Kolaborasi Yayasan Attaqwa dan UMJ Latih Calon Satgas Antikekerasan di Satuan Pendidikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Attaqwa dan Tim Kedaireka Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) berkolaborasi memberikan pelatihan dan pendampingan bagi calon Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Pondok Pesantren , Madrasah, dan Sekolah di lingkungan Perguruan Attaqwa. Kegiatan itu berlangsung pada Senin, 18 September hingga Selasa, 19 September 2023.
Kegiatan tersebut menindaklanjuti Peraturan Perguruan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pesantren/Madrasah/Sekolah Merdeka dari Kekerasan yang merupakan bagian dari kolaborasi antara Yayasan Attaqwa, UMJ, Droupadi, Atiqoh Noer Alie Center, dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui platform Kedaireka.
Sebanyak 89 peserta yang berasal dari 39 sekolah dari pondok pesantren, MTs/SMP, MA/SMA/SMK yang bernaung di bawah Perguruan Attaqwa mengikuti pelatihan tersebut. Latar belakang peserta mulai dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, guru BK, penanggung jawab kesantrian dan penanggung asrama.
Sedangkan para narasumbernya adalah Ahmad Ghozi (Perguruan Attaqwa), Khaerul Umam Noer (UMJ), Ni Loh Gusti Madewanti (Droupadi), Turisih Widiyowati (Umah Ramah), Sipin Putra (Universitas Kristen Indonesia), Lidwina Inge Nurtjahyo (Universitas Indonesia), Theresia Indira Shanti (Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta), dan Asma’ul Khusnaeny (Bale Perempuan).
“Kerja kolaborasi ini merupakan tindak lanjut dari diskusi intens antara Attaqwa dan UMJ terkait tidak adanya standardisasi mekanisme penanganan laporan kekerasan di sekolah,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Khaerul Umam Noer.
Perguruan Attaqwa membawahi 200 satuan pendidikan mulai dari level TK, pondok pesantren, madrasah, dan sekolah hingga perguruan tinggi, dengan lebih dari 42.700 siswa, laporan angka kekerasan yang ada cenderung naik setiap tahunnya.
Dalam uji publik diketahui bahwa angka yang ada merupakan puncak dari gunung es. Sebab banyak kekerasan tidak terlapor karena banyak pondok pesantren, madrasah, dan sekolah belum memiliki pedoman yang jelas tentang pencegahan dan penanganan laporan kekerasan.
Adapun peraturan perguruan ini merupakan respons dan tindak lanjut dari Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Dalam peraturan perguruan ini, tindak kekerasan di sekolah mencakup kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, dan kebijakan yang mendorong kekerasan.
Peserta tidak hanya dilatih soal peraturan perguruan sebagai payung hukum, namun juga tujuh standar operasional prosedur (SOP) turunan sebagai implementasi teknis dari peraturan tersebut. Peraturan perguruan dan tujuh SOP yang dimiliki oleh Yayasan Attaqwa adalah regulasi pertama di Indonesia yang sangat lengkap dan holistik.
Hal tersebut diamini oleh seluruh narasumber, bahwa kerja sama Yayasan Attaqwa dan UMJ sukses membangun sebuah sistem yang sangat terpadu. Ada tujuh SOP yang mencakup SOP Pencegahan, SOP Madrasah dan Sekolah Ramah Anak, SOP Penanganan, SOP Dukungan Psikologis Awal, SOP Sanksi, SOP Monitoring dan Evaluasi, dan SOP Tindaklanjut dan Kerja Sama.
Umam berpendapat, peraturan dan SOP ini tidak hanya mengatur mengenai pencegahan dan penanganan, namun juga pemulihan korban dan sanksi bagi pelaku kekerasan, termasuk pula bagaimana membangun jejaring kerja sama lintas sektor.
Ketua LPPM UMJ Prof. Dr. Tri Yuni Hendrawati mengapresiasi pelatihan ini. Dia menilai kegiatan ini sangat memberikan dampak yang positif bagi mahasiswa dan dosen dalam pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam pemenuhan IKU Nasional dan IKU UMJ.
