialis? Maka ada baiknya memilih spesialisasi yang masih jarang di daerah itu. Apalagi sekarang era pemerataan layanan spesialisasi di Indonesia.
Bahkan dengan strategi ini, kita juga bisa mendapatkan kesempatan dibiayai oleh daerah atau mendapat beasiswa, apabila spesialisasi pilihan kita memang benar-benar jarang dan masih dibutuhkan oleh daerah kita. Intinya, pilihlah spesialisasi yang masih dibutuhkan oleh sekitar kita. Ngga melulu soal “kesukaan” kita lagi, tapi juga ke-“bermanfaatan” profesi kita kedepannya
(wyn)