Cerita Dokter Dhani, Survivor Kanker Penerima Beasiswa LPDP ke Jerman
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cerita penerima beasiswa LPDP banyak yang menginspirasi. Salah satunya Dhani, dokter difabel peraih beasiswa LPDP ke Jerman.
Mochamad Nur Ramadhani adalah penyandang disabilitas fisik. Sehari-hari dokter muda jebolanS1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) ini mesti berjalan dengan menggunakan kaki palsu atau prostesis.
Dhani menghabiskan masa kecilnya di Jerman karena ayahnya yang berstatus sebagai PNS ini bertugas di sana selama tujuh tahun. Namun pada kelas tujuh Dhani dan keluarganya kembali pulang ke Indonesia.
Namun kepulangannya ke Indonesia malah disambut dengan sesuatu yang tak diinginka terjadi dalam dirinya. Setahun dia kembali ke Tanah Air, pria yang gemar bermain bola ini didiagnosa kanker tulang.
Baca juga: Berkah Doa Ibu, Ini Kisah Mujab, Alumnus UI Penerima Beasiswa LPDP ke Inggris
Sel-sel ganas kanker osteosarkoma itu pertama muncul di atas lutut kanannya dan cepat menyebar ke kakinya. Dhani tak habis pikir kenapa kanker itu bisa hinggap di dirinya.
Hanya dugaan-dugaan saja yang menjadi tanya. Apakah karena mutasi gen, iklim yang berbeda antara Jerman dan Indonesia, atau apakah karena seringnya aktivitas fisik dan benturan mengingat selama di Jerman dia menghabiskan waktu luang dengan bermain sepak bola.
Dhani berniat untuk sembuh. Namun jalan satu-satunya agar kanker itu tidak menjalar ke seluruh tubuhnya adalah dengan amputasi kaki. Dhani butuh waktu enam bulan apakah dia harus kehilangan kakinya.
“Karena kalau misalkan diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas. Tapi saya yakin menyelamatkan satu nyawa ya, ini (kaki) nanti akan bisa digantikan dibandingkan harus mempertahankan satu kaki dan belum tentu terselamatkan juga,” katanya, dikutip dari laman LPDP, Jumat (20/10/2023).
Akhirnya pada 2008, Dhani harus berpisah dengan kaki kanannya. Mulai paha bagian atas hingga ujung kaki harus dikorbankan untuk menghentikan ganasnya sel jahat itu. Kemoterapi dilakukan setelahnya untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang dari tubuh Dhani.
Pasca amputasi Dhani pun kemana-mana harus berkursi roda. Orang tuanya setia menemani masa-masa pertama Dhani yang sulit itu. Berangsur saat tubuh mulai bugar dan berisi kembali, dia mulai belajar berjalan menggunakan tongkat kaki.
Baginya, saat berusia 14 tahun itu adalah ujian besar baik fisik dan psikis karena terpaksa mengarungi masa-masa remaja dengan menjadi penyandang disabilitas.
Mochamad Nur Ramadhani adalah penyandang disabilitas fisik. Sehari-hari dokter muda jebolanS1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) ini mesti berjalan dengan menggunakan kaki palsu atau prostesis.
Terdiagnosa Kanker Tulang
Dhani menghabiskan masa kecilnya di Jerman karena ayahnya yang berstatus sebagai PNS ini bertugas di sana selama tujuh tahun. Namun pada kelas tujuh Dhani dan keluarganya kembali pulang ke Indonesia.
Namun kepulangannya ke Indonesia malah disambut dengan sesuatu yang tak diinginka terjadi dalam dirinya. Setahun dia kembali ke Tanah Air, pria yang gemar bermain bola ini didiagnosa kanker tulang.
Baca juga: Berkah Doa Ibu, Ini Kisah Mujab, Alumnus UI Penerima Beasiswa LPDP ke Inggris
Sel-sel ganas kanker osteosarkoma itu pertama muncul di atas lutut kanannya dan cepat menyebar ke kakinya. Dhani tak habis pikir kenapa kanker itu bisa hinggap di dirinya.
Hanya dugaan-dugaan saja yang menjadi tanya. Apakah karena mutasi gen, iklim yang berbeda antara Jerman dan Indonesia, atau apakah karena seringnya aktivitas fisik dan benturan mengingat selama di Jerman dia menghabiskan waktu luang dengan bermain sepak bola.
Dhani berniat untuk sembuh. Namun jalan satu-satunya agar kanker itu tidak menjalar ke seluruh tubuhnya adalah dengan amputasi kaki. Dhani butuh waktu enam bulan apakah dia harus kehilangan kakinya.
“Karena kalau misalkan diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas. Tapi saya yakin menyelamatkan satu nyawa ya, ini (kaki) nanti akan bisa digantikan dibandingkan harus mempertahankan satu kaki dan belum tentu terselamatkan juga,” katanya, dikutip dari laman LPDP, Jumat (20/10/2023).
Akhirnya pada 2008, Dhani harus berpisah dengan kaki kanannya. Mulai paha bagian atas hingga ujung kaki harus dikorbankan untuk menghentikan ganasnya sel jahat itu. Kemoterapi dilakukan setelahnya untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang dari tubuh Dhani.
Masa Remaja, Beradaptasi dengan Satu Kaki
Pasca amputasi Dhani pun kemana-mana harus berkursi roda. Orang tuanya setia menemani masa-masa pertama Dhani yang sulit itu. Berangsur saat tubuh mulai bugar dan berisi kembali, dia mulai belajar berjalan menggunakan tongkat kaki.
Baginya, saat berusia 14 tahun itu adalah ujian besar baik fisik dan psikis karena terpaksa mengarungi masa-masa remaja dengan menjadi penyandang disabilitas.