“Kolaborasi ini membuktikan peran UMJ sebagai kampus yang empowering bagi mitra dan masyarakat luas, ditambah lagi dukungan penuh dari Kedaireka, yang diharapkan membawa efek domino bagi pemberantasan kekerasan di satuan pendidikan,” pungkasnya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Kegiatan tersebut menindaklanjuti Peraturan Perguruan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pesantren/Madrasah/Sekolah Merdeka dari Kekerasan yang merupakan bagian dari kolaborasi antara Yayasan Attaqwa, UMJ, Droupadi, Atiqoh Noer Alie Center, dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui platform Kedaireka.
Sebanyak 89 peserta yang berasal dari 39 sekolah dari pondok pesantren, MTs/SMP, MA/SMA/SMK yang bernaung di bawah Perguruan Attaqwa mengikuti pelatihan tersebut. Latar belakang peserta mulai dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, guru BK, penanggung jawab kesantrian dan penanggung asrama.
Sedangkan para narasumbernya adalah Ahmad Ghozi (Perguruan Attaqwa), Khaerul Umam Noer (UMJ), Ni Loh Gusti Madewanti (Droupadi), Turisih Widiyowati (Umah Ramah), Sipin Putra (Universitas Kristen Indonesia), Lidwina Inge Nurtjahyo (Universitas Indonesia), Theresia Indira Shanti (Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta), dan Asma’ul Khusnaeny (Bale Perempuan).
“Kerja kolaborasi ini merupakan tindak lanjut dari diskusi intens antara Attaqwa dan UMJ terkait tidak adanya standardisasi mekanisme penanganan laporan kekerasan di sekolah,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Khaerul Umam Noer.
Perguruan Attaqwa membawahi 200 satuan pendidikan mulai dari level TK, pondok pesantren, madrasah, dan sekolah hingga perguruan tinggi, dengan lebih dari 42.700 siswa, laporan angka kekerasan yang ada cenderung naik setiap tahunnya.
Dalam uji publik diketahui bahwa angka yang ada merupakan puncak dari gunung es. Sebab banyak kekerasan tidak terlapor karena banyak pondok pesantren, madrasah, dan sekolah belum memiliki pedoman yang jelas tentang pencegahan dan penanganan laporan kekerasan.
Adapun peraturan perguruan ini merupakan respons dan tindak lanjut dari Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Dalam peraturan perguruan ini, tindak kekerasan di sekolah mencakup kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, dan kebijakan yang mendorong kekerasan.
Peserta tidak hanya dilatih soal peraturan perguruan sebagai payung hukum, namun juga tujuh standar operasional prosedur (SOP) turunan sebagai implementasi teknis dari peraturan tersebut. Peraturan perguruan dan tujuh SOP yang dimiliki oleh Yayasan Attaqwa adalah regulasi pertama di Indonesia yang sangat lengkap dan holistik.
Hal tersebut diamini oleh seluruh narasumber, bahwa kerja sama Yayasan Attaqwa dan UMJ sukses membangun sebuah sistem yang sangat terpadu. Ada tujuh SOP yang mencakup SOP Pencegahan, SOP Madrasah dan Sekolah Ramah Anak, SOP Penanganan, SOP Dukungan Psikologis Awal, SOP Sanksi, SOP Monitoring dan Evaluasi, dan SOP Tindaklanjut dan Kerja Sama.
Umam berpendapat, peraturan dan SOP ini tidak hanya mengatur mengenai pencegahan dan penanganan, namun juga pemulihan korban dan sanksi bagi pelaku kekerasan, termasuk pula bagaimana membangun jejaring kerja sama lintas sektor.
Ketua LPPM UMJ Prof. Dr. Tri Yuni Hendrawati mengapresiasi pelatihan ini. Dia menilai kegiatan ini sangat memberikan dampak yang positif bagi mahasiswa dan dosen dalam pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam pemenuhan IKU Nasional dan IKU UMJ.
“Kolaborasi ini membuktikan peran UMJ sebagai kampus yang empowering bagi mitra dan masyarakat luas, ditambah lagi dukungan penuh dari Kedaireka, yang diharapkan membawa efek domino bagi pemberantasan kekerasan di satuan pendidikan,” pungkasnya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(rca)